04/08/2025
Mulai 1 Agustus 2025, Pemerintah Indonesia resmi memberlakukan tiga peraturan perpajakan baru terkait aset kripto:
1. PMK 50/2025 – Mengatur PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto.
2. PMK 53/2025 – Mengubah ketentuan dasar pengenaan pajak dan besaran PPN tertentu.
3. PMK 54/2025 – Menyesuaikan ketentuan perpajakan dalam Sistem Inti Administrasi Perpajakan.
Ketiga PMK ini diterbitkan sebagai respons atas perubahan status aset kripto yang, sesuai UU P2SK dan ketentuan OJK, kini dikategorikan sebagai aset keuangan digital yang dipersamakan dengan surat berharga, bukan lagi komoditas. Akibatnya, PPN atas penyerahan aset kripto dihapuskan.
Poin-poin penting pengaturan:
PPN tidak lagi dikenakan atas penyerahan aset kripto karena dipersamakan dengan surat berharga.
PPh Final Pasal 22 tetap dikenakan, dengan tarif:
0,21% jika transaksi dilakukan melalui PPMSE Dalam Negeri.
1% jika melalui PPMSE Luar Negeri.
PPN dan PPh tetap berlaku atas jasa:
Penyediaan sarana elektronik (komisi dikenai PPN atas nilai 11/12 dari penggantian).
Verifikasi transaksi oleh penambang kripto (PPN dengan besaran tertentu, PPh sesuai tarif umum).
Aturan ini juga memperkenalkan istilah baru seperti Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD) dan Penyelenggara Bursa Aset Keuangan Digital, serta memperjelas cakupan layanan dan aktivitas yang dikenai pajak dalam ekosistem aset kripto.
Perdagangan
Perdagangan
💫. Jual : PPh Pasal 22 Final
0,21% (Dalam Negeri) Dipungut oleh PPMSE DN (PAKD)
1% (Luar Negeri) Dipungut oleh PPMSE LN atau setor sendiri
💫 Beli :PPN
Tidak dikenai PPN
2.Jasa Platform
Ketentuan Umum PPN
Dikenai PPh tarif Pasal 17 (Ketentuan Umum PPh)
3.Mining : Besaran tertentu PPN 2,2%
Dikenai PPh tarif Pasal 17 (Ketentuan Umum PPh
4. platform Luar Negeri (LN)
Platform LN akan ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 dengan menggunakan Kepdirjen
Penunjukan (kriteria dan administrasinya diatur dalam Perdirjen).
Pemerintah menegaskan bahwa pengaturan pajak atas aset kripto melalui PMK 50/2025, PMK 53/2025, dan PMK 54/2025 bukan merupakan pajak baru, melainkan bentuk penyesuaian terhadap perkembangan ekosistem keuangan digital, khususnya perubahan status aset kripto sebagai aset keuangan digital sesuai dengan UU P2SK.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Rosmauli, tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk memberikan kepastian hukum dan konsistensi dalam perlakuan pajak terhadap aset kripto yang kini dipersamakan dengan surat berharga.
Informasi lengkap mengenai ketentuan tersebut dapat diakses melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak di pajak.go.id.