13/04/2025
Keinginan adalah Penderitaan, Namun Tanpa Keinginan Tidak Ada Kemajuan
Paradoks seringkali membuat kita bingung. Kalimat seperti “keinginan adalah penderitaan, tetapi tanpa keinginan tidak ada kemajuan” tampak kontradiktif. Di satu sisi, kita diajarkan untuk melepaskan keinginan karena ia menjadi sumber penderitaan. Di sisi lain, keinginan adalah penggerak utama kemajuan, baik pribadi maupun kolektif.
Tapi sesungguhnya, ini bukan dua kutub yang saling bertentangan. Seorang yang tercerahkan tidak menolak paradoks, tapi menyatukannya dalam satu kesatuan yang utuh. Di sinilah keindahan pemahaman sejati muncul: paradoks bukan untuk dipecahkan, tetapi untuk dipeluk dan dilampaui.
Keinginan sebagai Penderitaan
Dalam banyak ajaran spiritual, terutama Buddhisme, keinginan (tanhā) disebut sebagai akar penderitaan (dukkha). Mengapa?
Karena keinginan seringkali berakar pada kekosongan, ketidakpuasan, dan ilusi akan "kebahagiaan yang belum dimiliki". Pikiran mengejar, merindukan, dan terus membandingkan. Dalam pengejaran itu, hadir kegelisahan. Saat tercapai, muncul ketakutan kehilangan. Dan saat tak tercapai, timbul kekecewaan. Inilah lingkaran penderitaan.
Keinginan sebagai Gerak Maju
Namun, tanpa dorongan untuk berubah, berkembang, mencari, memahami — kita stagnan. Dunia ini bergerak karena ada dorongan: keinginan untuk mencipta, menyembuhkan, menolong, dan menemukan. Banyak pencapaian besar dalam peradaban lahir dari keinginan. Bahkan pencarian spiritual pun lahir dari keinginan untuk memahami kebenaran.
Paradoks Ini Menjadi Satu Saat Ada Kesadaran
Kuncinya bukan pada keinginannya, tetapi pada cara kita bersikap terhadap keinginan itu.
Bukan menghapus keinginan, melainkan mengubah kualitas keinginan itu.
> Seorang yang tercerahkan tidak menolak keinginan, tetapi tidak diperbudak olehnya.
Ketika kita mengamati keinginan dengan jernih, tanpa dilekati, ia tidak lagi membawa penderitaan. Ia menjadi dorongan alami, seperti angin mendorong layar kapal — bukan badai yang menghancurkan perahu.
Kita bisa memiliki keinginan, tapi tidak menaruh identitas kita di dalamnya. Kita bisa melangkah menuju cita-cita, namun tetap damai dalam ketidaktahuan apakah itu akan tercapai. Itulah keinginan yang tidak membawa penderitaan.
Keinginan Tercerahkan: Jalan Tengah
Inilah jalan tengah: bukan menolak dunia dan bukan melekat padanya. Bukan mematikan dorongan hidup, tapi menghidupinya dengan sadar.
Keinginan tercerahkan adalah:
Keinginan yang muncul dari cinta, bukan kekurangan.
Keinginan yang mendorong tindakan, tapi tidak menuntut hasil.
Keinginan yang hadir dalam keutuhan, bukan sebagai penambal lubang jiwa.
Penutup: Dari Paradoks ke Kesatuan
Paradoks “keinginan adalah penderitaan tapi juga kunci kemajuan” hanya terasa bertentangan selama kita melihat dunia dalam dua sisi yang terpisah. Namun dalam terang kesadaran, keduanya menyatu:
> Keinginan adalah penderitaan jika kita tidak sadar,
tetapi keinginan adalah berkah jika kita hadir sepenuhnya bersama keinginan itu, tanpa dilekati olehnya.
Dengan begitu, kita tidak perlu memilih antara hidup tanpa keinginan atau hidup dalam penderitaan. Kita hanya perlu hidup dengan kesadaran penuh, di mana keinginan menjadi sahabat dalam perjalanan, bukan tuan yang menyiksa.