Biet Story

Biet Story ☑️MOTIVASI
☑️QUOTES
☑️AI PICTURE
(7)

Judul: Hantu Penumpang BelakangTidak semua bangku kosong itu betul-betul kosong...Bab 1: Penumpang Tak TerlihatPak Harun...
26/05/2025

Judul: Hantu Penumpang Belakang

Tidak semua bangku kosong itu betul-betul kosong...

Bab 1: Penumpang Tak Terlihat
Pak Harun adalah sopir angkot jurusan terminal–pasar yang biasa beroperasi hingga malam. Malam itu, hujan turun deras. Jalanan sepi. Ia memutuskan untuk menarik penumpang satu putaran terakhir sebelum p**ang.
Di pertigaan dekat kuburan lama, ia menoleh lewat kaca spion—dan hatinya mencelos.
Ada bayangan duduk di bangku paling belakang. Seorang wanita berambut panjang, menunduk. Padahal ia yakin tadi tak ada yang naik. Tak ada suara pintu dibuka, tak ada suara salam.
"Bu, mau turun di mana?" tanyanya, berusaha tenang.
Tidak ada jawaban. Saat ia kembali menoleh ke belakang... bangku itu kosong.

Bab 2: Cerita Sesama Sopir
Di pangkalan keesokan harinya, Pak Harun menceritakan pengalamannya pada rekan-rekan sopir.
Pak Warto, sopir paling senior, mengangguk pelan.
"Itu bukan pertama kalinya, Harun. Banyak yang lihat dia. Tapi jangan pernah berhenti di tempat dia minta turun…"
“Kenapa?” tanya Pak Harun.
“Karena yang berhenti, gak pernah sampai rumah.”
Diam sejenak menyelimuti pangkalan. Hujan kembali turun rintik-rintik—seolah mengingatkan sesuatu yang belum selesai.

Bab 3: Jangan Lihat ke Belakang
Beberapa malam kemudian, Pak Harun kembali menarik angkot. Sekitar jam sebelas, ia melewati tempat biasa. Lagi-lagi, suara samar terdengar di belakang:
"Bang… turun di tikungan ya..."
Tapi saat ia menoleh ke spion, tak ada siapa-siapa. Suara itu hanya bergema di telinganya.
Ingat pesan Pak Warto, ia mengabaikan suara itu. Tapi tak lama, spionnya retak sendiri. Udara di dalam angkot terasa dingin.
Lalu suara itu terdengar lebih dekat, lebih dingin:
"Kenapa gak pernah mau berhenti…?"
Pak Harun melihat ke spion yang pecah—dan matanya membelalak. Di kursi belakang, kini si wanita duduk menghadap ke depan, menatapnya langsung… tanpa mata.

Bab 4: Tumpangan Terakhir
Besok paginya, angkot Pak Harun ditemukan di pinggir jurang, mesinnya mati, pintu terbuka, tapi tidak ada Pak Harun.
Di kursi belakang, hanya tertinggal jaketnya—dan bercak lumpur berbentuk dua telapak kaki... yang mengarah ke luar jendela.
Sejak itu, beberapa sopir lain mulai menghindari rute itu selepas jam sepuluh malam. Tapi kadang, penumpang di pasar tetap bercerita:
“Tadi saya naik angkot kosong... tapi kok terasa ada yang duduk di belakang, ya?”

Judul: Hantu Penjaga JembatanBab 1: Jembatan Tua dan Cerita LamaDi desa Ciburang, ada sebuah jembatan tua yang membentan...
24/05/2025

Judul: Hantu Penjaga Jembatan

Bab 1: Jembatan Tua dan Cerita Lama
Di desa Ciburang, ada sebuah jembatan tua yang membentang di atas sungai berkabut. Jembatan itu terlihat biasa di siang hari, namun menjadi tempat yang dihindari setelah matahari terbenam. Konon, setiap malam Jumat, muncul sosok berjubah hitam di tengah jembatan. Ia berdiri diam, lalu melambai pada siapa pun yang lewat—menawarkan tumpangan.
Penduduk menyebutnya “Penjaga Jembatan”. Katanya, jika kau menerima ajakannya, kau akan dibawa ke dunia lain… dan takkan pernah kembali.

Bab 2: Malam yang Salah untuk Lewat
Rehan, pemuda kota yang sedang penelitian tentang legenda desa, tak percaya takhayul. Ia memutuskan untuk menginap di desa dan membuktikan semuanya. Tepat malam Jumat, ia berjalan melintasi jembatan, membawa kamera dan senter.
Tepat di tengah jembatan, kabut turun dengan cepat. Dari ujung jembatan, muncul sosok berjubah hitam. Wajahnya tertutup kerudung gelap. Ia melambai… dan bicara dengan suara berat namun tenang:
"Kau tersesat… atau ingin dijemput?"
Rehan tertawa gugup dan berkata bahwa ia hanya lewat. Sosok itu melangkah lebih dekat.

Bab 3: Tiket ke Dunia yang Lain
Rehan mencoba memotret, tapi kamera mati. Senter berkedip. Sosok itu menunjuk ke kursi tua di belakangnya yang entah sejak kapan ada. “Hanya yang haus jawaban akan duduk,” ucapnya.
Rehan, terdorong rasa penasaran, duduk.
Dalam sekejap, jembatan lenyap. Ia kini berada di dunia kelam, berisi jembatan-jembatan lain… dan orang-orang yang duduk diam menatap ke seberang, wajahnya kosong, seperti menunggu giliran p**ang—yang tak pernah datang.
Sosok berjubah berdiri di belakangnya. "Kau sudah mengambil tempat. Tak ada jalan mundur."

Bab 4: Kembali yang Tak Pernah Selesai
Keesokan harinya, warga menemukan tas dan sepatu Rehan di tengah jembatan. Tapi tidak ada jejak tubuhnya.
Sejak malam itu, sosok berjubah terlihat tidak hanya berdiri—tapi juga berjalan… seolah mengantar seseorang ke tempat duduk.
Kini, legenda berubah. Orang bilang, Penjaga Jembatan tak lagi sendiri.
Dan jika kau melintas malam Jumat… dua sosok akan melambai.
Satu ingin tahu siapa yang berikutnya. Satunya… masih penasaran, kenapa ia pernah duduk.

Judul: Surat dari Masa DepanBab 1: Surat PertamaRaka, anak laki-laki berusia 12 tahun, tinggal bersama kedua orang tuany...
23/05/2025

Judul: Surat dari Masa Depan

Bab 1: Surat Pertama
Raka, anak laki-laki berusia 12 tahun, tinggal bersama kedua orang tuanya di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Hidupnya tenang sampai suatu pagi ia menemukan sebuah surat di dalam laci mejanya—padahal ia yakin tidak pernah menaruh apa pun di sana.
Tulisan di surat itu aneh: tulis tangan seperti miliknya, tapi dengan gaya yang lebih dewasa.
“Raka, jangan biarkan Ayah berangkat kerja hari ini. Tolong percaya padaku. Aku tahu ini aneh, tapi ini penting. – Dari Kamu, 10 Tahun Lagi.”
Raka menganggapnya lelucon… sampai sore harinya, mereka menerima kabar: Ayah mengalami kecelakaan lalu lintas dan kritis.

Bab 2: Percobaan Kedua
Seminggu berlalu. Ayah akhirnya selamat, tapi masih di rumah sakit. Raka mulai merasa gelisah. Lalu datang surat kedua.
“Ibu akan menjemput Ayah hari Rabu. Jangan biarkan dia melewati jalan tol. Ada truk rem blong.”
Kali ini, Raka mengikuti isi surat. Ia pura-pura demam dan memohon agar sang Ibu menunda. Ibu kesal, tapi menuruti. Sore itu, berita di TV melaporkan kecelakaan di tol yang menewaskan dua orang. Salah satunya adalah nama supir taksi langganan Ibu.
Raka mulai sadar: surat itu nyata.

Bab 3: Harga Waktu
Surat-surat berikutnya datang makin sering. Setiap kali ada potensi bahaya, surat akan muncul, kadang di dalam buku, kadang tergelincir di bawah pintu.
Raka makin tertekan. Ia jadi takut tidur, takut lengah. Ia menyadari sesuatu: tidak peduli berapa kali ia mencegah, selalu ada bahaya baru yang muncul.
Dalam surat paling panjang, masa depan dirinya menulis:
“Aku sudah mencoba ratusan kali. Setiap kali aku menyelamatkan mereka, kematian datang dalam bentuk lain. Seolah takdir sedang mengejar. Tapi jika kamu terus bertahan, ada satu cara terakhir…”

Bab 4: Jalan Terakhir
Surat terakhir datang pada ulang tahun Raka ke-13.
“Kamu harus menghancurkan jam tua di loteng. Itu bukan sekadar hiasan. Itu portal ke celah waktu, dan semua ini dimulai saat Ibu membelinya dari pasar barang antik.”
Raka naik ke loteng. Jam tua itu berdiri, berdetak pelan—tak pernah dilirik sebelumnya. Ia mengangkat palu besi, dan dengan air mata bercucuran, menghancurkannya.
Saat jam pecah, semua terasa diam. Esok harinya, tak ada surat. Tak ada kejadian buruk. Orang tuanya sehat, tertawa seperti biasa.
Raka masih menyimpan satu lembar surat terakhir… kosong. Tapi di pojok bawahnya tertulis:
“Terima kasih, karena kamu, aku akhirnya bisa berhenti menulis.”

Judul: Bayangan di Balik Cermin TuaBab 1: Warisan dari Masa LaluSetelah neneknya wafat, Arga—anak laki-laki berusia 10 t...
22/05/2025

Judul: Bayangan di Balik Cermin Tua

Bab 1: Warisan dari Masa Lalu
Setelah neneknya wafat, Arga—anak laki-laki berusia 10 tahun—ikut orang tuanya membersihkan rumah lama nenek di desa. Di salah satu kamar, ia menemukan cermin tua besar, berbingkai ukiran kayu gelap yang tampak seperti akar menjulur.
Ibunya bilang cermin itu warisan nenek, dan bisa dibawa p**ang jika mau. Arga senang, karena sejak kecil ia s**a menatap bayangannya sendiri.
Namun, malam pertama cermin itu di rumah mereka, Arga memperhatikan sesuatu yang aneh…
Bayangannya di dalam cermin tak mengikuti gerakannya.

Bab 2: Bayangan yang Hidup
Awalnya ia pikir matanya salah lihat. Tapi semakin lama diperhatikan, bayangan itu memang berbeda. Saat Arga mengangkat tangan—bayangan diam. Saat ia diam, bayangan menoleh.
Suatu malam, bayangan itu tersenyum duluan, sebelum Arga sempat tersenyum.
Ia mencoba bilang ke orang tuanya, tapi mereka hanya menganggap Arga terlalu banyak nonton film horor.

Bab 3: Pesan dari Nenek
Pada suatu malam, Arga bermimpi. Dalam mimpinya, neneknya duduk di kursi goyang, memandang cermin itu dengan sorot sedih.
“Cermin itu bukan untuk diwariskan, Ga... Itu penjara. Penjara roh yang dulu pernah membuat perjanjian denganku. Jangan sampai ia bebas.”
Saat Arga terbangun, cermin itu berembun dari dalam. Dan di tengah embun, tergurat tulisan:
“MAIN DENGANKU.”

Bab 4: Di Balik Cermin
Ketakutan, Arga mencoba menutupi cermin dengan kain. Tapi kain itu selalu terlepas saat ia kembali. Suatu malam, suara seperti bisikan muncul dari balik kaca:
“Di sini lebih seru, Ga... Di sini, kamu bisa selamanya bermain...”
Dan tiba-tiba, tangannya terangkat sendiri, bergerak ke arah cermin—seolah ditarik. Wajahnya mendekat… dan dari dalam kaca, bayangannya tersenyum bengkok.
Dalam sekejap, Arga menghilang. Yang tersisa hanya cermin tua, berdiri diam, dan bayangan di dalamnya yang masih tersenyum...

Epilog: Cermin Warisan
Saat orang tua Arga mencari, mereka hanya menemukan cermin kosong—tanpa bayangan siapa pun di dalamnya.
Hingga suatu hari, adik sepupu Arga datang berkunjung dan berkata:
“Aneh ya, kok tadi aku lihat Arga dari dalam cermin... Tapi dia enggak di rumah?”
“Bayangan di Balik Cermin Tua”
Jangan percaya apa yang kau lihat di kaca.
Kadang, bukan kamu yang sedang bercermin.

Judul: Desa Tanpa BayanganBab 1: Perjalanan ke Ujung PetaGilang, seorang penulis muda yang gemar menjelajah tempat-tempa...
21/05/2025

Judul: Desa Tanpa Bayangan

Bab 1: Perjalanan ke Ujung Peta
Gilang, seorang penulis muda yang gemar menjelajah tempat-tempat aneh untuk inspirasinya, menemukan sebuah catatan tua dalam buku perpustakaan: “Desa di ujung barat yang tak punya bayangan.”
Dengan rasa penasaran, ia melakukan perjalanan menuju desa yang bahkan tak tercantum di peta digital—Desa Taruksa. Perjalanan ke sana harus ditempuh dengan mobil hingga ujung jalan aspal, lalu berjalan kaki melintasi hutan berkabut.
Saat ia tiba, hal pertama yang disadarinya adalah… tidak ada bayangan. Bahkan ketika matahari bersinar terik dari atas, tidak satu pun benda, manusia, atau pohon yang memiliki bayangan.

Bab 2: Warga yang Terlalu Ramah
Penduduk desa menyambut Gilang dengan ramah. Terlalu ramah. Semua tersenyum, menawarkan makanan, dan meminta Gilang untuk "beristirahat selamanya" di sana.
Namun, yang paling membuatnya tak nyaman adalah tatapan mereka—kosong, dan menatap lurus ke matahari tanpa berkedip. Gilang menyadari sesuatu saat ia hendak mencuci muka: ia masih memiliki bayangan.
Seorang anak kecil menarik lengannya dan berbisik, "Sembunyikan bayanganmu, Kak. Mereka tidak s**a yang berbeda."

Bab 3: Rahasia di Balik Cermin
Gilang bersembunyi di sebuah rumah kosong. Di dalamnya ia menemukan cermin tua, dan di balik pantulannya… tampak versi lain dari desa itu—gelap, penuh bayangan mengerikan. Ia melihat bayangannya sendiri bergerak sendiri di dalam cermin, seolah meminta bantuan.
Cermin itu ternyata adalah pintu penghubung antara dunia nyata dan dunia bayangan yang dulu milik penduduk desa. Dulu, para penduduk melakukan ritual terlarang untuk menghilangkan bayangan—yang dipercaya menyimpan sisi gelap manusia.
Namun ternyata, bayangan mereka tidak menghilang… mereka terperangkap. Dan kini, mereka ingin kembali.

Bab 4: Saat Bayangan Menggugat
Ketika malam tiba, dan cahaya bulan mulai menyinari desa, Gilang melihat bayangan mulai muncul kembali… bukan di tanah, tapi merayap di dinding, merangkak di langit-langit, mencakar balik ke tubuh masing-masing.
Para warga menjerit—seolah kesakitan, seolah ditelan oleh sesuatu yang selama ini mereka kubur.
Gilang berlari keluar desa, dikejar oleh suara-suara gemuruh dari dalam rumah-rumah. Saat ia menengok ke belakang, desa itu lenyap. Hanya tersisa hamparan tanah kosong… dan satu cermin berdiri di tengah, menatap ke arahnya.

Epilog: Tidak Semua Bayangan Harus Dihilangkan
Gilang menulis buku berjudul "Desa Tanpa Bayangan", tapi setiap kali hendak mencetaknya… bayangannya sendiri muncul di layar laptop dan menghapusnya.
Karena tidak semua cerita ingin dibagikan.
Karena tidak semua bayangan ingin ditemukan kembali.

JUDUL : PENGHUNI KAMAR KOS NOMOR 13Setiap penghuni kamar itu menghilang… dan ternyata kamar itu tidak pernah terdaftar d...
20/05/2025

JUDUL : PENGHUNI KAMAR KOS NOMOR 13

Setiap penghuni kamar itu menghilang… dan ternyata kamar itu tidak pernah terdaftar di data pemilik kos.

Bab 1: Kamar Kos yang Tidak Ada
Kos Bu Ratna adalah kosan tua di pinggir kota, berdiri sejak zaman Belanda. Berderet kamar dari nomor 1 hingga 14, tampak biasa… kecuali satu: Kamar nomor 13. Letaknya di ujung lorong, pojok paling sunyi.
Namun anehnya, dalam catatan Bu Ratna, kamar itu tidak pernah terdaftar. Ia bersikeras hanya memiliki 13 kamar—dengan nomor terakhir adalah 14.
Setiap beberapa bulan, ada saja orang yang menyewa kamar 13. Mereka mengaku ditunjukkan kamar itu oleh penjaga malam, Pak Iwan. Tapi Bu Ratna selalu terkejut, karena Pak Iwan telah meninggal 3 tahun lalu.
Dan yang paling mengerikan: setiap penghuni kamar 13 selalu menghilang. Tanpa jejak. Tanpa kabar.

Bab 2: Pendatang Baru
Adalah Gita, mahasiswi semester akhir, yang mencari kos baru karena kos lamanya terbakar. Ia tak sengaja menemukan Kos Bu Ratna lewat internet. Aneh, tapi menarik.
Saat datang malam hari, ia disambut seorang pria tua yang memperkenalkan diri sebagai Pak Iwan. Ia ramah, menunjuk langsung kamar 13.
“Tenang aja, kamar ini nyaman… tidak banyak yang bisa ganggu,” katanya sambil tersenyum miring.
Keesokan paginya, Gita turun dan memperkenalkan diri ke Bu Ratna. Tapi saat ia menyebut nomor kamarnya, Bu Ratna menegang.
“Kamar 13? Tidak ada kamar 13, Nak. Siapa yang kasih kamu kunci itu?”

Bab 3: Lorong yang Tak Pernah Ada
Saat Gita berusaha menunjukkan letak kamar 13, lorong tempat kamar itu berada… hilang. Dinding batu tertutup rapat seakan tak pernah ada pintu atau ruangan di sana.
Barang-barang Gita—yang ia letakkan di kamar semalam—tak bisa ditemukan.
Seminggu kemudian, berita lokal melaporkan seorang mahasiswi hilang tanpa jejak.

Bab 4: Misteri Abadi
Beberapa warga sekitar percaya kamar 13 adalah lorong waktu. Ada yang bilang itu portal ke dunia lain. Ada p**a yang meyakini itu tempat roh penasaran tinggal, terus menjerat jiwa-jiwa baru agar tidak kesepian.
Satu hal yang pasti:
Jika kau menemukan kamar kos nomor 13… jangan pernah masuk.
Karena kau mungkin tidak akan pernah keluar.

" GORENGAN SAKTI "
19/05/2025

" GORENGAN SAKTI "

" BUBUR ANTI-GALAU "
18/05/2025

" BUBUR ANTI-GALAU "

" WARUNG NASI KUCING "
17/05/2025

" WARUNG NASI KUCING "

" MIE AYAM BANG JOKO "
16/05/2025

" MIE AYAM BANG JOKO "

" SATE AYAM MOVE ON "
16/05/2025

" SATE AYAM MOVE ON "

" TAHU BULAT YANG S**A NYANYI "
16/05/2025

" TAHU BULAT YANG S**A NYANYI "

Address

Jalan Merdeka RT/RW 015/002 Serasan Jaya
Sekayu
30711

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Biet Story posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Biet Story:

Share