14/12/2025
DI/TII atau NII tidak pernah memberontak kepada Republik Indonesia, apalagi mendirikan “negara dalam negara”. Faktanya, RI sudah runtuh secara de facto sejak Agresi Militer Belanda II, Januari 1949. Sukarno–Hatta ditawan, pemerintahan lumpuh, dan kedaulatan hilang—sebuah kondisi vacuum of power dalam hukum ketatanegaraan.
NII diproklamasikan 7 Agustus 1949, tujuh bulan setelah kekosongan kekuasaan itu terjadi. Artinya, NII lahir bukan saat RI berdaulat, melainkan ketika RI tidak lagi berfungsi sebagai negara. Menyebutnya “pemberontakan” terhadap RI menjadi tidak relevan secara historis maupun yuridis.
Dalih bahwa PDRI melanjutkan RI juga bermasalah. Syafruddin Prawiranegara tidak menerima mandat resmi dari Sukarno, dan tidak ada pengembalian mandat secara formal. Lebih jauh, hasil KMB 27 Desember 1949 justru melahirkan Republik Indonesia Serikat (RIS)—negara federal hasil kompromi internasional. Sukarno adalah Presiden RIS, sementara RI hanya menjadi negara bagian dengan Presiden Mr. Asaat.
Jika ada perlawanan, itu ditujukan kepada RIS dan APRIS, yang merupakan kelanjutan struktur kolonial Belanda—bukan kepada RI 17 Agustus 1945. Karena itu, menolak RIS adalah sikap politik anti-penjajahan, bukan pengkhianatan terhadap kemerdekaan.