27/12/2025
ᴸᶦᵗᵉʳᵃˢᶦ ᴴᵉⁿᵗᵃᵏ
𝐒𝐢𝐥𝐚𝐦𝐨𝐁𝐚𝐜𝐚
ᴷʰᵃˢ & ᶠᵒᵏᵘˢ
ˢᵃᵇᵗᵘ, ²⁷ ᴰᵉˢᵉᵐᵇᵉʳ ²⁰²⁵
=====================
# 𝑴𝒆𝒓𝒖𝒋𝒖𝒌 𝑻𝒂𝒋𝒖𝒌
⁽ᴿᵘᵇʳᶦᵏ ᵀᵉᵗᵃᵖ ˢᵉᵗᶦᵃᵖ ˢᵃᵇᵗᵘ⁾
𝑲𝒂𝒃𝒆𝒌𝒂 𝑺𝒐'¹..?
Discalaimer:
Naskah ini terinspirasi dari laporan Lombok Post, Selasa, 23 September 2025.
------
Bayangkan jika Presiden Prabowo ke Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Menyaksikan dari dekat gemerlap tambang emas Batu Hijau yang dikelola AMNT, atau mengagumi megahnya bendungan Bintang Bano yang dulu diresmikan Jokowi. Lalu, beliau mampir di Taliwang...
Tentu beliau akan terkejut berlipat-lipat --mata melebar, alis terangkat, dan ucapnya spontan: "Wah, kok begini ya?"-- ketika mendapati program MBG—makan bergizi gratis—justru jadi 'makan belatung gratis' di bibir siswa SMPN 1 Taliwang! Sebuah ironi yang sarkastik! 𝐾𝑎𝑏𝑒𝑘𝑎 𝑠𝑜'?
Cerita ini berawal dari video 29 detik yang direkam seorang siswa. Dalam video tersebut, ia mengeluhkan adanya ulat dalam makanan MBG dan meminta agar kebersihan makanan dijaga.
Video tersebut kemudian turut diunggah ulang oleh seorang anggota Komisi II DPRD KSB melalui akun medsos pribadinya dan.menjadi viral.
Wajar saja kalau barangkali pihak SPPG lantas merasa panik. Sebab jurus "akal mengakali moral" tidak berjalan mulus. Memang, kasus seperti ini sudah diantisipasi, tapi dengan menyumpal mulut pihak sekolah agar tidak berkicau. Misalnya lewat poin ketujuh Surat Perjanjian Kerjasama, yang berbunyi:
"Apabila terjadi Kejadian Luar Biasa, seperti keracunan, ketidaklengkapan paket makanan, atau kondisi lain yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan program ini, Pihak Kedua berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan informasi hingga Pihak Pertama menemukan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut."
Dalam perjanjian tersebut jelas tertera bahwa yang dimaksug Pihak Pertama adalah SPPG dan Pihak Kedua adalah Sekolah.
Dari sidak yang dilakukan, Komisi II memperoleh penjelasan dari penanggujawab MBG, bahwa daging yang digunakan untuk membuat makanan ini diambil dari Tongo. Namun setelah dilakukan pengecekan, daging tersebut ternyata diambil dari Kecamatan Alas, dari luar KSB.
Selain itu, hampir semua bahan yang dipakai dalam MBG ini tidak memiliki sertifikasi. Semua suplayer bahan baku untuk MBG ini tidak satupun punya sertifikat kelayakan.
Buruknya pelayanan MBG di KSB tentu berpotensi menimbulkan kasus keracunan seperti pernah terjadi di beberapa tempat, yang mengingatkan pada Keracunan 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑙 (𝐼𝐼)² pada jaman Romawi Kuno.
Hanya bedanya adalah kasus keracunan di Romawi Kuno terjadi lantaran keridaktahuan. Artinya, tidak disengaja. Sedangkan potensi keracunan MBG di Taliwang lebih karena disebabkan motivasi keserakahan, yang oleh Komisi II di sebut sebagai Pemufakatan Jahat, sehingga diminta untuk distop dulu untuk dievaluasi. Waduh...!
Dulu, makanan bergizi itu impian. Sekarang, makanan berbelatung itu kenyataan. Padahal, daripada repot-repot susun menu yang namanya keren-keren tapi rasanya gak jelas bagi lidah lokal, mengapa tidak disajikan menu khas daerah seperti 𝐴𝑦𝑎𝑚 𝐵𝑎𝑘𝑎𝑟 𝑇𝑎𝑙𝑢𝑤𝑎𝑛𝑔³, 𝐵𝑢𝑏𝑢𝑟 𝑃𝑎𝑙𝑜𝑝𝑜⁴, 𝑆𝑖𝑜𝑛𝑔 𝑆𝑖𝑟𝑎⁵, atau 𝐺𝑒𝑐𝑜𝑘⁶
yang sudah akrab dengan lidah setempat turun temurun?
Ironi memang. Tapi inilah Indonesia. Negeri yang kaya akan sumber daya alam, tapi miskin akan akal sehat. Siapa tahu, dengan memakan belatung, generasi kita kelak bisa tumbuh menjadi 𝐿𝑒𝑙𝑒𝑝𝑎ℎ⁷ yang kuat seperti dalam d**geng rakyat Jawa? Sehingga kita bisa menepuk dada menyongsong Indonesia Emas tahun 2045. Selamat...! ✨
--------------------
Catatan Kaki:
1. "Kabeka so" dalam bahasa Taliwang (yang merupakan bagian dari Bahasa Sumbawa/Samawa) berarti "kenapa begitu".
2. Keracunan Timbal (II). Pada zaman Romawi Kuno, orang Romawi sering menggunakan timbal (II) asetat, yang disebut "gula timbal" atau "garam Saturnus", sebagai pemanis buatan untuk anggur dan masakan. Zat ini terbentuk saat jus anggur direbus dalam ceret timbal, menyebabkan timbal larut dan bereaksi dengan asam dalam jus. Konsumsi jangka panjang menyebabkan keracunan timbal yang membahayakan kesehatan."
3. Ayam Bakar Taliwang: kuliner khas berupa ayam kampung muda yang dibakar dengan bumbu pedas gurih khas dari cabai, bawang, terasi, kencur, dan rempah lainnya. Rasanya pedas menyengat dengan aroma harum yang khas, dan biasanya disajikan dengan perasan jeruk limau."
4. Bubur Palopo: Penganan khas Sumbawa Barat yang sederhana. Terbuat dari susu kerbau segar, gula merah, dan tepung kuning (tepung para) sebagai pengental alami. Dikukus hingga mengental seperti puding, menjadi kudapan energi legendaris."
5. Siong Sira: Ayam goreng khas Sumbawa yang kaya rempah dan berkuah. Ayam kampung dimasak dengan bumbu seperti bawang, kemiri, merica, kunyit, serai, daun jeruk, dan asam jawa. Hidangan ini gurih, berkuah, dan memiliki aroma rempah yang kuat, sering disantap hangat bersama nasi."
6. Cecok: hidangan khas yang kaya rempah, berbahan dasar daging dan/atau jeroan sapi (seperti babat dan kikil) yang dimasak dengan parutan kelapa sangrai, lenga' (wijen hitam), dan bumbu kuat seperti belimbing wuluh untuk rasa asam segar, menghasilkan tumisan kental berwarna gelap yang gurih, pedas, dan sedikit asam, disajikan sebagai lauk pendamping nasi.
7. Lelepah: makhluk kuat dalam d**geng rakyat Jawa. Sosoknya digambarkan setinggi 3 meter, mirip raksasa berbulu lebat. Makanan utamanya adalah ikan mentah, bangkai hewan, dan sisa makanan yang membusuk, termasuk belatung.