28/09/2025
Joko Widodo
Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), secara tegas menyatakan dukungan penuh terhadap pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk maju kembali dalam Pilpres 2029 dan memimpin dua periode. Jokowi bahkan menginstruksikan para relawannya agar ikut mendukung pasangan ini.
Namun, dukungan terbuka Jokowi tersebut ternyata menimbulkan kegelisahan tersendiri di kalangan pemerintahan, terutama bagi Prabowo Subianto sendiri.
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia,Yunarto Wijaya, menilai bahwa arahan Jokowi itu membuat Prabowo merasa tidak nyaman.
Menurut Yunarto Wijaya, Prabowo sempat menyampaikan ketidaknyamanannya pada 18 Mei 2025 lalu saat menghadiri acara pengurus PP Tidar, ketika kadernya meneriakkan dukungan “dua periode” untuk pasangan tersebut.
Prabowo justru meminta agar fokus kerja terlebih dahulu, mengingat masa jabatannya sebagai Presiden belum genap satu tahun.
"Prabowo mengatakan setahun saja belum, jangan kemudian berbicara mengenai pemilu lagi. Jadi fokus saja kerja terlebih dahulu," ujar Yunarto Wijaya dalam sebuah wawancara di Inews TV, Rabu (24/9/2025).
Yunarto Wijaya menilai bahwa ketidaknyamanan ini datang langsung dari Prabowo, bukan sekadar opini pengamat atau etika politik semata.
Selain itu, Yunarto Wijaya mengungkapkan rasa sedihnya melihat sikap Jokowi yang seharusnya sebagai mantan presiden bisa bersikap sebagai negarawan.
Ia membandingkan dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri yang lebih fokus pada isu-isu kebangsaan setelah masa jabatan mereka selesai.
"Pak SBY berbicara mengenai malaria dalam konteks global, diundang di luar negeri membahas peradaban dunia. Ibu Mega juga diundang oleh Paus. Seharusnya itu yang dimainkan oleh seorang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri," tutur Yunarto Wijaya.
Menurut Yunarto Wijaya, pernyataan Jokowi yang menempatkan Prabowo-Gibran sebagai pasangan yang harus kembali berkuasa pada 2029 menunjukkan bahwa fokus Jokowi lebih pada konstelasi kekuasaan daripada keberlanjutan program kerja negara.
"Ini melampaui tata negara, karena tidak bisa ada orang yang dipatok dari awal harus berpasangan dengan orang yang sama," tambah Yunarto Wijaya.
Situasi ini, menurut Yunarto Wijaya, justru membuat Prabowo seolah-olah tidak mendapat penghormatan penuh dari Jokowi.
Ia menyebut bahwa sebaiknya Jokowi, sebagai mantan presiden, lebih banyak berkontribusi dalam ranah kebangsaan dan berbagi pengalaman tanpa harus terlibat langsung dalam politik praktis dan urusan keluarga politik.
"Jangan tempatkan dia (Jokowi) untuk mengurus anaknya lagi, masuk dalam politik praktis. Kontribusi terbaik seorang mantan presiden adalah kepada bangsanya, bukan dalam konteks keluarga atau relawan," tegas Yunarto Wijaya.