cerita cia

cerita cia Bismillah
Konten Random✅️cerpen,motivasi

Judul: “Rasa yang Tak Terucap”Langit sore itu berwarna jingga lembut, sama seperti sore-sore yang biasa kami habiskan be...
09/11/2025

Judul: “Rasa yang Tak Terucap”

Langit sore itu berwarna jingga lembut, sama seperti sore-sore yang biasa kami habiskan bersama. Aku dan Raka duduk di taman kampus, membicarakan hal-hal sepele—masa depan, cita-cita, dan kadang... tentang cinta. Tapi tidak pernah tentang cinta yang aku rasakan padanya.

Dia terlalu dekat untuk kuakui, tapi juga terlalu jauh untuk kumiliki.

“Aku s**a sama seseorang, Rin,” ucapnya waktu itu, dengan senyum yang membuat jantungku bergetar.

Aku menegakkan punggung. “Oh ya? Siapa?” tanyaku berusaha tenang.

Dia menunduk, menatap rerumputan. “Dia manis, ceria, dan selalu tahu cara bikin aku tenang.”

Aku menunggu kelanjutannya. Tapi yang keluar dari mulutnya bukan nama yang ingin kudengar.
“Namanya... Nia.”

Hatiku seketika retak halus. Tapi aku tersenyum, seperti biasa.
“Dia beruntung banget, Rak.”

Sejak hari itu, aku belajar menyembunyikan perasaan.
Aku ada di setiap kisah hidupnya—menemaninya saat patah hati, menyemangatinya saat gagal, bahkan membantu menyiapkan lamaran untuk Nia.

Ironis, bukan? Aku membantu laki-laki yang kucintai... menikahi perempuan lain.

---

Hari itu tiba.
Raka berdiri gagah dengan setelan jas abu, wajahnya bercahaya. Nia cantik dalam balutan gaun putih. Semua orang tersenyum. Aku juga. Setidaknya... mencoba.

Ketika musik pengantin berhenti, Raka menghampiriku. “Rin, makasih ya... kalau bukan karena kamu, mungkin aku gak akan sampai di sini.”

Aku menatap matanya. “Kamu pantas bahagia, Rak.”

Dia tertawa kecil. “Kamu juga ya, semoga cepat nyusul.”

Aku hanya tersenyum. Kalau saja dia tahu, orang yang kucintai sedang berdiri di depanku, memegang tangan orang lain.

---

Beberapa jam setelah pesta selesai, tamu-tamu mulai pulang. Aku duduk sendirian di halaman gedung, menatap langit malam.
Langkah kaki mendekat—Raka.

“Kamu belum pulang?” tanyanya.

Aku menggeleng. “Cuma pengen duduk sebentar.”

Dia ikut duduk di sebelahku.
“Hari ini... aku sempat lihat kamu nangis,” katanya pelan.

Aku tercekat. “Hah? Enggak kok, cuma kelilipan debu.”

Dia tersenyum lembut. “Rin, kamu gak pernah bisa bohong dari dulu.”

Hening. Angin malam berembus, membawa sisa wangi bunga pengantin.

Raka menatap jauh ke depan. “Tadi waktu aku berdiri di pelaminan... aku sempat mikir, gimana ya kalau dulu aku tahu ada seseorang yang sebenarnya mencintai aku diam-diam?”

Dadaku terasa sesak. “Kamu tahu?”

Dia menoleh perlahan, mata itu menatap langsung ke dalam hatiku. “Sekarang tahu.”

Aku menarik napas panjang, menahan air mata yang hampir pecah. “Tapi sekarang udah terlambat, kan?”

Raka tersenyum getir. “Iya, Rin. Telat... tapi aku harap kamu tahu, kalau rasa itu gak sepihak.”

Butiran air mata akhirnya jatuh. Kami hanya diam, menatap bintang yang sama—dua hati yang dulu saling menunggu, tapi tak pernah saling bicara.

Malam itu aku belajar satu hal:
Cinta yang tak pernah diungkapkan, akan tetap hidup... tapi tak akan pernah dimiliki.

---

“Rumah yang Terlalu Sempit untuk Dua Hati yang Cemburu”Terkadang, bukan karena tidak cocok… tapi karena terlalu sayang h...
07/11/2025

“Rumah yang Terlalu Sempit untuk Dua Hati yang Cemburu”

Terkadang, bukan karena tidak cocok… tapi karena terlalu sayang hingga berubah menjadi cemburu.

---

Sejak menikah, Rara memilih tinggal bersama ibu mertua. Ia ingin belajar menjadi istri dan menantu yang baik. Setiap pagi, ia memasak sarapan, menyiapkan teh manis, bahkan menyapu halaman sebelum matahari muncul.

“Ibu, ini teh hangatnya,” ucap Rara lembut.
Bu Wati tersenyum sekilas. “Oh… biasanya Dimas yang buat teh untuk Ibu.”

Sejak itu, Rara mulai merasakan ada jarak. Setiap perhatian kecil yang ia berikan, seolah menjadi alasan baru bagi sang mertua untuk marah diam-diam. Saat Dimas memeluk ibunya, Bu Wati tersenyum. Tapi ketika Dimas memeluk istrinya, mata sang ibu seolah menahan sesuatu yang tak bisa dijelaskan—cemburu.

Hingga suatu malam, pertengkaran kecil meledak.
“Dimas sekarang sibuk sama istri, Ibu sudah nggak dianggap lagi,” ucap Bu Wati lirih.
Rara hanya bisa meneteskan air mata. Ia tak pernah bermaksud merebut kasih seorang ibu.

Keesokan harinya, Dimas memutuskan sesuatu.
“Bu, kami mau pindah. Bukan karena marah… tapi biar semuanya tenang.”

Bu Wati terdiam lama. Air matanya akhirnya jatuh juga. “Ibu cuma takut kehilangan kamu, Nak.”

Rara mendekat, memeluknya dengan lembut.
“Ibu nggak akan kehilangan siapa pun, karena hati kami tetap di sini.”

Dan benar saja, sejak mereka pindah, hubungan itu berubah. Tak ada lagi cemburu, tak ada lagi air mata. Hanya rindu yang membuat mereka saling mencari.

Kadang, jarak bukan berarti menjauh… tapi cara lain untuk tetap saling mencintai.

“Saat Aku Tak Lagi Kuat Bertahan”Ia menikah untuk dicintai, bukan untuk disalahkan setiap hari. Tapi ketika tak ada lagi...
06/11/2025

“Saat Aku Tak Lagi Kuat Bertahan”

Ia menikah untuk dicintai, bukan untuk disalahkan setiap hari. Tapi ketika tak ada lagi yang membela, pulang menjadi satu-satunya cara untuk tetap waras. 💔

Namaku Laila. Aku menikah dengan Dimas dua tahun lalu. Awalnya, aku pikir pernikahan kami akan sederhana dan penuh tawa. Tapi semua berubah sejak aku tinggal di rumah keluarganya.

Hampir setiap hari aku harus menelan kata-kata pedas dari ibu mertuaku.
“Perempuan zaman sekarang cuma bisa ngeluh.”
“Kerja di dapur aja masih salah.”
“Kalau anakku sakit, pasti karena masakanmu.”

Aku hanya diam. Aku tak mau membalas, karena aku tahu — jika aku melawan, akulah yang akan dianggap durhaka.

Yang paling menyakitkan bukan kata-kata itu… tapi sikap Dimas.
Ia selalu diam.
Bahkan saat aku disudutkan, ia hanya berkata pelan, “Sudahlah, Lay. Jangan besar-besarkan masalah.”

Padahal bagiku, luka yang dipendam lama-lama juga bisa membunuh dari dalam.
Malam-malamku kini selalu basah oleh air mata. Aku tak tahu harus mengadu ke siapa, karena suamiku sendiri tak lagi jadi tempat pulang.

Sampai suatu pagi, aku memberanikan diri bicara.
“Mas… aku capek.”
Dimas menatapku sekilas, lalu menunduk.
“Aku cuma ingin kamu sabar. Ini cuma ujian, Lay.”

Aku tersenyum pahit.
“Ujian apa, Mas, kalau setiap hari aku disalahkan dan kamu diam saja?”

Tak ada jawaban.
Hanya keheningan yang membuat hatiku semakin beku.

Hari itu, aku membereskan pakaian.
Bukan karena aku ingin bercerai… tapi karena aku ingin bernapas tanpa disalahkan.

Aku pamit dengan suara bergetar, “Aku pulang dulu ke rumah Ibu. Mungkin nanti kamu akan mengerti, kalau diam bukan cara mencintai.”

Langkahku menjauh dari rumah yang dulu kupanggil ‘rumah tangga’.
Dan di setiap langkah, aku menahan air mata—karena mencintai tanpa dibela ternyata lebih menyakitkan daripada tidak dicintai sama sekali.

🌧️ “Kadang perempuan pergi bukan karena tak cinta, tapi karena ia sudah terlalu lama berjuang sendirian.”

:

Rahasia di Balik Tatapan AdikkuSejak kecil, aku dan Rani selalu bersama. Ia adikku satu-satunya—penurut, manja, dan seri...
01/11/2025

Rahasia di Balik Tatapan Adikku

Sejak kecil, aku dan Rani selalu bersama. Ia adikku satu-satunya—penurut, manja, dan sering memelukku sambil berkata, “Kak, aku ingin punya suami seperti suamimu nanti.” Dulu aku hanya tertawa, menganggap itu candaan polos seorang adik.

Namun setelah aku menikah dengan Arman, tatapan Rani mulai berbeda. Ia sering datang ke rumah dengan alasan rindu, tapi setiap kali Arman bicara, matanya berbinar. Ia tertawa pada setiap gurauan suamiku, bahkan lebih keras dari aku sendiri.

Aku mencoba menepis rasa curiga—hingga suatu hari, aku mendengar percakapan di dapur.
“Mas… kalau aku bukan adik Kak Mira, apa Mas akan memilih aku?”
Suamiku terdiam. Dunia seakan berhenti.
Aku berdiri di balik pintu, menggenggam dada yang seolah remuk.

Malam itu aku tidak marah, hanya menangis lama sekali. Aku mencintai suamiku, tapi lebih dari itu, aku mencintai adikku. Aku memilih pergi sementara, memberi jarak agar cinta yang salah itu tak tumbuh lebih dalam.

Kadang cinta tidak butuh musuh—karena pengkhianatan terhalus bisa datang dari rumah sendiri.

Belajar lah mencintai diri sendiri....
30/10/2025

Belajar lah mencintai diri sendiri....

Jangan pernah tinggalkan sholat…Karena di saat semua orang pergi, hanya Allah yang tetap menunggumu di sepertiga malam. ...
28/10/2025

Jangan pernah tinggalkan sholat…
Karena di saat semua orang pergi, hanya Allah yang tetap menunggumu di sepertiga malam. 🌙

Sholat bukan sekadar kewajiban — tapi napas bagi hati yang mulai rapuh.
Jika kau meninggalkannya, hidupmu akan hampa meski terlihat bahagia.

Ingatlah… akan tiba hari di mana sujud tak bisa lagi kau lakukan,
karena tubuhmu telah kaku, dan waktu tak bisa diputar kembali.

Selagi masih bisa bergerak,
sujudlah… sebelum sujud itu menjadi yang terakhir. 🤲

27/10/2025

Ayah.....Aku rindu....

Menantu yang Terlalu BeraniRumah itu dulu penuh tawa. Sejak Dimas menikah dengan Rani, orang tuanya merasa bahagia karen...
27/10/2025

Menantu yang Terlalu Berani

Rumah itu dulu penuh tawa. Sejak Dimas menikah dengan Rani, orang tuanya merasa bahagia karena akhirnya anak semata wayang mereka punya pendamping hidup. Namun kebahagiaan itu tak bertahan lama.

Rani memang cantik, pintar, dan pandai bicara — tapi lidahnya tajam. Ia tak s**a diatur, bahkan oleh ibu mertuanya sendiri, Bu Ratna, yang sebenarnya hanya berniat baik.

“Rani, kalau bisa jangan lupa siapkan sarapan buat Dimas sebelum berangkat kerja ya, Nak,” ucap Bu Ratna lembut suatu pagi.

Namun Rani menjawab sinis, “Bu, maaf… saya bukan pembantu. Suami saya sudah besar, bisa urus diri sendiri.”

Bu Ratna terdiam. Ia mencoba sabar, berharap waktu akan mengubah sikap menantunya. Tapi setiap hari, yang terjadi justru sebaliknya. Rani jarang memasak, sering pulang larut malam, dan bahkan memarahi Dimas di depan ibunya.

“Bu, jangan ikut campur rumah tangga saya! Saya nggak s**a diatur!” bentaknya suatu hari ketika Bu Ratna hanya mengingatkan agar Rani menyiapkan makan malam untuk suaminya.

Air mata Bu Ratna jatuh diam-diam malam itu. Ia menatap Dimas yang hanya tertunduk, bingung antara cinta dan bakti.

Akhirnya, dengan suara lirih namun tegas, Bu Ratna berkata,
“Mas Dimas… Ibu tahu kamu masih cinta. Tapi istri yang tak menghormati orang tuamu, yang melawan kebaikan, tak akan pernah bisa membangun rumah tangga yang berkah. Ibu rela disalahkan, tapi Ibu tak rela kamu hancur pelan-pelan.”

Beberapa minggu kemudian, Dimas akhirnya menceraikan Rani. Bukan karena benci, tapi karena sadar: wanita yang baik bukan hanya pandai mencinta, tapi juga tahu cara menghormati.

Dan Bu Ratna, di balik luka hatinya, hanya bisa berdoa… semoga kelak Rani menyadari bahwa kebaikan tak seharusnya dibalas dengan kesombongan.

---

Pesan moral:
Jangan pernah melawan orang yang hanya ingin kebaikanmu. Mertua yang baik adalah berkah, bukan beban.

---








Address

Siak Sri Indrapura

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when cerita cia posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share