09/07/2025
Tahun 2011, dengan dompet tipis dan harapan yang tebal, Agam tinggalkan Makassar, langkah kecil tapi tekadnya kekal. Rp10 ribu di saku, tapi mimpi tak bisa ditakar,
Ia menuju Lombok, bumi asing yang kemudian jadi akar.
Tak langsung jadi pahlawan, ia mulai dari bawah, kerja apa saja yang penting bisa makan. Jual es krim, terdampar ke Bali jadi tukang cuci piring, sampai akhirnya memih menjadi porter Rinjani, memikul beban di jalan basah.Langit dingin, tanah curam, tapi ia tetap bertahan. Karena langkah di gunung adalah doa dan perjuangan.
Tak punya siapa-siapa, tapi tak pernah merasa sendiri, Gunung dan alam jadi sahabat sejati. Ia belajar dari sunyi, dari kabut yang datang pagi. Bahwa kerja keras tak pernah sia-sia, walau tak langsung diberi puji.
Lalu datang hari-hari yang perlahan mengubah segalanya. Ia mulai mahir terlibat dalam setiap operasi penyelamat atau evakuasi ketika ada insiden di Rinjani. Vertical rescue digelutinya, kiri kanan dibantu para ahli, dari SAR dan seluruh relawan yang tekadnya sama dengan Agam, tanpa pamrih dan tak butuh dikenang.
Namun ketika pendaki Brasil jatuh, kabarnya meledak ke seluruh dunia. Juliana Marins namanya, terperosok di jurang dalam. Agam rutin berkabar, lewat instagramnya dia siarkan. Akhirnya Agam dikenal, disambut bak pahlawan, sosok yang dunia rindukan yang akhirnya merubah banyak hal, dan membesarkan namanya.
Kini ia bukan sekadar porter, namanya harum hingga ke negeri yang jauh di luar border.
Instagram-nya melesat, hampir dua juta orang ikut jejak, ingin tau keseharian dan keberaniannya, serta ketulusannya di masa mendatang.
Agam Rinjani, bukan nama panggung atau rekaan, tapi kisah nyata tentang harapan, keberanian, dan keteguhan. Dari yang tadinya sepi tanpa sorotan kamera,
Kini ia simbol bahwa kebaikan sejati akan bersuara juga akhirnya.