
26/05/2025
Judul: Hantu Penumpang Belakang
Tidak semua bangku kosong itu betul-betul kosong...
Bab 1: Penumpang Tak Terlihat
Pak Harun adalah sopir angkot jurusan terminal–pasar yang biasa beroperasi hingga malam. Malam itu, hujan turun deras. Jalanan sepi. Ia memutuskan untuk menarik penumpang satu putaran terakhir sebelum p**ang.
Di pertigaan dekat kuburan lama, ia menoleh lewat kaca spion—dan hatinya mencelos.
Ada bayangan duduk di bangku paling belakang. Seorang wanita berambut panjang, menunduk. Padahal ia yakin tadi tak ada yang naik. Tak ada suara pintu dibuka, tak ada suara salam.
"Bu, mau turun di mana?" tanyanya, berusaha tenang.
Tidak ada jawaban. Saat ia kembali menoleh ke belakang... bangku itu kosong.
Bab 2: Cerita Sesama Sopir
Di pangkalan keesokan harinya, Pak Harun menceritakan pengalamannya pada rekan-rekan sopir.
Pak Warto, sopir paling senior, mengangguk pelan.
"Itu bukan pertama kalinya, Harun. Banyak yang lihat dia. Tapi jangan pernah berhenti di tempat dia minta turun…"
“Kenapa?” tanya Pak Harun.
“Karena yang berhenti, gak pernah sampai rumah.”
Diam sejenak menyelimuti pangkalan. Hujan kembali turun rintik-rintik—seolah mengingatkan sesuatu yang belum selesai.
Bab 3: Jangan Lihat ke Belakang
Beberapa malam kemudian, Pak Harun kembali menarik angkot. Sekitar jam sebelas, ia melewati tempat biasa. Lagi-lagi, suara samar terdengar di belakang:
"Bang… turun di tikungan ya..."
Tapi saat ia menoleh ke spion, tak ada siapa-siapa. Suara itu hanya bergema di telinganya.
Ingat pesan Pak Warto, ia mengabaikan suara itu. Tapi tak lama, spionnya retak sendiri. Udara di dalam angkot terasa dingin.
Lalu suara itu terdengar lebih dekat, lebih dingin:
"Kenapa gak pernah mau berhenti…?"
Pak Harun melihat ke spion yang pecah—dan matanya membelalak. Di kursi belakang, kini si wanita duduk menghadap ke depan, menatapnya langsung… tanpa mata.
Bab 4: Tumpangan Terakhir
Besok paginya, angkot Pak Harun ditemukan di pinggir jurang, mesinnya mati, pintu terbuka, tapi tidak ada Pak Harun.
Di kursi belakang, hanya tertinggal jaketnya—dan bercak lumpur berbentuk dua telapak kaki... yang mengarah ke luar jendela.
Sejak itu, beberapa sopir lain mulai menghindari rute itu selepas jam sepuluh malam. Tapi kadang, penumpang di pasar tetap bercerita:
“Tadi saya naik angkot kosong... tapi kok terasa ada yang duduk di belakang, ya?”