22/04/2024
Minggu 21 April 2024. Bertepatan dengan hari Kartini.
Ceritanya seperti biasa saya dengan istri dan anak pergi ke gereja di kota Serang. Sesampainya disana seperti biasa, saya harus ngopi dulu dan menghisap rokok beberapa batang sementara istri dan anak saya sudah lebih dulu masuk ke gereja karena ibadah sudah di mulai.
Di warung kopi depan gereja, ada seorang wanita lanjut usia menghampiri saya dan menyapa saya, dia berbicara kepada saya dengan bahasa Sunda yg halus.
Dia bertanya kepada saya, Apakah saya sedang berjualan atau apa?
Saya jawab "oh bukan mak, saya lagi ngopi aja sejenak dan mau ibadah " Lalu dia bertanya "apakah boleh saya (gestur tangan menadah dengan maksud ingin meminta sedekah).
(Sampai disini saya belum memvideokan)
Setelah tahu niat si emak ingin mengemis, baru saya tertarik untuk memvideokan percakapan kami. Tapi banyak percakapan yang tidak terekam.
Emak ini umurnya sudah 70 tahun.. Tetapi beliau masih sangat lincah dan sehat. Memiliki 4 orang anak yang semuanya sudah berkeluarga dan sudah memiliki beberapa cucu.
Sontak saya langsung teringat dengan mendiang ibu saya yang baru meninggal beberapa waktu lalu, mereka sama-sama memiliki semangat meski di usia lanjut, tidak mau hanya berdiam diri di rumah.
Singkat cerita, si emak mengungkapkan apa yang sedang dialaminya, dia merasa di perlakukan tidak adil oleh orang-orang disekitar dan pemerintah setempat. Sudah 1 tahun ini dia tidak lagi mendapatkan bantuan dari pemerintah. yang sebelumnya dia selalu mendapatkan walau hanya beras. Saya langsung membandingkan dengan almarhum ibu saya ketika masih hidup, selalu ada saja bantuan, berupa beras, minyak goreng, mie instan baik itu dari pemerintah maupun lembaga lain misalnya gereja tempat ibu saya beribadah.
Emak heran, kenapa dia tidak lagi mendapatkan bantuan, padahal setelah di cek, atas nama nya masih terdaftar sebagai penerima bantuan. Entah siapa yg menyalahgunakan. "Kenapa orang yg punya rumah, motor malah mendapat bantuan, tetapi saya yg tidak punya apa2 tidak mendapatkan bantuan" Lanjutnya..
Sudah tidak aneh memang mendengar hal seperti itu terjadi di sekitar kita, ada aja orang yang tega merebut yang seharusnya menjadi hak emak ini.
Percakapan kami berlanjut,saya mencoba mencairkan suasana supaya emak tidak terlalu sedih. Kami sesekali bercanda membicarakan berbagai topik, dari soal masa muda emak sampai soal politik.
Sewaktu kami membicarakan soal politik,terungkap bahwa emak mencoblos salah satu paslon capres yaitu prabowo gibran. Ternyata bukan tanpa alasan, emak memilih paslon itu karena berharap akan ada bantuan untuk para lansia sepertinya.. Yang menurut saya seharusnya tidak perlu menunggu dari presiden kl hanya untuk bantuan seperti itu. Harusnya pemda sudah ada program serupa atau bahkan setidaknya dari lingkungan sekitar masa iya tidak ada bantuan..
Lalu kemana semua anak-anak emak ini? Kenapa orang tua nya di telantarkan seperti ini? Apalagi ketika mendengar emak bercerita bahwa si emak biasa mencuci pakaian anak-anak dan cucunya. Miris..
Oh rupanya emak datang kesini pun tanpa sepengetahuan anak-anaknya, beliau hanya meminta ijin untuk main dan tidak memberitahu akan ke gereja apalagi niat nya untuk mengemis..
Dan ternyata emak pun baru pertama kali datang ke sini dan sama sekali belum pernah mengemis. Terlihat memang, emak sama sekali tidak terlihat seperti seorang pengemis.. Entah apa yang memaksa emak terpaksa melakukan itu semua. Hanya beliau dan Tuhan lah yang tahu.
Maaf mak, saya tidak pernah memberikan uang kepada pengemis dan sejenisnya. Itu juga saya tanamkan ke anak saya, untuk tidak pernah memberikan bantuan berupa uang kepada pengemis, pengamen jalanan, pengemis berkedok badut dan lainnya. Karena hanya akan membuat mereka semakin nyaman dengan kemalasannya.
Meskipun akhirnya setelah saya di dalam gereja untuk beribadah, saya sadar, dalam kasus ini, emak beda.. Saya percaya dalam hati emak yang terdalam juga gak mau melakukan itu..
Setelah tiba saat hendak mengumpulkan kolekte(persembahan) terlintas dipikiran saya, dari pada saya memberikan uang untuk persembahan ke gereja, bukankah lebih baik di berikan ke emak.
Rp20. 000 untuk gereja tidak terlalu berarti dibandingkan Rp20.000 jika emak yang menggunakannya. Lalu akhirnya saya hanya mengumpulkan amplop kosong ke kotak persembahan gereja dan berniat untuk memberikan ke emak setelah keluar dari gereja. Sepanjang ibadah saya tidak bisa fokus karena takut setelah keluar tidak bisa bertemu lagi dengan emak.
Dan benar saja.. Setelah ibadah selesai saya tidak bisa menemukan beliau di luar..saya tanya ke tukang kopi, sepertinya emak mengurungkan niatnya untuk mengemis. Saat itu saya merasa berdosa kenapa saya terlalu berkeras hati kepada prinsipku untuk tidak pernah memberi uang kepada pengemis. Sampai saya menulis ini pun saya masih dalam penyesalan itu.
Semoga saja emak sehat-sehat dan panjang umur ya.. Maafkan saya yang kurang peka ini. Semoga kisah kita yang singkat dapat menjadi pelajaran saya di hidup saya kedepan.karena saya yakin, bukan sebuah kebetulan emak menghampiri saya dari sekian banyak orang disana saat itu.. Emak memilih saya untuk memberikan pelajaran berharga untuk saya.terimakasih emak.
Disclaimer..
Semua yang diceritakan oleh emak adalah 100% pernyataan emak. Apabila tulisan ini sampai kepada anak-anak nya atau pun keluarga emak yang lain atau bahkan pihak-pihak yang di sebutkan emak, itu adalah dari pengakuan emak.
Tidak ada unsur merendahkan pihak manapun di tulisan ini, saya hanya berharap pengalaman saya ini bisa, menjadi pelajaran buat kita semua.
Tidak ada unsur politik disini.