01/07/2025
PERNIKAHAN DINI MEMUTUS GENERASI!
Oleh : Pressnett
Yo, guys, coba deh kita ngobrol serius bentar.
Pernah kepikiran gak sih, kenapa isu pernikahan dini itu kok kayaknya gak ada habisnya diomongin? Dulu, mungkin kita mikir ini cuma urusan orang tua, atau urusan yang jauh dari kita. Tapi, here’s the thing ini tuh urusan kita semua. Masa depan kita, masa depan Indonesia, itu ada di tangan kita yang sekarang lagi dengerin ini.
Kita liat data ya, biar gak cuma omong kosong. UNICEF bilang, Indonesia itu salah satu negara dengan angka pernikahan dini tertinggi di dunia. Gila, kan? Kita literally lagi ngalamin situasi yang bikin concern banget. Dulu, mungkin alasannya karena faktor ekonomi, tradisi, atau agama. Tapi, apa iya semua itu masih relevan di zaman yang udah se-digital ini?
Bab I Dampak Baik dan Buruk
Oke, let's break it down. Kita mulai dari yang katanya "dampak baik". Emang ada? Beberapa orang bilang, pernikahan dini bisa bantu menjaga moral, atau biar gak terjerumus ke pergaulan bebas. Like, come on, guys. Apa iya satu-satunya cara buat jaga moral itu dengan nikah di bawah umur? Apa gak ada cara lain yang lebih empowering, kayak edukasi seksualitas yang bener, atau support sistem yang kuat dari keluarga dan sekolah? Ini kayak ngobatin sakit kepala pake amputation. It just doesn't make any sense.
Sekarang, kita bahas dampak buruknya yang jelas-jelas lebih banyak. Pertama, kesehatan. Badan kita aja belum siap, you know? Fisik remaja itu masih berkembang. Bayangin, kita harus hamil dan melahirkan saat rahim kita aja belum matang. Risiko kematian ibu dan bayi itu super high. Belum lagi, mental kita. Our brains are still developing. Kita belum punya kematangan emosional buat ngadepin tekanan rumah tangga, apalagi punya anak. Akhirnya, yang ada cuma stres, depresi, dan KDRT. It’s a ticking time bomb.
Gak cuma itu. Pendidikan kita bakal putus. Cita-cita kita, our dreams, itu bakal stuck. Kebanyakan yang nikah dini, pendidikan formalnya langsung berhenti. Gimana mau bersaing di era digital ini kalau pendidikan aja gak tuntas? Padahal, kita butuh SDM unggul buat bawa Indonesia ke level selanjutnya. Kita butuh engineer, dokter, data scientist, entrepreneur—bukan cuma statistik pernikahan dini.
Bab II Budaya Kolot
Sekarang, kita geser ke soal budaya. Di beberapa daerah, pernikahan dini itu emang udah jadi tradisi turun-temurun. Contohnya di beberapa wilayah di Sulawesi atau Jawa. Ada yang namanya "kawin paksa" atau perjodohan yang udah jadi kebiasaan. Gue paham, menghargai tradisi itu penting. Tapi, we need to be critical. Kita harus bisa bedain mana tradisi yang empowering dan mana yang limiting. Tradisi yang merampas hak anak buat berkembang itu bukan lagi tradisi, tapi pelanggaran HAM.
Lalu, gimana hukumnya? Undang-Undang Perkawinan kita yang baru (UU No. 16 Tahun 2019) udah naikin batas usia nikah jadi 19 tahun, baik buat cowok maupun cewek. Ini adalah langkah maju yang brilliant. Artinya, negara pun udah sadar kalau anak-anak itu butuh waktu buat berkembang, baik secara fisik maupun mental. Jadi, kalau ada yang bilang nikah dini itu legal, coba cek lagi, bro. Ada pengecualian memang, tapi prosesnya gak gampang dan harus ada izin dari pengadilan.
Bab III Kesimpulan
Jadi, what’s the point? Kita, sebagai generasi muda, punya tanggung jawab buat ngerubah mindset ini. Stop mikir pernikahan dini itu solusi. Itu bukan solusi, itu justru akar masalah yang lebih besar. Kita punya hak buat sekolah setinggi-tingginya, buat meraih impian kita, dan buat jadi versi terbaik dari diri kita.
Masa depan Indonesia itu gak bisa dibangun di atas fondasi yang rapuh. Fondasi itu harus kuat, dibangun dari individu-individu yang sehat secara fisik dan mental, punya pendidikan yang layak, dan punya vision yang jauh ke depan. Jadi, sebelum lu putusin buat nikah, coba deh pikir lagi. Is it really your dream, or is it just a shortcut to a dead end?