05/11/2024
Selanjutnya, pemerintahan Vandiko juga menjanjikan angin surga tentang “𝙋𝙚𝙣𝙞𝙣𝙜𝙠𝙖𝙩𝙖𝙣 𝙋𝙚𝙡𝙖𝙮𝙖𝙣𝙖𝙣 𝙆𝙚𝙨𝙚𝙝𝙖𝙩𝙖𝙣 𝙈𝙖𝙨𝙮𝙖𝙧𝙖𝙠𝙖𝙩 𝙢𝙚𝙡𝙖𝙡𝙪𝙞 𝙋𝙚𝙣𝙮𝙚𝙙𝙞𝙖𝙖𝙣 𝙏𝙚𝙣𝙖𝙜𝙖 𝙈𝙚𝙙𝙞𝙨 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙃𝙖𝙣𝙙𝙖𝙡.” Namun realitas di lapangan, justru berkata sebaliknya. Hingga saat ini, kondisi pelayanan kesehatan di RSUD Hadrianus Sinaga dan beberapa puskesmas di Samosir masih jauh dari standar yang layak. Warga terus mengeluhkan buruknya layanan, yang diakibatkan minimnya tenaga medis dan dokter spesialis yang siap melayani mereka.
Banyak dokter spesialis diketahui telah hengkang dari Samosir, diduga bukan karena keinginan pribadi, tetapi karena kompensasi yang diberikan pemerintah daerah tidak mencukupi. Akibatnya, tenaga medis lebih memilih keluar dari Samosir, meninggalkan warga tanpa akses yang memadai ke spesialis medis yang mereka butuhkan. Persoalan ini pun semakin diperparah, dengan kurangnya ketersediaan obat-obatan yang dibutuhkan masyarakat.
Dalam situasi tertentu atau dianggap darurat, beberapa pasien bahkan disarankan harus dirujuk ke rumah sakit di luar Samosir, yang tentunya menambah beban finansial dan psikologis bagi keluarga pasien. Mereka terpaksa harus mengeluarkan biaya tambahan dan menempuh perjalanan jauh, untuk mendapatkan perawatan yang seharusnya dapat diakses lebih mudah.
Dua Minggu yang lalu (19/10/2024), peristiwa paling menyedihkan juga terjadi di Puskesmas Limbong. Saat seorang pasien anak dalam kondisi mengkhawatirkan, harus dirujuk ke RSUD Hadrianus Sinaga, keluarga pasien memohon agar ambulans puskesmas dapat digunakan. Namun permintaan itu ditolak, meskipun ambulans Puskesmas Limbong sebenarnya ada. Alhasil, pasien harus dibawa menggunakan sepeda motor.
Ternyata persoalan ini bukan hanya sekadar ketersediaan Tenaga Medis yang Handal. Tetapi juga pelayanan non medis yang merupakan hak dasar masyarakat Samosir juga tidak terpenuhi.
berat
Kabupaten Samosir mencakup sembilan kecamatan yang merupakan jantung Danau Toba