16/09/2025
RINGKASAN NGAJI KITAB SIDOGIRI IASS WILAYAH BANGKALAN
Bersama KH. Mas Abd Adzim Kholili
Di Kediaman KH. Ahmad Nawawi, Katetang Kec. Kwanyar Kab. Bangkalan
Malam Sabtu, 20 R. Awal 1447 H. | 12 September 2025 M.
A. FATHUL MUIN
1. Bagi makmum masbuq dianggap menututi rakaat ketika imam dalam posisi ruku' jika memenuhi dua hal. Pertama, dengan menututi takbiratul ihram, kemudian takbir kembali untuk turun atau takbiratul ihram saja. Jika takbir yang satu kali diniati untuk keduanya, maka tidak sah takbirnya otomatis tidak nututi rakaat. Kedua, yakin sempurna menututi rukuk imam yang dianggap menurut syariat, dalam artian makmum sempat tumakninah sebelum imam lepas dari paling sedikitnya rukuk yaitu sampainya kedua telapak tangan pada kedua dengkul. Meski makmum mengalami kondisi tersebut karena keteledoran makmum sendiri karena tidak segera takbir sampai imam rukuk. Imam Zarkasyi dan diikuti Abu Suud bahwa ada satu persyaratan lagi yaitu imamnya harus bisa menanggung bacaan fatihah makmu, semisal imam bukan anak kecil.
2. Banyak yang salah faham ketika haji atau umroh, saat di Madinah sangat antusias berjamaah untuk mencapai arbain jamaah. Tapi saat di Makkah justru santai tidak berjamaah ke masjid. Padahal pahala shalat di Masjid Nabawi itu hanya seribu kali lipat, sedangkan di Masjidil Haram seratus ribu kali lipat.
3. Ada sebagian pembesar sahabat setiap shalat berjamaah sedikit menjauh dari barisan makmum yang lain. Karena dikira aneh, sebagian sahabat yang lain menegornya karena tindakannya bertentangan dengan anjuran nabi untuk ambil posisi dekat dengan imam. Pembesar sahabat tersebut kemudian menjawab bahwa tindakannya juga berdasarkan anjuran nabi, di mana nabi menyampaikan bahwa jika barisan yang di depan mendapat ampunan, maka semua barisan ke belakang akan mendapat ampunan, maka posisi paling belakang justru posisi yang paling besar kemungkinannya untuk mendapat ampunan.
4. Makmum masbuk yang tidak dianggap menututi rakaat, tetap disunnahkan bertakbir ketika berpindah dari satu rukun ke rukun lain bersama imam. Semisal menututi imam saat iktidal, maka ketika turun sunnah takbir. Berbeda kalau nututi saat sujud, maka tidak perlu takbir untuk turun, sebab berpindahnya tidak bersama imam.
B. IHYA' ULUMIDDIN
1. Hal yang bisa dijadikan ibadah kepada Allah ada tiga macam; Pertama, pengetahuan murni, yaitu ilmu tentang sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan pengamalan (ilmu mukasyafah). Kedua, pengamalan murni, seperti sikap adil dan penyusunan aturan. Ketiga, sesuatu yang tersusu dari pengetahuan dan pengamalan, yaitu ilmu akhirat. Maka tinggal timbang diri ini termasuk golongan ulama' atau hanya pelaku ibadah.
2. KH. Hasani Nawawi Sidogiri kurang setuju dengan doa menghancurkan orang-orang kafir, karena dianggap tidak sesuai dengan prinsip hidup nabi yang justru mengharapkan mereka mendapat hidayah minimal anak cucunya.
3. Uraian sejarah tentang ulama' salaf terkhusus imam empat madzhab membuktikan bahwa banyak dari orang yang mengaku pengikutnya justru mendzalimi imamnya dan kelak di hari kiamat akan dimusuhi imamnya. Ulama' salaf keilmuannya murni karena Allah, dan meski masyhur dengan kepakaran fikihnya tidak berarti beliau-beliau tidak peduli dengan ilmu hati. Beliau-beliau tetap sibuk dengan mempraktekkan ilmu tasawwuf dan konsen dengan ilmu tasawwuf, hanya saja beliau-beliau tidak sempat menulis karya dan mengajar tasawwuf karena hal lain yang lebih pentinga. Sebagaimana para sahabat dulu juga tidak sempat menulis karya fikih, padahal pakar fikih bahkan ahli fatwa. Karena sibuk dengan hal yang lebih penting.
4. Kritik Imam Ghazali bukan untuk para imam madzhab melainkan untuk orang-orang yang menampakkan diri mengikuti imam madzhab padahal tingkah lakunya sama sekali tidak sama. Sebab lima imam madzhab yang banyak pengikutnya, yaitu Assyafii, Malik, Ahmad bin Hanbal, Abu Hanifah, dan Sufyan Assauri. Masing-masing merupakan sosok yang ahli ibadah, zuhud, faham ilmu akhirat, faham kepentingan ummat, dan pengetahuannya semata-mata digunakan karena Allah. Sedangkan para pengikutnya, sekedar memperdalam kajian fikih yang itu bisa jadi tujuannya duniawi. Sedangkan empat sifat lainnya tidak ditiru, karena hanya urusan akhirat.
Diringkas Oleh: Waka I PW IASS Bangkalan
Semoga bermanfaat. Amin ๐คฒ
FB. Faiz Asria