05/11/2025
JURNALIS PENSIUN - Adies Kadir dipulihkan nama baik dan posisinya sebagai Wakil Ketua DPR. Uya Kuya diaktifkan kembali sebagai anggota DPR. Nafa Urbach dihukum non aktif 3 bulan, Eko Patrio 4 bulan, dan Ahmad Sahroni 6 bulan.
Proses pemeriksaan perkara dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan 5 anggota DPR yakni Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama (Uya Kuya), Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), dan Ahmad Sahroni masuk tahap akhir. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memutuskan dari kelima teradu itu 2 dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik yaitu Adies Kadir dan Surya Utama. Teradu lainnya yakni Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo, dan Ahmad Sahroni terbukti melanggar kode etik DPR.
Begitu amar putusan yang dibacakan Wakil Ketua MKD, Adang Daradjatun dalam persidangan dugaan pelanggaran etik yang teregistrasi dalam perkara No.28 Tahun 2025 di ruang MKD DPR, Rabu (5/11/2025). Secara umum, Adang mengatakan keputusan Mahkamah Partai Politik masing-masing teradu itu sudah tepat yakni menonaktifkan kelimanya dari keanggotaan DPR.
Dalam membacakan amar putusan, Adang menyebut Adies Kadir tidak terbukti melanggar kode etik, tapi meminta politisi partai Golkar itu lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi dan berperilaku.
“Menyatakan teradu I, Adies Kadir, diaktifkan kembali sebagai anggota DPR terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Adang mengutip amar putusan.
MKD menyatakan teradu II, Nafa Urbach terbukti melanggar kode etik dan meminta untuk berhati-hati menyampaikan pendapat dan menjaga perilaku. Nafa dijatuhi sanksi berupa non aktif selama 3 bulan berlaku sejak putusan dibacakan dan dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana putusan DPP Partai Nasdem.
Teradu III, Surya Utama, tidak terbukti melanggar kode etik dan statusnya sebagai anggota DPR kembali diaktifkan sejak putusan dibacakan. Teradu IV, Eko Hendro Purnomo, terbukti melanggar kode etik dan dihukum non aktif selama 4 bulan berlaku sejak putusan ini dibacakan. Penonaktifan Eko terhitung sejak yang bersangkutan diputus non aktif sebagaimana keputusan DPP PAN.
Terakhir, teradu V Ahmad Sahroni, terbukti melanggar kode etik dan menjatuhkan hukuman non aktif selama 6 bulan. Penonaktifan Ahmad Sahroni dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Partai Nasdem.
“Menyatakan teradu I, II, III, IV, dan V selama masa penonaktifan tidak mendapat hak-hak keuangan,” ujar Adang.
Membacakan pertimbangan hukum, Wakil Ketua MKD, Imron Amin, mengatakan para pengadu telah mencabut aduannya. Hal itu membuat perkara semakin terang dan jelas bahwa pengaduan dilakukan karena ada berita bohong yang diterima pengadu. Ahli yang memberikan keterangan di persidangan Trubus Rahardiansyah dan Profesor Satya Arinanto menyebut Adies telah melakukan klarifikasi dan tidak punya niat melecehkan atau menghina siapa pun.
Kendati klarifikasi yang dilakukan Adies sudah tepat, Imron mengingatkan ke depan Adies harus berhati-hati dalam memberikan keterangan kepada awak media terutama hal yang bersifat teknis. Lebih baik Adies menyiapkan bahan secara lengkap dan akurat.
“Nama baik dipulihkan, dan kedudukan di DPR sebagai Wakil Ketua DPR juga dipulihkan,” urai politisi partai Gerindra itu membacakan pertimbangan putusan.
Terhadap Nafa Urbach, MKD menilai tidak ada niat menghina dan melecehkan siapapun. Kemarahan publik terjadi karena ada berita bohong yang menarasikan anggota DPR berjoget karena kenaikan gaji dan tunjangan. Nafa diminta berhati-hati menyampaikan pendapat kepada publik dan peka melihat kondisi sosial.
Surya Utama juga dinarasikan berjoget dalam sidang tahunan MPR 15 Agustus 2025 lalu. Tapi tidak ada niat merendahkan siapapun. MKD menilai kemarahan publik terjadi lagi-lagi karena berita bohong yang beredar di media sosial.
”MKD berpendapat teradu III Surya Utama, korban pemberitaan bohong,” timpalnya.
Pendapat serupa juga dinyatakan MKD untuk teradu IV, Eko Hendro Purnomo yakni tidak ada niat menghina siapapun. Eko dinarasikan melakukan joget karena kenaikan gaji, tapi menurut MKD itu ulah pemberitaan yang tidak benar. Kendati demikian MKD mengingatkan sikap Eko yang kurang tepat sehingga terkesan defensif. Kemarahan publik yang berujung pada penjarahan rumah Eko membuat MKD mempertimbangkan untuk memberi keringanan.
MKD secara tegas menyebut teradu V, Ahmad Sahroni memberikan pernyataan yang tidak bijak. Untuk merespons kalangan yang menyebut bubarkan DPR seharusnya menggunakan kalimat yang pantas dan bijaksana, jangan memilih kata-kata yang justru tidak pas. Penjarahan yang menimpa rumah Sahroni jadi alasan MKD memberikan keringanan.