Puan Riau Bersyariah

Puan Riau Bersyariah Menyampaikan informasi terkait Islam secara umum & Riau secara khusus dengan sudut pandang yang khas

 / Sekolah Kekurangan Siswa, Aneh, tetapi Nyata /  — Fenomena sekolah tanpa siswa baru kembali mencuat pada tahun ajaran...
24/07/2025



/ Sekolah Kekurangan Siswa, Aneh, tetapi Nyata /

— Fenomena sekolah tanpa siswa baru kembali mencuat pada tahun ajaran 2025/2026 di sejumlah daerah di Indonesia. Puluhan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) tercatat tidak menerima pendaftar baru, baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan.

Di sejumlah provinsi terdapat SDN yang minim mendapatkan siswa baru kelas I. Bahkan, ada yang tidak bisa melaksanakan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) akibat nihil peserta. Yang juga menjadi masalah, jumlah SDN yang sepi peminat itu tidak hanya satu atau dua, tetapi ratusan. Fenomena ini terjadi bukan baru tahun ini saja, melainkan sudah beberapa tahun.

- Faktor Penyebab -

Fenomena sekolah kekurangan siswa baru ini diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti penurunan angka kelahiran, urbanisasi dan perpindahan penduduk, preferensi orang tua terhadap sekolah swasta atau berbasis agama, serta kondisi sekolah yang tidak layak atau minim tenaga pendidik.

Selain itu, faktor demografi dan persebaran penduduk juga menjadi penyebab rendahnya jumlah pendaftar di sejumlah sekolah. Faktor lainnya, banyak pilihan alternatif sekolah yang dianggap lebih unggul oleh para orang tua.

Ketua Komisi IV DPRD Sragen Sugiyamto turut mempertanyakan penyebab sekolah negeri yang digratiskan justru kalah peminat dibandingkan SD swasta yang berbayar. Ia mengusulkan agar seluruh guru SDN—baik PNS, PPPK, maupun GTT (Guru Tidak Tetap)—mendapatkan gaji minimal setara Upah Minimum Kabupaten (UMK). Menurutnya, penggajian yang layak akan mendorong peningkatan kualitas mengajar serta tanggung jawab guru. Pasalnya, diskriminasi antara guru PNS dan non-PNS, baik dalam Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) maupun seragam, adalah fenomena yang nyata terjadi.

Untuk itu, di samping peningkatan kesejahteraan guru, upaya penting lainnya adalah pembenahan fasilitas pendidikan, termasuk penataan gedung, ketersediaan komputer atau laptop, serta lingkungan belajar yang layak. Juga peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, dan promosi mutu sekolah berdasarkan hasil asesmen. Dengan ini diharapkan akan menarik minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke SDN.

- Aneh, tetapi Nyata -

Sungguh realitas ini aneh, tetapi nyata. Kondisi ini juga memicu keprihatinan serta menimbulkan kekhawatiran terhadap masa depan pendidikan. Krisis jumlah siswa baru ternyata tidak hanya menimpa sekolah negeri, tetapi juga sekolah swasta. Jelas, kita tidak bisa berdiam diri begitu saja.

Meski krisis jumlah siswa baru ada yang terjadi di sekolah swasta, secara umum jumlah siswa baru di SD swasta meningkat tajam. Menurut data Statistik Sekolah Dasar Kemendikdasmen Tahun Ajaran 2020/2021 hingga 2024/2025, jumlah siswa di SD swasta meningkat 4,8 kali dari siswa baru di SDN, yakni rata-rata meningkat rata-rata 17.580 siswa per tahun. Sedangkan pertambahan siswa baru SDN rata-rata 3.634 per tahun. Hal ini mengindikasikan SD swasta telah menjadi pilihan orang tua dalam menyekolahkan anak.

Pada tingkat SMP, rendahnya angka pendaftar turut dipengaruhi oleh kultur masyarakat setempat, yakni banyak orang tua yang lebih memilih mengirim anak-anak mereka ke pondok pesantren. Dampaknya, kuota siswa baru di SMPN tidak bisa terpenuhi. Padahal, pondok pesantren itu milik swasta, bukan negeri, biaya masuknya pun tidak murah.

Realitas ini menunjukkan bahwa selain rela dengan biaya mahal, masyarakat juga mempertimbangkan kualitas. Dahulu sekolah negeri banyak diminati karena biayanya murah, masih disubsidi penuh oleh pemerintah, dan kualitasnya juga dipandang baik, bahkan favorit bagi masyarakat.

Sayang, makin hari makin banyak sekolah negeri yang dipandang kurang memperhatikan kualitas pendidikan. Tidak sedikit yang sarana dan fasilitasnya ala kadarnya. Kualitas sekolah negeri itu tidak sesuai dengan harapan para orang tua. Tidak heran, para orang tua lebih memilih sekolah swasta, meski harus mengeluarkan biaya besar. Dengan ini kita bisa menilai bahwa para orang tua sudah tidak memercayai penyelenggaraan sistem pendidikan oleh pemerintah karena kualitasnya minim.

- Kapitalisasi Pendidikan -

Kesadaran para orang tua akan kualitas pendidikan adalah faktor penting yang tidak bisa diabaikan. Demi kualitas itu, mereka rela membayar biaya mahal, bahkan ada yang sampai harus berutang. Sayang, sistem kapitalisme tidak memperhatikan hakikat fungsi pendidikan itu sendiri. Kapitalisme hanya berorientasi profit/materi sehingga pendidikan pun menjadi salah satu target kapitalisasi.

Sistem kapitalisme menjadikan pendidikan sebagai lahan bisnis, bukan kewajiban negara. Pendidikan menjadi mahal karena kapitalisme memosisikannya sebagai komoditas ekonomi. Akibatnya, pendidikan berkualitas hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu secara finansial, sedangkan rakyat kecil terbebani dan harus memaksakan diri demi pendidikan anak.

Namun, kita patut mengkritisi bahwa sebenarnya pendidikan yang mahal bukanlah segalanya. Masyarakat semestinya mengubah arah pandang dan memahami bahwa pendidikan berkualitas tidak harus mahal. Mahalnya biaya pendidikan adalah bagian dari komersialisasi dan kapitalisasi pendidikan sehingga berpotensi besar untuk melenyapkan ruh pendidikan itu sendiri. Ini tentu tidak sejalan dengan hakikat pendidikan sebagai proses transfer ilmu dan kontekstualisasi keilmuan itu dalam kehidupan.

Biaya sekolah swasta yang mahal itu semata-mata bertarget materi, tanpa disertai kontekstualisasi hakiki atas keilmuan. Target materi jelas nol besar untuk mencetak kaum terpelajar yang mampu menjadi problem solver. Hasilnya, mereka pragmatis, bahkan tidak sedikit dari mereka yang terlumat arus sekularisasi.

Mereka pintar hanya di atas kertas dengan label berupa nilai-nilai akademik yang tinggi, tetapi gagap mengatasi permasalahan kehidupan. Mereka pintar, tetapi liberal, padahal tidak sedikit dari mereka yang muslim. Pada akhirnya mereka ibarat produk setengah matang, tidak jelas identitas dan standar keberpihakannya terhadap kebenaran. Mereka hidup dalam rangka asas manfaat.

Sungguh, itulah harga yang jauh lebih mahal yang harus dibayar di balik pendidikan berbiaya tinggi yang terjadi di dalam sistem sekuler kapitalisme. Ini sebagai dampak penerapan kurikulum sekuler yang menyesuaikan kehendak modal dan mekanisme pasar, bukan dalam rangka mencetak para calon pemimpin umat.

- Politik Pengelolaan dan Pembiayaan Pendidikan dalam Khilafah -

Pengaturan Islam terhadap pendidikan sangat jauh berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme. Islam memosisikan pendidikan sebagai bagian dari kebutuhan publik yang disediakan oleh negara. Dalam Islam, pendidikan adalah fasilitas umum dari negara untuk rakyatnya, bukan komoditas ekonomi sebagaimana cara pandang kapitalistik.

Islam mewajibkan negara menyelenggarakan pendidikan bagi rakyatnya. Pembiayaan pendidikan menurut Islam tidak dibebankan kepada rakyat, tetapi dikelola oleh negara. Penguasa negara Islam (Khilafah) merealisasikan fungsi pelayanan itu sebagaimana tuntunan syariat. Dalam Khilafah, negara wajib menyediakan pendidikan gratis, berkualitas, dan merata untuk seluruh rakyat tanpa membedakan status sosial atau wilayah tempat tinggal.

Rasulullah saw. bersabda dalam hadis,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR Ibnu Majah).

Juga hadis,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang berdoa untuknya.” (HR Muslim).

Menilik peran vital pendidikan, jelas sistem pendidikan tidak layak diposisikan sebagai komoditas ekonomi, apalagi dikapitalisasi. Dalam kapitalisme, pendidikan akan kehilangan ruhnya akibat tergadai pada kekuatan uang. Padahal, pendidikan berperan untuk meningkatkan taraf berpikir manusia. Tidak pelak, sistem pendidikan harus diwujudkan sebagai pelayanan penguasa kepada rakyatnya karena pendidikan adalah hak publik. Rasulullah saw. bersabda,

…اَلْإِمَامُ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ…

“Pemimpin masyarakat adalah pengurus dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan di dalam kitab Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam (Sistem Ekonomi Islam) bahwa segala sesuatu apa pun yang jika tidak terpenuhi di dalam suatu komunitas masyarakat berdampak pada timbulnya sengketa di antara mereka untuk mendapatkannya, sesuatu itu dipandang sebagai fasilitas umum. Pendidikan adalah sesuatu yang memenuhi syarat sebagai fasilitas umum.

Sayang, akibat kapitalisme menempatkan pendidikan sebagai komoditas ekonomi, yang mampu mengenyam pendidikan hanyalah masyarakat kalangan menengah ke atas. Padahal, semestinya tiap individu muslim mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan. Negara kapitalistik tidak memprioritaskan pendidikan untuk setiap individu rakyatnya, kendati sudah menetapkan kebijakan populis seperti sekolah gratis. Yang terjadi, pengadaan sekolah gratis justru pemborosan anggaran, sedangkan kualitas output pendidikan tetap saja patut dipertanyakan. Inilah realitas kapitalisasi pendidikan.

Sebaliknya, Khilafah justru menghapus komersialisasi pendidikan. Ini karena pendidikan tidak dipandang sebagai sumber pendapatan, tetapi sebagai kebutuhan pokok publik yang dijamin oleh negara. Khilafah juga sangat memprioritaskan anggaran pendidikan. Sekolah di dalam Khilafah adalah sekolah-sekolah terbaik dengan peserta didik yang datang dari seluruh penjuru dunia. Tidak ada sekolah yang kosong karena kualitas buruk.

Biaya pendidikan dalam Khilafah, baik sarana maupun prasarananya, sangat mencukupi karena sumber pembiayaannya dari baitulmal. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani di dalam kitab Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam (Sistem Ekonomi Islam) bahkan menyebutkan bahwa pendidikan adalah salah satu sektor yang anggarannya diprioritaskan oleh Khilafah meski di baitulmal sedang mengalami krisis (tidak ada harta). Pendidikan menyangkut urusan kemaslahatan publik, di dalamnya juga terdapat orang-orang yang melaksanakan pekerjaan berupa pelayanan masyarakat dan kemaslahatan kaum muslim. Khilafah bisa memberlakukan pemungutan pajak (dharibah) dari kalangan muslim laki-laki yang kaya jika baitulmal kosong, sedangkan pada saat yang sama sektor pendidikan membutuhkan pendanaan.

Lebih lanjut, Khilafah menerapkan konsep distribusi harta secara adil dan merata kepada seluruh rakyat dengan standar berdasarkan pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) setiap individu dalam jumlah cukup. Dengan demikian, kesejahteraan guru maupun tenaga pendidikan bisa tercapai.

Baitulmal memiliki sejumlah sumber dana yang telah ditetapkan menurut dalil syarak dengan masing-masing sumber dana memiliki nominal yang banyak sehingga kas baitulmal aman. Syekh Abdul Qadim Zallum memerinci di dalam kitab Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah (Sistem Keuangan Negara Khilafah), bahwa pendapatan negara di baitulmal memiliki tiga pos besar, yakni pos fai dan kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos sedekah.

Jenis-jenis harta yang termasuk di dalam pos fai dan kharaj meliputi ganimah, kharaj, tanah, jizyah, usyur, rikaz, dan pajak (dharibah). Selanjutnya pos kepemilikan umum mencakup seluruh harta milik umum, seperti minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, padang rumput penggembalaan, dan tempat khusus berupa hima. Khilafah mengelola SDA yang dimiliki secara mandiri dan tidak menyerahkan kepada swasta, baik lokal maupun asing. Kepemilikan umum adalah pos yang akan berkontribusi paling besar dalam pembiayaan seluruh kemaslahatan rakyat, termasuk pendidikan.

Sedangkan pos sedekah menjadi tempat penyimpanan harta zakat yang wajib beserta catatan-catatannya. Alokasi harta zakat hanya boleh untuk delapan golongan sebagaimana ketentuan di dalam Al-Qur’an.

Demikianlah politik pengelolaan dan pembiayaan pendidikan di dalam Khilafah. Selain pendidikan, kebutuhan-kebutuhan publik lainnya seperti kesehatan, keamanan, perumahan, dan transportasi di dalam Khilafah bisa gratis karena itu wujud pelayanan negara kepada rakyatnya. Wallahualam bissawab.

Sumber: muslimahnews[dot]net







—————————
Silakan bagikan dengan mencantumkan sumber Puan Riau Bersyariah - Saatnya Muslimah Cerdas Politik
——————————
Follow kami di
Facebook:
Instagram:
Channel Telegram:
https://t.me/puanriaubersyariah
Saluran Whatsapp:
https://whatsapp.com/channel/0029VaigCsf3wtbFPeJ7fL1C
—————————

 / Kapan Wanita yang Bersafar Wajib Disertai Mahramnya atau Suaminya ? /Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi  - Tanya :Ustadz, ...
24/07/2025



/ Kapan Wanita yang Bersafar Wajib Disertai Mahramnya atau Suaminya ? /

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

- Tanya :

Ustadz, kapan atau dalam kondisi safar seperti apa wanita muslimah wajib disertai mahramnya atau suaminya? (Dian, bumi Allah).

Jawab :

Syekh ‘Atha` Abu Al-Rasytah menjelaskan kapan wanita muslimah yang bersafar wajib disertai mahramnya sebagai berikut :

إِنَّ سَفَرَ الْمَرْأَةِ إِذَا كَانَ يَسْتَغْرِقُ يَوْمًا وَلَيْلَةً فَلَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ مَعَهَا مَحْرَمٌ... يَحْرُمُ عَلَى الْمَرْأَةِ أَنْ تُسَافِرَ وَحْدَهَا دُونَ مَحْرَمِ الْمُدَّةَ الْمَذْكُورَةَ أَيْ يَوْمًا كَامِلًا(24 سَاعَةً)

“Sesungguhnya perjalanan (safar) seorang wanita (muslimah) jika menghabiskan waktu sehari semalam, maka tidak boleh tidak wanita itu harus disertai mahram…dan haram seorang wanita bersafar sendirian tanpa mahram dalam jangka waktu tersebut, yaitu satu hari sempurna (24 jam).” (‘Atha` Abu Al-Rasytah, Nasyrah Jawab Soal, 5/11/2018).

Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :

«لاَ يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لَيْسَ مَعَهَا حُرْمَةٌ »

“Tidak halal bagi seorang perempuan yang mengimani Allah dan Hari Akhir melakukan safar dengan lama perjalanan (masiirah) sehari semalam tanpa disertai mahramnya”. (HR. Al-Bukhari, no. 1088; Muslim, no. 1339).

Apakah yang menjadi patokan kewajiban adanya mahram itu faktor WAKTU (lama perjalanan sehari semalam), ataukah faktor JARAK (sekian kilometer)?

Syekh ‘Atha Abu Al-Rasytah menjawab :

فَالْعِبْرَةُ فِي السَّفَرِ دُونَ مَحْرَمٍ لِلْمَرْأَةِ هِيَ بِالزَّمَنِ، نَهَارٌ وَلَيْلٌ، مَهْمَا كَانَتْ الْمَسَافَةُ، فَإِنْ لَمْ تَمْكُثْ الْمَرْأَةُ هَذَا الزَّمَنَ، بَلْ سَافَرَتْ وَرَجَعَتْ قَبْلَهَا فَيَجُوزُ ذَهَابُهَا دُونَ مَحْرَمٍ

“Jadi yang menjadi patokan dalam safar tanpa mahram (yang tidak diperbolehkan) adalah WAKTU, yakni sehari semalam, berapa pun JARAK yang ditempuh. Kalau misalnya seorang wanita tidak menghabiskan waktu sehari semalam tersebut, bahkan dia melakukan perjalanan dan p**ang, sebelum jangka waktu itu (24 jam), boleh dia bepergian tanpa mahram.”(‘Atha` Abu Al-Rasytah, Nasyrah Jawab Soal, 5/11/2018).

Misal :

Seorang wanita muslimah melakukan perjalanan Jogja - Jakarta yang jaraknya sekitar 560 kilometer dengan naik pesawat (1 jam Jogja – Jakarta), dengan menginap di Jakarta 3 (tiga) hari. Wajibkah dia disertai mahram?

Jawab :

Tidak wajib wanita itu disertai mahramnya. Karena dengan naik pesawat, waktu berangkat dan p**angnya (PP), hanya kira-kira 10 jam. Rinciannya ; (1) waktu yang diperlukan dari rumah ke bandara Jogja (Kulonprogo) = 1 jam, (2) lamanya menunggu di bandara (boarding) = 1 jam, (3) lamanya perjalanan udara Jogja – Jakarta (Soekarno Hatta) = 1 jam, dan (4) lamanya perjalanan dari bandara Soekarno Hatta ke rumah/hotel di Jakarta = 2 jam. Jadi total waktu berangkat = 5 jam. Maka total waktu yang diperlukan p**ang pergi, 5 jam x 2 = 10 jam. Jadi boleh perempuan itu melakukan perjalanan PP tersebut TANPA MAHRAM, karena lama perjalanannya hanya 10 jam, masih kurang dari 24 jam.

Tanya : Apakah waktu menginap di tempat tujuan (Jakarta), yang 3 hari, tidak dihitung?

Jawab :

Tidak dihitung. Karena yang dihitung sebagai waktu safar bagi wanita, hanyalah waktu yang dihabiskan oleh wanita itu “selama melakukan perjalanan” (khilāla al-masīrah), yaitu selama sebelum sampainya ke tempat tujuan. (‘Atha` Abu Al-Rasytah, Nasyrah Jawab Soal, 5/11/2018).

Syekh ‘Atha` Abu Al-Rasytah menjelaskan makna masīrah dalam hadits di atas sebagai berikut :

أَمَّا كَلِمَةُ “ مَسِيرَةٌ ” فَوَاضِحٌ أَنَّهَا خِلَالَ السَّيْرِ قَبْلَ وُصُولِ الْمَكَانِ الْمَقْصُودِ.

“Adapun kata “masīrah”, maka jelas bahwa maksudnya adalah “selama dalam perjalanan” (khilāla as-sayr), sebelum sampainya pada tempat yang dituju.” (‘Atha` Abu Al-Rasytah, Nasyrah Jawab Soal, 5/11/2018).

Jadi, waktu yang dihitung adalah waktu masīrah (lama perjalanan p**ang dan pergi), tanpa menghitung waktu tinggal di tempat tujuan. (Lihat contoh perhitungan waktu untuk kasus di atas, yaitu wanita muslimah melakukan perjalanan Jogja - Jakarta yang jaraknya sekitar 560 kilometer dengan naik pesawat (1 jam Jogja – Jakarta), dengan menginap di Jakarta 3 (tiga) hari).

Akan tetapi jika lama perjalanan (masīrah) yang ditempuh wanita muslimah itu 24 jam atau LEBIH, maka wajib dia disertai mahramnya, walaupun jaraknya tidak sampai jarak safar syar’i (88,7 km).

Misal :

Seorang wanita muslimah berjalan kaki dari Jogja ke Solo yang jaraknya 62 km (belum mencapai jarak safar syar’i 88,7 km), dengan waktu tempuh sekitar 13 jam (asumsinya, kecepatan jalan kakinya adalah 5 km/jam). Di Solo menginap selama 1 hari. Wajibkah dia disertai mahram?

Jawab : WAJIB disertai mahramnya, karena total waktu di jalan (masīrah) p**ang pergi adalah = 13 jam × 2 = 26 jam, yakni sudah lebih dari 24 jam.

Syekh ‘Atha` Abu Al-Rasytah menjelaskan, hukum perjalanan bagi wanita muslimah ini berbeda dengan hukum keamanan bagi wanita dalam perjalanan dan di tempat tujuan. Jika seorang wanita melakukan safar yang dekat, misalnya 20 kilometer, tetapi di jalan tidak aman, atau di tempat tujuan tidak aman, misalnya rawan pembegalan atau pemerkosaan, maka wajib hukumnya wanita muslimah itu disertai suaminya atau mahramnya, walaupun jarak perjalanannya dekat. (‘Atha` Abu Al-Rasytah, Nasyrah Jawab Soal, 5/11/2018).

Jika perjalanan wanita muslimah wajib disertai mahram, mahram seperti apa yang dimaksudkan?

Mahram yang dimaksudkan adalah setiap laki-laki yang haram menikah dengan wanita itu secara abadi (mahram mu`abbad), seperti saudara laki-lakinya, ayahnya, anak laki-lakinya, atau menantu laki-lakinya.

Jadi tidak termasuk mahram yang sah dalam perjalanan, mahram sementara (mahram mu`aqqat), yaitu setiap laki-laki yang haram menikah dengan wanita itu secara sementara (mu`aqqat). Seperti suami dari adik perempuannya (adik ipar), atau suami dari kakak perempuannya (kakak ipar).

- Hukum Safar Bagi Wanita Yang Berhaji Atau Berumroh -

Wajib hukumnya wanita muslimah yang naik haji atau umroh, disertai mahramnya atau suaminya, tidak lagi melihat lagi apakah LAMA perjalanannya sehari semalam atau tidak, juga tidak melihat lagi apakah JARAK perjalanannya sudah mencapai jarak safar syar’i atau tidak.

Yang demikian itu dikarenakan terdapat DALIL KHUSUS, bahwa wanita yang melakukan safar untuk naik haji atau umroh, wajib hukumnya disertai suaminya atau mahramnya.

Inilah pendapat yang rājih yang ditabanni dalam kitab Al-Nizhām al-Ijtimā’ī fī Al-Islām karya Imam Taqiyuddin An-Nabhani.

Dalilnya hadits dari Ibnu ‘Abbas RA, bahwa Nabi SAW bersabda :

« لا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بامْرَأَةٍ ولا تُسَافِرِ المَرْأَةُ إلَّا مع ذِي مَحْرَمٍ، ولَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إلَّا ومعهَا مَحْرَمٌ، فَقالَ رَجُلٌ: يا رَسولَ اللَّهِ إنِّي أُرِيدُ أنْ أخْرُجَ في جَيْشِ كَذَا وكَذَا، وامْرَأَتي تُرِيدُ الحَجَّ، فَقالَ: اخْرُجْ معهَا »

“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki ber-khalwat (bersepi-sepi) dengan seorang perempuan dan seorang perempuan tidak boleh melakukan safar kecuali bersama mahramnya. Dan jangan p**a sekali-kali seorang lelaki masuk ke rumah seorang perempuan kecuali ada mahramnya”. Seorang sahabat lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku berniat untuk berangkat (jihad) bersama pasukan ini dan itu, sedangkan istriku ingin berhaji.” Nabi SAW bersabda,“Temanilah istrimu berhaji.” (HR. Bukhari no. 1862; Muslim no. 1341).

Dalil lainnya hadits dari ‘Amr bin Dinar RA sebagai berikut :

عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ بِلَفْظِ «لَا تَحُجَّنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ »

Dari ‘Amr bin Dinar RA, Rasulullah SAW bersabda : “Janganlah sekali-kali seorang perempuan berhaji kecuali dia disertai mahramnya.” (HR. Ad-Dāraquthnī). (Sunan Ad-Dāraquthnī, Juz II, hlm. 222).

Syekh ‘Atha` Abu Al-Rasytah kemudian memberi syarah (penjelasan) terhadap dua hadits khusus di atas sbb :

فَهَذَانِ الْحَدِيثَانِ يَذْكُرَانِ الْحَجَّ خَاصَّةً، وَلَا يُقَيِّدَانِهِ بِسَفَرٍ وَلَا بِمُدَّةٍ مُعَيَّنَةٍ لِلسَّفَرِ، فَكُلُّ مَنْ تُسَافِرُ لِلْحَجِّ يَلْزَمُهَا مَحْرَمٌ يَصْحَبُهَا فِي سَفَرِهَا وَحَجِّهَا بِغَضِّ النَّظَرِ عَنْ طُولِ السَّفَرِ

“Jadi dua hadits di atas, telah menyebutkan haji secara khusus, dua hadits di atas tidak memberi batasan pada safar, tidak p**a menyebutkan jangka waktu tertentu untuk safar. Maka setiap wanita yang bersafar untuk berhaji, wajib ditemani oleh mahramnya dalam safarnya dan hajinya, tanpa melihat lagi lamanya safar.” (‘Atha` Abu Al-Rasytah, Nasyrah Jawab Soal, 5/11/2018).

Berdasarkan hadits-hadits tersebut, Imam Taqiyuddin An-Nabhani, rahimahullāh, dalam kitab Al-Nizhām Al-Ijtimā’i fī Al-Islām menyatakan :

وَمَنَعَ الْمَرْأَةَ مِنَ السَّفَرِ، وَلَوْ إِلَى الْحَجِّ دُوْنَ مَحْرَمٍ

“Syariah telah melarang wanita dari melakukan safar (yang lamanya sehari semalam atau lebih), walaupun perjalanan naik haji, tanpa disertai mahramnya.” (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam, hlm. 34).

Syekh ‘Atha` Abu Al-Rasytah memberikan penjelasan seputar ikhtilāf di kalangan ulama apakah wanita wajib disertai mahramnya atau suaminya ketika naik haji, dan menjelaskan mana pendapat yang rājih (lebih kuat), sebagai berikut :

وَهُنَاكَ مِنْ الْفُقَهَاءِ مَنْ يُجِيزُ الْحَجَّ الْوَاجِبَ بِصُحْبَةِ النِّسَاءِ الْمَأْمُونَاتِ مِثْلَ الشَّافِعِيِّ وَالْإِمَامِ مَالِكٍ. وَمِنْهُمْ مَنْ يُجِيزُ ذَلِكَ فِي كُلِّ سَفَرٍ وَاجِبٍ كَالْإِمَامِ مَالِكٍ. وَلَكِنَّ الرَّاجِحَ هُوَ أَنْ لَا بُدَّ مِنْ الْمُحْرِمِ فِي الْحَجِّ، سَوَاءٌ أَكَانَتْ الْمَسَافَةُ طَوِيلَةً أَمْ قَصِيرَةً، وَاللَّهُ أَعْلَمُ

“Ada di antara fuqoha yang membolehkan (wanita muslimah) melaksanakan haji yang hukumnya wajib, dengan ditemani para wanita yang terpercaya (tanpa suami/mahram), seperti Imam Syafi’i, dan Imam Malik. Dan sebagian fuqoha itu membolehkan hal itu (wanita bersafar tanpa suami/mahram) pada setiap safar (perjalanan) yang hukumnya wajib, seperti Imam Malik. Akan tetapi, pendapat yang rājih (lebih kuat) adalah tidak boleh tidak wanita itu wajib disertai mahram dalam berhaji, baik jaraknya jauh maupun dekat. Wallāhu a’lam. (‘Atha` Abu Al-Rasytah, Nasyrah Jawab Soal, 5/11/2018).

Demikian kiranya pendapat yang rājih (lebih kuat) dalam masalah ini. Wallāhu a’lam.

Sumber: fissilmi-kaffah[dot]com







—————————
Silakan bagikan dengan mencantumkan sumber Puan Riau Bersyariah - Saatnya Muslimah Cerdas Politik
——————————
Follow kami di
Facebook:
Instagram:
Channel Telegram:
https://t.me/puanriaubersyariah
Saluran Whatsapp:
https://whatsapp.com/channel/0029VaigCsf3wtbFPeJ7fL1C
—————————

 / Aktivis: “S Line”, Potret Dekadensi Moral dalam Gaya Hidup Sekuler dan Liberal /  — Belakangan ini, lini masa media s...
23/07/2025



/ Aktivis: “S Line”, Potret Dekadensi Moral dalam Gaya Hidup Sekuler dan Liberal /

— Belakangan ini, lini masa media sosial, seperti X (dulu Twitter) dan TikTok diramaikan oleh sebuah fenomena baru yang disebut “tren S Line“. Banyak warganet mengunggah foto dengan coretan garis merah di atas kepala mereka.

Fenomena viral ini berasal dari sebuah drama Korea berjudul “S Line” yang sedang hangat diperbincangkan. Drama tersebut menyuguhkan premis yang cukup nyeleneh, yaitu adanya sebuah teknologi yang mampu menampilkan garis khusus di tubuh orang yang telah melakukan persetubuhan sehingga rahasia seseorang dapat terbongkar secara publik dan digunakan sebagai bahan penilaian sosial.

- Dekadensi Moral -

Aktivis dan influencer dakwah Rr. Ranty Kusumaningayu, S.Si. menyatakan, ini menunjukkan dekadensi moral dalam gaya hidup sekuler dan liberal.

“Fenomena ini sesungguhnya adalah potret jelas kehidupan sekuler hari ini, di mana nilai-nilai agama terpinggirkan dan standar benar-salah digantikan oleh viral atau tidaknya sebuah konten,” ujarnya kepada MNews, Sabtu (19-7-2025).

Ia menyayangkan, banyak kalangan justru membuat konten mengikuti drakor tersebut yang akhirnya viral. “Ironisnya, sebagian dari mereka ikut-ikutan membuat lelucon atau komentar yang mengarah pada pengakuan terbuka atas sesuatu yang sejatinya adalah aib. Padahal dalam Islam, aib adalah sesuatu yang wajib ditutup, bukan dibuka atau dijadikan bahan lelucon,” ungkapnya mengutip hadis riwayat Bukhari, “Setiap umatku akan dimaafkan kecuali orang-orang yang secara terang-terangan melakukan dosa.”

Dalam sistem kehidupan yang lepas dari aturan Allah Swt. ini, sambungnya, manusia merasa bebas mengekspresikan apa pun, termasuk aibnya sendiri, selama itu mendapatkan atensi atau hiburan. “Inilah wajah liberalisme yang menyuburkan budaya oversharing dan menjadikan kehormatan pribadi sebagai bahan konsumsi publik,” kritiknya.

Tidak berhenti di situ, ujarnya, sistem ini juga membuat masyarakat menganggap hal-hal tabu sebagai biasa.
“Ini terlihat jelas dalam banyaknya konten berisi pengakuan pernah zina, jokes soal seks bebas, bahkan kebanggaan karena tidak lagi perawan atau perjaka,” ucapnya miris.

Padahal, bebernya, data terbaru dari Kemenkes RI menyebutkan, jumlah pengidap HIV hingga Maret 2025 terjadi pada kalangan usia produktif (15–18 tahun) sebanyak 2.700 individu. Bahkan, lanjutnya, banyak penderita yang tidak menyadari dirinya positif karena kurangnya edukasi dan longgarnya gaya hidup. “Ini menunjukkan bahwa tren kebebasan seksual bukan hanya merusak akhlak, tetapi juga membahayakan kesehatan masyarakat secara nyata,” cetusnya.

Selain itu, ia memandang, tren ini memperlihatkan bagaimana kapitalisme bekerja sangat rapi dalam mengeksploitasi sisi paling rentan manusia, yakni rasa ingin tahu dan kebutuhan akan penerimaan sosial.

“Di balik kehebohan ini, drama “S Line” pun secara tidak langsung terpromosikan secara masif, menjangkau pasar global tanpa perlu biaya iklan tambahan. Inilah keuntungan nyata bagi industri hiburan kapitalistik yang menjual sensasi, bukan nilai,” ulasnya.

Jadi, ia mempertanyakan, apakah bisa disangkal bahwa budaya permisif ini sebenarnya adalah bagian dari jebakan ideologis untuk merusak cara pandang manusia terhadap kehormatan diri?

- Islam -

Kondisi tersebut, nilainya, seharusnya makin memperkuat pemahaman bahwa agar bisa selamat di kehidupan hari ini tidak bisa mengandalkan pemikiran manusia, tetapi hanya dengan berpegang pada Islam yang merupakan ideologi dan sistem hidup.

“Islam hadir bukan hanya sebagai agama yang mengatur ibadah ritual, tetapi sebagai sistem hidup yang mengatur individu, masyarakat, hingga negara agar tetap berada dalam garis ketakwaan,” terangnya.

Ia menjelaskan, Islam tidak menunggu masalah muncul untuk memberi hukuman, tetapi telah mengatur langkah-langkah preventif yang kuat untuk mencegah munculnya perilaku menyimpang.

“Pertama, menanamkan akidah, rasa malu, dan iffah (kehormatan) sejak kecil. Kedua, memisahkan kehidupan dan interaksi laki-laki dan perempuan, kecuali dalam aspek tertentu (pendidikan, ekonomi, hukum, kesehatan, dan kondisi darurat). Ketiga, melarang ikhtilat (campur baur bebas laki-laki dan perempuan) yang akan membuka jalan syahwat. Keempat, mengharamkan segala bentuk pornografi, pacaran, dan khalwat, termasuk konten yang mengarah ke pembicaraan seksual terbuka. Kelima, menerapkan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku zina,” perincinya.

Semua ini, paparnya, bukan sekadar solusi moral individual, tetapi juga solusi sistemis yang menopangnya secara struktural.

“Kita tidak bisa berharap manusia berhenti membuka aib jika media justru mendorongnya. Kita tidak bisa berharap generasi muda menjaga kehormatan kalau sistem pendidikan, pergaulan, dan negara membebaskan mereka untuk mengejar “kebebasan berekspresi” tanpa batas,” bebernya.

Untuk itu, jelasnya, solusi Islam adalah membangun masyarakat yang aturannya bersumber dari wahyu, bukan dari selera manusia atau kepentingan kapitalisme.

Oleh karenanya, ia mengingatkan, sebagai pemuda atau mahasiswa muslim, tidak cukup hanya menjadi penonton atau pengkritik pasif.

“Kita harus menjadi agen perubahan yang sadar akan bahaya normalisasi aib dan rusaknya akhlak dalam sistem ini. Jangan ikut-ikutan tren bodoh yang hanya menambah dosa dan mengikis rasa malu,” tegasnya.

Tugas pemuda atau mahasiswa muslim, sambungnya, adalah menjaga kemurnian Islam dalam diri serta menyerukan perubahan hakiki di tengah umat. “Kita harus hadir sebagai generasi yang bukan hanya baik secara personal, tetapi juga berjuang menegakkan sistem kehidupan yang menjaga kehormatan umat Islam,” tandasnya.

Sumber: muslimahnews[dot]net







—————————
Silakan bagikan dengan mencantumkan sumber Puan Riau Bersyariah - Saatnya Muslimah Cerdas Politik
——————————
Follow kami di
Facebook:
Instagram:
Channel Telegram:
https://t.me/puanriaubersyariah
Saluran Whatsapp:
https://whatsapp.com/channel/0029VaigCsf3wtbFPeJ7fL1C
—————————

 / Angka Pengangguran Tinggi Akibat Kegagalan Sistemik /  - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanyak 7,2...
22/07/2025



/ Angka Pengangguran Tinggi Akibat Kegagalan Sistemik /

- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanyak 7,28 juta orang menganggur pada 2025. Terungkap p**a lulusan universitas yang masih menganggur mencapai satu juta orang (Ekonomi[dot]bisnis[dot]com).

Karena lowongan kerja terbatas, sementara kebutuhan hidup tidak bisa ditunda, sejumlah sarjana (S1) melamar lowongan pekerjaan hanya untuk posisi Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) tambahan di Jakarta pada Juli 2025. Bahkan beberapa mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan S1 juga ikut serta mendaftar lowongan pekerjaan petugas PPSU (Tempo[dot]co).

Namun, sungguh ironis. Saat rakyat susah mendapatkan pekerjaan, ada ratusan pejabat negara dan politisi yang rangkap jabatan dengan gaji sangat besar. Berdasarkan data yang dirilis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) pada 2023, Sekjen Kemenkeu, misalnya, memperoleh gaji Rp 90.505.000, sementara sebagai komisaris di PT Pertamina memperoleh gaji Rp 2,9 miliar setiap bulannya (RMOL[dot]id).

Lebih ironis lagi, meski dianggap tak lazim pejabat menerima gaji ganda di tengah kemiskinan dan pengangguran rakyatnya, sampai sekarang belum ada aturan yang melarang itu. Alhasil, kekayaan para pejabat bisa mencapai puluhan miliar rupiah. Itu untuk pejabat eselon 1 di lingkungan Kementerian Keuangan. Jelas, ini ironis di tengah kesusahan rakyat untuk sekadar mencari sesuap nasi di negeri ini.

- Kegagalan Sistemik -

Angka pengangguran yang sangat tinggi menunjukkan kegagalan sistemik di negeri ini. Tegasnya, hal paling utama yang menyebabkan tingkat pengangguran sangat tinggi adalah kesalahan penerapan sistem ekonomi di negeri ini, yakni sistem ekonomi Kapitalisme. Sistem ini terbukti hanya menciptakan ketimpangan ekonomi dan sosial. Ada penumpukan kekayaan pada segelintir orang. Bayangkan, menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), misalnya, sebanyak 48 persen dari 55,9 juta hektar lahan yang sudah bersertifikat dan terpetakan hanya dimiliki oleh 60 keluarga di Indonesia. Jika dipetakan, 48 persen dari 55,9 juta hektare atau seluas 26.832.000 hektare lahan itu atas nama Perseroan Terbatas (PT) (Tirto[dot]id).

Di sisi lain, negara malah fokus membiayai proyek tidak bermanfaat bagi rakyat, seperti IKN. Bahkan sejumlah proyek berbiaya besar hanya berujung mangkrak. Sebaliknya, negara abai untuk menyiapkan lapangan kerja bagi rakyatnya. Hal ini berujung pada tingkat pengangguran yang tinggi.

Negara pun gagal dalam menciptakan iklim usaha yang sehat. Sudah begitu, negara memberlakukan aneka pajak yang sangat tinggi. Akibatnya, banyak perusahaan terbebani. Belum lagi biaya produksi yang tinggi karena mahalnya harga bahan-bahan baku. Salah satunya karena dibebani pajak oleh negara. Pada akhirnya, harga produk-produk perusahaan dalam negeri kalah bersaing dengan barang-barang impor yang cenderung sangat murah, khususnya barang-barang dari Cina. Inilah yang mengakibatkan banyak perusahaan dalam negeri akhirnya bangkrut. Masuk akal jika kemudian terjadi PHK massal.

Apalagi sistem Kapitalisme sering menciptakan krisis ekonomi yang bersifat siklik (terjadi secara berkala) dan ketimpangan struktural. Saat krisis ekonomi terjadi, banyak perusahaan mengurangi jam operasi atau bahkan bangkrut yang juga berujung pada PHK massal.

Sistem ekonomi Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini juga sering menciptakan ketimpangan dalam pendidikan, pelatihan dan kesempatan kerja. Orang miskin sering sulit mengakses pekerjaan layak karena kurang modal dan keterampilan. Di sisi lain, pasar kerja dalam Kapitalisme cenderung sangat fleksibel. Para pekerja mudah dipecat kapan saja. Kondisi ini akan menciptakan ketidakstabilan pekerjaan dan sering menambah jumlah penganggur.

- Sistem Islam Sebagai Solusi -

Sistem pemerintahan Islam atau Khilafah Islam adalah sistem ideal untuk mengatur masyarakat berdasarkan hukum-hukum syariah Islam. Dalam konteks ekonomi, Khilafah Islam memiliki pendekatan khas untuk mengatasi pengangguran, yang berbeda dari sistem kapitalis atau sosialis.

Dalam pandangan Islam, bekerja bagi seorang laki-laki (suami/ayah) adalah sebuah kewajiban. Demikian sebagaimana firman Allah SWT:

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

…Kewajiban ayah untuk menanggung nafkah dan pakaian mereka secara layak… (TQS al-Baqarah [2]: 233).

Karena itu negara dalam sistem Islam wajib menyediakan lapangan kerja dan memberikan jaminan hidup bagi rakyatnya. Mengabaikan kewajiban berarti mengabaikan perintah Allah SWT yang terkategori perbuatan dosa.

Khalifah wajib menerapkan hukum Islam secara adil dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam hukum pidana, ekonomi, sosial dan pemerintahan. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:

وَأَنِ ٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ وَٱحۡذَرۡهُمۡ أَن يَفۡتِنُوكَ عَنۢ بَعۡضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ

Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka berdasarkan wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan kepada kamu… (TQS al-Maidah [5]: 49).

Dalam sistem pemerintahan Islam, Khalifah wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan tercukupi. Khalifah pun akan terus mendorong para pengusaha untuk membuka usaha yang mampu memberikan pekerjaan kepada rakyat. Khalifah juga akan melarang penumpukan kekayaan pada segelintir orang yang saat ini sering disebut dengan istilah oligarki. Hal ini didasarkan pada larangan Allah SWT dalam firman-Nya:

كَيۡ لَا يَكُونَ دُولَةَۢ بَيۡنَ ٱلۡأَغۡنِيَآءِ مِنكُمۡۚ

…Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian… (TQS al-Hasyr [59]: 7).

Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mampu menciptakan keadilan dalam distribusi kekayaan. Caranya dengan melarang sistem riba dan eksploitasi ekonomi. Cara lainnya adalah dengan mengatur kepemilikan (individu, negara dan umum) agar kekayaan tidak menumpuk pada segelintir orang. Khilafah, misalnya, akan melarang keras penguasaan lahan-lahan tambang (minyak, gas, mineral, batubara, emas, perak, nikel dll) yang menguasai hajat hidup orang banyak oleh individu/swasta apalagi pihak asing. Sebabnya, sumberd aya alam strategis itu adalah milik umum. Haram diprivatisasi. Ini sejalan dengan kebijakan Rasulullah saw. yang pernah melarang Sahabat Abyadh bin Hammal ra. untuk menguasai tambang garam yang depositnya melimpah yang ada di daerah Ma’rib (HR Ibnu Majah).

Negara pun akan melarang praktik-praktik ekonomi yang merugikan rakyat seperti monopoli, penimbunan barang, kartel dan riba. Dengan cara ini, peluang usaha tersebar lebih luas dan adil bagi seluruh rakyat.

Dengan berbagai potensi yang dimiliki, sistem Islam akan mampu menjadikan negara sebagai negara industri. Dengan itu berbagai lapangan kerja akan terbuka bagi seluruh rakyatnya. Khilafah akan mengelola kekayaan alam dan aset negara untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan korporasi atau individu, apalagi pihak asing. Hasilnya digunakan untuk pembiayaan kebutuhan dasar rakyat seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

Dalam sistem Islam, negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi setiap laki-laki yang mampu bekerja. Negara juga mendorong rakyat untuk bekerja melalui pengolahan lahan mati (ihyâ' al-mawât), pengembangan industri dan jasa. Jika seseorang tidak mendapatkan pekerjaan, negara wajib memberikan bantuan hingga ia mendapatkan pekerjaan.

Selain menyelesaikan masalah pengangguran, negara dalam sistem Islam juga wajib menjamin kebutuhan pokok seluruh rakyatnya. Negara pun wajib menjamin pelayanan umum seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan transportasi. Melalui Baitul Mal, negara mengelola pemasukan zakat, jizyah, kharaj, fa’i, ghanîmah dan pendapatan dari kepemilikan umum. Negara akan memberikan bantuan langsung kepada fakir-miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri atau dari keluarga. Negara pun akan meniadakan pajak.

Khalifah dalam sistem pemerintahan Islam bukan sekadar penguasa. Ia adalah pelayan umat yang wajib menjamin kesejahteraan mereka. Sebagai pemimpin, Khalifah akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw.:

الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, penting bagi pemimpin negeri ini untuk menyadari betapa sistem ekonomi Kapitalisme telah gagal memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Kegagalan sistemik ini harus dihentikan. Caranya, hapus sistem ekonomi Kapitalisme dan terapkan sistem ekonomi Islam yang datang dari Allah Yang Mahaadil.

Hanya sistem Islam yang akan bisa mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Saatnya negeri ini menerapkan sistem Islam atas dasar keimanan dan ketakwaan yang pasti akan mendatangkan keberkahan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT:

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ

Jika saja penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itu Kami pun menyiksa mereka disebabkan oleh perbuatan mereka itu (TQS al-A’raf [7]: 96).

WalLâhu a’lam bi shawâb. []

---*---

Hikmah:

Allah SWT berfirman:

وَلۡيَخۡشَ ٱلَّذِينَ لَوۡ تَرَكُواْ مِنۡ خَلۡفِهِمۡ ذُرِّيَّةً ضِعَٰفًا خَافُواْ عَلَيۡهِمۡ فَلۡيَتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡيَقُولُواْ قَوۡلًا سَدِيدًا

Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (TQS an-Nisa’ [4]: 9).

---*---

- UPDATE GAZA untuk bulletin Kaffah -

/ JANGAN LUPAKAN GENOSIDA GAZA /

Lembaga Pertahanan Sipil Gaza menyatakan bahwa serangan udara Israel telah menewaskan sedikitnya 27 warga Palestina pada hari ini, termasuk 10 orang di dekat titik distribusi air.
Sumber: Al Jazeera 13 Juli 2025

Pasukan Israel terus melakukan penghancuran rumah-rumah warga Palestina di kamp pengungsi Tulkarem di Tepi Barat yang diduduki, menurut laporan kantor berita Wafa.
Sumber: Al Jazeera (mengutip Wafa News Agency) 13 Juli 2025

Sedikitnya 10 warga Palestina tewas pada hari Jumat saat sedang menunggu jatah makanan di Gaza, menambah jumlah hampir 800 pembunuhan serupa selama enam pekan terakhir, menurut PBB, sementara Israel terus melancarkan serangan di seluruh wilayah kantong tersebut.
Sumber: Al Jazeera, dipublikasikan 12 Juli 2025

TOTAL KORBAN sejak 7 Oktober 2023

Korban terbunuh : lebih dari 58.000 kematian
Korban luka: Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan sekitar 138.500 orang luka-luka
Reruntuhan layanan kesehatan:
• Sekitar 80 % fasilitas kesehatan di Gaza mengalami kerusakan sebagian atau total
• Dari 35 rumah sakit, hanya 12 yang masih beroperasi sebagian, dan dari 72 pusat layanan kesehatan primer, 51 sudah tutup
• Sekitar 120 ambulans dinyatakan rusak atau hancur
• 374 tenaga medis (dokter, perawat, dll.) tewas dalam konflik

Sumber: Buletin Kaffah Edisi 402, 22 Muharram 1447 H/18 Juli 2025







—————————
Silakan bagikan dengan mencantumkan sumber Puan Riau Bersyariah - Saatnya Muslimah Cerdas Politik
——————————
Follow kami di
Facebook:
Instagram:
Channel Telegram:
https://t.me/puanriaubersyariah
Saluran Whatsapp:
https://whatsapp.com/channel/0029VaigCsf3wtbFPeJ7fL1C
—————————

Address

Riau

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Puan Riau Bersyariah posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share