23/08/2025
" Antara Cinta dan Dosa"
---Pernikahan yang Tidak Kupilih
Namaku Nayla, 23 tahun. Hidupku berantakan sejak ayahku terlilit hutang ratusan juta. Usaha kecil keluarga kami bangkrut, dan rentenir sudah mengancam akan menghabisi kami jika tidak segera membayar.
Hingga datang tawaran itu. Raka, anak tunggal pengusaha besar, siap melunasi semua utang ayahku dengan satu syarat: aku harus menikah dengannya.
Aku menangis, menolak, tapi ayah hanya menunduk. “Maafkan Ayah, Nak… ini satu-satunya cara.”
Hari itu, aku menikah dalam gaun putih mewah, di sebuah ballroom megah. Semua orang tersenyum, kecuali aku. Di dalam hatiku, aku hancur. Aku bukan pengantin, aku tawanan.
---Neraka dalam Istana
Hari-hari pertama pernikahan adalah mimpi buruk. Raka tampan dan kaya, tapi tempramental. Sekali salah bicara, dia bisa meledak. Dia menuntut aku berlaku sempurna.
“Aku nggak s**a kamu jalan tanpa bilang!” bentaknya suatu sore ketika aku hanya duduk di taman.
Aku belajar menahan diri, belajar tunduk. Tapi yang paling menyakitkan adalah ketika dia berkata:
“Aku ingin kamu segera hamil. Aku nggak s**a istri yang nggak bisa ngasih keturunan.”
Aku hanya menunduk, padahal aku tahu sesuatu yang Raka tidak tahu: dia mandul. Aku mendengar itu dari dokter keluarga mereka saat mereka pikir aku tidak ada. Saat itu, aku merasa dunia ini sedang mempermainkanku.
---Luka yang Membuka Lagi
Aku bertemu Ardi secara tak sengaja, mantan kekasihku. Dia menatapku dengan mata yang masih sama—penuh cinta.
“Nayla?” suaranya serak.
Aku ingin lari, tapi kakiku mematung. Lalu, entah kenapa, aku menangis. Semua rasa sakit, semua luka, tumpah di hadapannya.
Hubungan kami kembali terjalin. Kami tahu ini salah, tapi kami tidak peduli. Dalam pelukannya, aku menemukan kembali diriku yang hilang.
---Kehamilan yang Membawa Petaka
Dua bulan kemudian, aku hamil. Ardi bahagia, Raka lebih bahagia. Dia mengira ini mukjizat.
“Kamu hebat, Sayang. Kamu kasih aku kebanggaan,” kata Raka sambil mencium keningku. Aku ingin muntah.
Keluarga Raka mengumumkan berita itu ke mana-mana. Mereka menyiapkan warisan besar untukku dan bayi ini. Aku ingin jujur, tapi Ardi menahanku. “Tenang. Setelah semua aman, kita kabur.”
Aku mencoba percaya.
---Mata yang Mengintai
Raka mulai curiga. Waktu kehamilanku tidak sesuai dengan malam pertama kami. Dia mulai banyak bertanya. Dia bahkan menyewa seseorang untuk mengawasi aku.
Suatu malam, dia menatapku lama.
“Nayla, kalau aku tahu kamu bohong sama aku… kamu akan menyesal seumur hidup.”
Aku menggigil.
---Di Ujung Pisau
Aku memutuskan kabur bersama Ardi. Malam itu, aku menulis surat untuk Raka, meninggalkan cincin, lalu pergi.
Tapi sebelum aku sempat melangkah ke mobil Ardi, Raka sudah berdiri di hadapanku.
“Nayla,” suaranya dingin, “mau ke mana kamu?”
Aku panik, tapi dia tersenyum… senyum yang membuat darahku membeku.
---Rahasia yang Menghancurkan
Raka menarik tanganku masuk ke mobilnya. Sepanjang jalan, dia tidak bicara. Sampai kami tiba di sebuah rumah besar yang asing.
Dia menatapku, lalu berkata pelan:
“Kamu pikir aku nggak tahu, Nayla? Aku tahu anak ini bukan anakku.”
Darahku berhenti mengalir. Aku ingin bicara, tapi dia mendekat, menatap tajam.
“Justru karena itu, aku nggak akan pernah biarin kamu pergi.”
Aku menangis, memohon, tapi dia hanya tertawa.
“Aku mandul, Nayla. Dan kamu baru saja kasih aku jalan buat tetap jadi pewaris. Kamu pikir aku bakal lepasin kamu? Nggak. Kamu akan tetap jadi istriku. Selamanya.”
---Akhir yang Membuat Luruh
Aku mencoba melawan, tapi Raka memegang rahasia ini. Dia bahkan menatapku dengan sinis dan berkata:
“Kalau kamu kabur, Ardi yang akan mati duluan. Pilihannya cuma satu: kamu tetap di sini, atau kamu kehilangan dia.”
Aku jatuh terduduk. Aku memilih diam. Demi Ardi hidup, aku kembali ke neraka ini.
Malam itu, aku menatap bayiku yang tidur di pelukan Raka. Air mataku jatuh. Aku istri pria yang kucintai? Tidak. Aku istri pria yang mengurungku. Dan aku tahu satu hal: neraka ini tidak akan pernah berakhir.
---selesai