Comments
Virtual Open House:
Pernikahan campuran yakni WNI dan WNA bukan perkara mudah. Dimulai dari lika-liku perkenalan dua budaya yang berbeda, mengurus dokumen yang ribet hingga komunikasi yang terkadang menjadi bumbu pahit manis kehidupan perkawinan campuran.
Dyah Narang-Huth dan Anna Knöbl mengundang teman-teman semua yang ingin bertanya, berdiskusi hingga berbagi dari A hingga Z soal perkawinan campuran.
Acara selama 2 jam ini dikemas Informatif dan aktraktif sesuai kebutuhan teman-teman.
Silakan mampir ke rumah virtual kami pada Minggu, 13 Februari 2022 jam 10.00 - 12.00 CET atau 16.00 - 18.00 WIB ya. Caranya gampang banget kalau sudah ada aplikasi zoom. Masukkan meeting ID: 853 5828 4570 + Password 20KUNCI22
Mari ramaikan "Cinta Tanpa Batas" dengan berkunjung ke rumah virtual kami!
Padmedia Publisher Penerbit Padmedia Wina Bojonegoro Liwunfamilyblog Dewi Nielsen Photography
Matamu biru laut,
Rayuanmu pun maut,
Semula membuatku kalut,
Di dunia maya cinta kita rajut.
Bahasa Indonesiamu semrawut,
Bahasa Inggrisku akut,
tapi bekal nekat membuat tak kita takut,
kata-kata sayang berhias bunga-bunga tak pernah luput.
Buku berjudul: Cinta Tanpa Batas ini berisi kumpulan kisah 23 perempuan asal Indonesia yang tinggal di berbagai pelosok dunia. Buku ini ditulis dengan bahasa yang komunikatif nan inspiratif. Kisah di dalamnya sangat aktraktif.
Buku ini juga bisa jadi hadiah buat teman/kenalan pelaku kawin campur juga lho
Pre-order dengan harga Rp 100.000/buku hanya 28 Januari - 28 Februari 2022 via bit.ly/RUANITA-PADMEDIA sekarang juga atau lihat di tautan. Pembayaran melalui transfer antar Bank atau akun Paypal. Harga belum termasuk ongkos kirim.
Narahubung:
Gita (+62 857 3094 7929)
Ayo, buruan beli ya!
Padmedia Publisher
Dyah Narang-Huth
Anti Siladja
Dewi Nielsen Photography
Arum Indriasari Riddell-Carre
Ayu Orma-Muftidhati
Lina Adwi
Etty Prihatini Theresia
Euginia Putri Stederi
Fitri H Wehrli
@salma.afro
@saborasia
Leny Milla
Novi Kisav
Ninik Fatmawati-Lottes
@thelifeofnatasha
Rena Lolivier
Irianacamus Pasaribu
Syafa Haack
Yenni Sam
Windy Effendy
Wina Wibowo Bojonegoro
Jadilah saksi peristiwa sentimentil namun inspiratif abad ini :)
Wujud Kebersamaan Dalam Bingkai Teks dan Visual (Review buku SATU: photopoem)
Sebuah kesederhanaan coba ditampilkan lewat sampul buku yang berwarna hitam polos tanpa hiasan ornamen apapun. Judulnya pun pendek saja dan tak neko-neko, hanya angka “SATU” berwarna perak yang dibangun dari kepingan mozaik dan ada tulisan photopoem di bawahnya . Sederhana memang. Namun justru disitulah letak kerumitannya. Menyederhanakan sesuatu itu pekerjaan sulit. Apalagi sebuah karya bersama yang memadukan unsur teks dan visual, mengkolaborasikan puisi dan fotografi.
Segala kesulitan demi kesulitan itu terbayar lunas ketika buku ini lahir. Buku ini sekali lagi menunjukkan bahwa puisi dan fotografi layak bersanding sebagai teman akrab. Sebuah kebersamaan yang indah. Hangat dan harmonis.
Saya setuju bahwa kata-kata dalam puisi mampu mengantarkan ke sebuah nuansa dan tempat. Begitu pun dengan sebuah foto yang mampu menghadirkan kata-kata bagi yang melihatnya. dan sebuah dialog pun terjadi antara lima penyair dan lima fotografer. Sebuah dialog yang mampu mengisi ruang hati. Mereka adalah: Didik Siswantoro – Haryo Suryo Kusumo, Heti Palestina Yunani – Leo Arief Budiman, Sol Amrida – Mamuk Ismontoro, Vika Wisnu – B.G. Fabiola Natasha, Wina Bojonegoro – Peter Wang.
Menjadi SATU itu tidak mudah. Apalagi dengan sepuluh tema berbeda yang terdiri dari: gelora, berlari, kenangan, kuat, cinta, menepi, ramai, berani, tulus, dan tumbuh. Namun ke-lima pasangan penulis dan fotografer ini mampu membuktikan bahwa sepuluh tema terjalin apik. Satu sama lain saling melengkapi dan menggenapi.
Sebelum buku diluncurkan, SATU telah ditampilkan dalam Pameran Fotografi dan Puisi bertajuk sama, yang digelar di House of Sampoerna Art Gallery sejak 11 Agustus hingga 2 September 2017.
Saya menyukai hampir keseluruhan isi buku ini. Entah foto atau puisinya. Seperti salah satu puisi Sol Amrida ini.
PADA KELOPAK RUNTUH
Ingin kuatur garis-garis di tanganmu. Menjadi sebuah jalan bernasib.
Dan kita bertemu di genggaman terbuka.
Memetik kelopak bunga tanpa duri.
Tapi,
Keinginan tak mesti abadi
Nasib tak harus dijejali
Sebab, selalu ada pasti:
Waktu
: menggenggam mati
***
Di halaman sebelahnya ada foto karya Mamuk Ismontoro, daun-daun kering yang gugur berserakan. Jika boleh menafsirkan, puisi dan foto ini sangat padu menurut saya. Pesan yang ingin disampaikan pun jelas, bahwa waktu tak mau menunggu dan ada batas-batas yang tak mampu kita lewati. Jika sesuatu sudah dijemput waktu, maka itu sebuah kepastian yang pasti terjadi.
Ada lagi salah satu puisi karya Heti Palestina Yunani. Puisi yang tak begitu panjang dan dengan diksi yang sederhana, tapi mempunyai kesan yang kuat ketika saya membacanya.
PELARIAN TERBAIK
Bukan untuk siapa-siapa
Tapi pulang ke tanahmu
Berbuah rindu, membuat haru
Tak mengobati apa-apa
Namun lukaku sembuh
Boleh aku sejenak merancang mimpi di sini?
Inilah pelarian terbaikku
Kotaku sudah sesak oleh kenangan
Harapan saja yang membuatku bertahan
***
Di halaman sebelahnya ada foto karya Leo Arief Budiman. Foto kaki orang berlari yang agak blur dan lesatan cahaya yang menggambarkan orang sedang berlari kencang hingga yang tampak hanya sekilas bayangannya saja. Bahwa kita selalu butuh tempat untuk “pulang” dan menepi sejenak untuk berdamai dengan masa lalu. Serta kita tak boleh kehilangan harapan.
***
Membaca buku ini sesungguhnya seperti menikmati keping-keping mozaik warna-warni yang disusun sedemikian rupa. Tiap-tiap keping warna diwakili oleh pasangan penulis dan fotografer yang saling menjalin dialog antara diksi dan jepret kamera. Mereka saling merespon satu sama lain. Entah foto yang direspon puisi atau sebaliknya puisi yang direspon foto.
Sekali lagi, kolaborasi foto dan puisi ini adalah wujud kebersamaan, untuk menunjukkan bahwa disiplin ilmu yang berbeda ternyata mampu harmonis dan berSATU dalam karya. Dan literasi ternyata tak hanya bisa disosialisasikan dalam pemahaman melek huruf namun juga melek visual.
Makasih padmedia dan mas Noor Arief Kuswadi buku telah sampai
Matur nuwun untuk semua kawan dari delapan penjuru mata angin atas kesediaannya menerima buku perdana saya. Sebagaimana karya perdana, tentu banyak yang tidak sempurna. Anggap saja ini sumbahsih kecil saya pada profesi ini.
Berikut ini nama-nama yang sudah saya kirimkan buku. Semula memang hanya 20 buku, tapi akhirnya bertambah hingga 27 orang. Mhn maaf atas keterbatasan jumlah buku yang saya sembahkan.
Salam hormat
1. DR. YUSRI FAJAR
2. PROF. DJOKO SARYONO
3. Tia Oktavia
4. LULUK FIRDAUSI,
5. Nur Badriyah,
6. Bedjon Andoko,
7. Tri Teguh Kurniawan,
8. Dheenaz
9. Yoyok
10. Riza Ainur Oktavianti,
11. Siti Zakiyah
12. Melia Fitriani,
13. Daniel Lukas Rorong,
14. Handoko
15. Elda Rizki Fajarina
16. Miftakhus Safii
17. Stefanus Nuradhi
18. Erri Kartika
19. Rustiati
20. Yeti kartikasari
21. Novita
22. Machmud Yunus
23. Ning Dyah
24. Aris Rahmanto
25. Maya Winata
26. Rizka Amalia
27. Olyk Shugro Mahmudi
Assalamualaikum.
selamat pagi.
apakah penerbit milik Bapak/Ibu ini sedang membutuhkan tenaga editor (tetap/ frelance). sekiranya ada, segera akan saya ajukan lamaran kerja.
mohon infonya.
salam...