08/09/2025
Kelahiran Santa Perawan Maria
Gereja Katolik merayakan kelahiran Santa Perawan Maria pada 8 September, sebuah pesta yang unik karena biasanya liturgi lebih menekankan pada hari wafat para kudus. Maria menjadi pengecualian, bersama Yohanes Pembaptis dan Yesus Kristus sendiri, sebab kelahiran mereka sudah sejak awal ditandai dengan rahmat istimewa dalam rencana keselamatan.
Dalam tradisi, kelahiran Maria dipahami sebagai permulaan nyata dari penggenapan janji keselamatan. Orang tua Maria, yaitu Santo Yoakim dan Santa Anna, disebut dalam tradisi apokrif Protoevangelium Yakobus. Meskipun Kitab Suci tidak mencatat peristiwa ini secara eksplisit, Gereja menghormati momen kelahiran Maria sebagai titik terang setelah kegelapan dosa asal. Ia dilahirkan tanpa noda dosa asal (dogma Immaculata Conceptio), sehingga kelahirannya adalah tanda s**acita: dunia menyambut pribadi yang akan melahirkan Sang Penebus.
Catatan Apologetik terhadap Keberatan Protestan
Banyak kelompok Protestan menolak perayaan kelahiran Maria dengan alasan “tidak Alkitabiah.” Mari kita telaah beberapa keberatan umum dan tanggapan Katoliknya:
Keberatan: “Alkitab tidak mencatat kelahiran Maria, jadi tidak perlu dirayakan.”
Tanggapan: Alkitab juga tidak mencatat kelahiran sebagian besar rasul, namun umat Protestan tetap menghormati tokoh-tokoh mereka lewat peringatan. Fakta bahwa Kitab Suci tidak menyebutkan suatu peristiwa tidak berarti peristiwa itu tidak layak dirayakan. Gereja adalah “tiang penopang dan dasar kebenaran” (1 Tim 3:15), sehingga Tradisi Suci juga sah menjadi sumber iman.
Keberatan: “Memuliakan Maria berarti mengalihkan kemuliaan Allah.”
Tanggapan: Merayakan kelahiran Maria bukanlah pemujaan (latria), melainkan penghormatan (dulia). Sukacita atas kelahiran Maria sejatinya berpusat pada karya Allah yang menciptakan dan menguduskan dia sejak dalam kandungan. Dengan kata lain, Maria dirayakan bukan sebagai pusat, tetapi sebagai tanda karya Allah.
Keberatan: “Dogma Maria dikembangkan belakangan, tidak ada di gereja mula-mula.”
Tanggapan: Doktrin berkembang seiring waktu, bukan berubah. Konsili Efesus (431) meneguhkan Maria sebagai Theotokos (Bunda Allah), jauh sebelum perpecahan Barat-Timur, apalagi Reformasi. Perayaan kelahiran Maria sudah muncul dalam liturgi Gereja Timur sejak abad ke-6, lalu diterima di Barat pada abad ke-7. Jadi, ini bukan inovasi belakangan, melainkan warisan Gereja purba.
Inti Apologetik
Kelahiran Maria adalah tanda bahwa Allah menyiapkan jalan keselamatan dengan cara manusiawi: lewat seorang ibu. Menolak kelahiran Maria berarti menutup mata terhadap misteri inkarnasi, seolah Kristus datang “tanpa rahim, tanpa sejarah, tanpa tubuh.” Apologetik Katolik menegaskan: merayakan kelahiran Maria berarti memuliakan Kristus yang sungguh-sungguh lahir dari rahim seorang perempuan, bukan sekadar turun dari langit tanpa silsilah.
Perayaan ini bukan sekadar devosi sentimental, melainkan deklarasi teologis: Allah setia pada janji-Nya, dan kelahiran seorang gadis dari Nazaret adalah bagian integral dari rencana penebusan dunia.