04/07/2025
Salah Paham Terhadap Ayat “Lakum Dīnukum Wa Liyadīn”
Ayat penutup dari Surat al-Kāfirūn ini sering kali terdengar tegas dan final:
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Sekilas ia terdengar seperti garis batas yang kaku. Namun siapa sangka, di balik redaksi singkat dan padat itu, tersimpan samudra kebijaksanaan Qur’ani yang dalam: tentang kemerdekaan hati, kemurnian iman, dan penghormatan terhadap perbedaan yang tidak berarti permusuhan.
Imam al-Ṭabarī dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini bukanlah pengumuman permusuhan, melainkan penegasan prinsip dengan penuh adab. Ketika kaum Quraisy menawarkan kompromi—mari sesekali engkau menyembah tuhan kami, agar kami pun mau menyembah Tuhanmu—Allah menjawab dengan kalimat yang lugas namun elegan: tidak ada negosiasi dalam hal tauhid. Namun lihatlah, penolakan itu disampaikan tanpa makian, tanpa hasutan, tanpa kebencian.
Al-Qurṭubī menyebut ini sebagai bentuk iqrār bi al-ḥāl, yakni pengakuan terbuka bahwa realitas keberagaman dalam keyakinan adalah sesuatu yang nyata dan tak bisa dihapus dengan paksaan. Ia tidak menyuruh memerangi yang berbeda, tapi menegaskan batas: kamu punya jalanmu, dan aku punya jalanku. Dalam bahasa modern: kita bisa berbeda, tanpa saling meniadakan.
Ibn Kathīr menekankan bahwa ayat ini turun bukan dalam suasana konflik, tapi dalam negosiasi yang menggoda: kompromi ringan demi persatuan. Tapi wahyu menegaskan: agama bukan panggung pencitraan. Bukan wilayah tukar-menukar demi tenar atau diterima. Keyakinan adalah komitmen jiwa, bukan strategi sosial.
Sayyid Quṭb dalam Fi Ẓilāl al-Qur’ān memandang ayat ini sebagai deklarasi kebebasan spiritual dan kejelasan identitas. Ayat ini menunjukkan bahwa seorang Muslim harus berdiri dengan mantap di atas imannya, sembari tetap menebar kasih dalam relasi sosial. Ini bukan ajakan menjauh dari dunia, tapi seruan untuk hadir di dunia dengan jati diri yang utuh.
Namun sayangnya, ayat yang penuh hikmah ini sering disalahpahami. Berikut beberapa bentuk salah kaprah yang cukup sering ditemui:
1. Disangka Seruan Permusuhan
Sebagian orang mengira ayat ini adalah bentuk pengusiran atau permusuhan terhadap non-Muslim. Padahal para mufassir sepakat bahwa ini adalah penolakan terhadap kompromi akidah, bukan penolakan terhadap keberadaan yang berbeda. Ayat ini justru menegaskan bahwa hidup berdampingan bukan berarti harus menyatu dalam keyakinan. Perbedaan itu ada, dan tetap dihormati.
2. Disalahgunakan untuk Melegitimasi Relativisme
Di sisi lain, ada p**a yang menyalahgunakan ayat ini untuk membenarkan bahwa semua agama setara dan semua jalan sama benarnya. Padahal sebelumnya, ayat-ayat dalam surat ini menegaskan bahwa tauhid dan syirik adalah dua jalur yang tak bisa dipersatukan. Maka ayat ini bukanlah deklarasi bahwa semua benar, melainkan penegasan bahwa perbedaan itu nyata—dan tetap dihormati, bukan dikaburkan.
3. Dianggap Membatalkan Kewajiban Dakwah
Ada p**a yang menyimpulkan bahwa ayat ini adalah akhir dari segala dakwah, seolah Islam hanya perlu membiarkan orang lain dengan agamanya tanpa peduli. Padahal Rasulullah ﷺ tetap berdakwah setelah ayat ini diturunkan. Bahkan lebih lembut, lebih sabar, lebih tulus. Ayat ini bukan akhir dari dakwah, tapi akhir dari ilusi kompromi akidah.
4. Ditarik ke Semua Konteks
Ada yang menggunakannya sebagai pembenaran untuk bersikap pasif dalam hubungan sosial lintas agama. Padahal konteks ayat ini adalah akidah dan ibadah, bukan interaksi sosial. Dalam hal muamalah (perdagangan, tolong-menolong, kerja sama, hidup bertetangga) Islam memerintahkan keadilan dan berbuat baik (ihsan) bahkan kepada yang berbeda iman.
5. Digunakan secara Sinis dalam Relasi Personal
Tak jarang juga ayat ini dikutip dalam nada sarkastik: “Terserah kamu dengan agamamu, aku dengan agamaku!”
Dari ucapan yang seharusnya menjadi lambang keteduhan, justru berubah menjadi peluru pasif-agresif yang menyakiti. Padahal nada wahyu ini bukan sinis, bukan marah, melainkan teduh. Ia bukan tamparan, tapi penegasan yang santun: “Aku tahu arah langkahku, dan aku menghormati langkahmu.”
Maka mari kita kembalikan ayat ini ke tempatnya yang agung. Ia bukan simbol fanatisme, dan bukan p**a tameng relativisme. Ia bukan pintu pengucilan, dan bukan juga jembatan pencairan iman. Ia adalah cermin toleransi berbasis prinsip—di mana kita tetap memegang kebenaran yang kita yakini, sambil tetap memberi ruang nafas kepada mereka yang berbeda.
Ia seperti seorang pecinta yang berkata:
“Aku tidak akan menyerahkan cintaku pada yang lain. Tapi aku tidak akan melukai siapa pun yang tak bisa mencintaiku kembali. Aku tetap akan mencintai—dengan marwah, bukan dengan paksaan.”
“Aku tidak akan menyerahkan cintaku pada yang lain.”
Ini melambangkan komitmen yang teguh. Dalam konteks ayat, ini berarti seorang Muslim tidak akan menukar akidahnya demi kompromi sosial atau politik. Seperti seseorang yang setia dalam cinta—ia tidak akan menggadaikan kesetiaan hatinya pada sembarang orang, sekalipun ditawari kenyamanan atau penerimaan.
“Tapi aku tidak akan melukai siapa pun yang tak bisa mencintaiku kembali.”
Ini adalah ajaran toleransi yang luhur. Keyakinan yang teguh bukan berarti memaksa orang lain untuk ikut mencintai hal yang sama. Dalam cinta, tidak semua yang kita cintai bisa membalas cinta kita. Tapi itu bukan alasan untuk marah, dendam, atau menyakiti. Begitu juga dalam iman: kita tidak memaksa orang lain untuk memeluk keyakinan kita. Kita hanya menyampaikan, bukan memaksa.
“Aku tetap akan mencintai—dengan marwah, bukan dengan paksaan.”
Di sini terkandung pelajaran tentang keluhuran akhlak. Marwah berarti kehormatan diri. Kita mencintai tanpa mengejar-ngejar. Kita meyakini tanpa memaksa. Kita berdakwah dengan cinta, bukan tekanan. Karena cinta dan iman yang sejati tidak haus validasi atau pengakuan—ia cukup agung dalam keheningan dan kesetiaan.
Atau, dalam bahasa yang lebih membumi:
Beda keyakinan itu ya dihormati,
tanpa memaksakan, apalagi sampai meng-halu segala macam.
Sudah jelas kan kamu s**a dia,
tapi dia gak s**a kamu.
Anggap saja ini juga lakum dīnukum wa liya dīn.
Gak usah diterusin modus komen dan DM-nya. Paham kan yaahh…
Tabik,
Nadirsyah Hosen
==============
* terus_Dapatkan Update info Hubbul Wathon Minal Iman_*
Website : www.hwmi.or.id
Telegram :
https://t.me/hwmichannel
Instagram :
https://s.id/Ig_hwmionline_id
Twitter :
https://twitter.com/Hubbul_Wathon26?s=08
Youtube:
https://s.id/DutaHWMIOfficial
Tik tok : https://s.id/tiktok_hwmi
Quotes HWMI : https://s.id/hwmi-Quotes