04/12/2024
[ Suara Rakyat Jabar: Menilik Proses Penentuan Pilihan Masyarakat Jabar dalam Pilkada 2024 ]
Indonesia kini dinilai bukan lagi sebagai negara dengan demokrasi liberal atau demokrasi yang diperkenalkan oleh presiden ke-16 Amerika Serikat, Abraham Lincoln. Lincoln mengatakan bahwa demokrasi adalah kondisi dimana rakyat atau masyarakat memegang kekuasaan penuh atas pemerintah dan pemerintah bekerja untuk rakyat. “Of the people, by the people, and for the people” merupakan slogan yang seringkali diadaptasi oleh beberapa negara yang memiliki ideologi demokrasi. Berbeda dengan demokrasi yang dipercayai oleh Indonesia, walaupun negara kita menganut ideologi tersebut, demokrasi Indonesia dengan demokrasi liberal yang dipercaya oleh negara-negara barat sedikit berbeda. Demokrasi Pancasila, demokrasi ini menyesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia, dengan berlandaskan kelima sila, Demokrasi Pancasila dinilai ‘pas’ untuk diterapkan di negara Indonesia, sayangnya realita dan praktik tidak sebagus teori.
Lewat tulisan opininya di Kompas.id, Yudi Latif, penulis buku Paripurna, aktivis dan mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila pada era Jokowi mengatakan bahwa keadaan demokrasi negara Indonesia justru berbanding terbalik menjadi government off the people (pemerintahan terputus dari rakyat), buy the people (membeli rakyat), dan force the people (menekan rakyat). Ditengah krisis demokrasi saat ini, Indonesia memerlukan bantuan dari para rakyatnya untuk menentukan siapa pemimpin negara ini selanjutnya. Setiap warga negara berhak atas satu suara ‘one man one vote’ yang artinya setiap suara dapat mempengaruhi hasil pemilihan di Indonesia.
Dalam konteks Pilkada Serentak 2024, pentingnya peran rakyat dalam pemilihan dapat mempengaruhi bagaimana kebijakan suatu daerah selama 5 tahun kedepan. Karena itulah, masyarakat perlu kritis dan skeptis terhadap para pasangan calon yang menawarkan berbagai ‘janji manis’ dan program di daerah masing-masing. Selain untuk menjaga demokrasi, hal ini mencegah para politisi haus kuasa dan birokrat oportunis untuk tidak menggunakan suara rakyat sebagai bancakan.
Senator asal Amerika Serikat Tip O’Neill mengatakan bahwa all politics is local. Demokrasi lokal adalah elemen krusial untuk membangun demokrasi nasional berkualitas yang mampu mensejahterakan dan melindungi rakyat. Demokrasi lokal yang terjadi di daerah otonom akan mempengaruhi langsung kebijakan yang mengatur bagaimana masyarakat disana hidup dan melakukan kegiatan sehari-hari. Dampaknya jelas lebih besar dan lebih nyata dari kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah pusat (dalam konteks ini artinya demokrasi nasional). Jika dianalogikan sebagai roda gigi, pemerintah pusat dan daerah saling terhubung satu sama lain, jika ada yang tidak bekerja seperti yang seharusnya, maka seluruh perputaran dan sistem roda gigi tersebut. Pemilih yang cerdas diperlukan untuk penyelenggaraan pemungutan suara yang berkualitas dan berintegritas.
Dalam pengaplikasiannya, syarat yang diperlukan untuk memiliki kemampuan berpikir kritis yaitu sikap menggunakan pikiran saat melihat suatu permasalahan, dengan menggunakan pengalaman dan bukti yang ada, Pengetahuan tentang metode untuk bertanya dan mengemukakan alasan dengan logis, dan Keterampilan untuk menerapkan metode tersebut. Jika kita menerapkannya dalam konteks menentukan pilihan dalam Pilkada 2024, syarat tersebut dapat diturunkan menjadi Interpretasi dan analisis informasi, Evaluasi dan perbandingan, Membandingkan dengan bukti nyata, Mempertimbangkan konteks, dan Menyaring informasi dengan pikiran sendiri (tanpa atau minim pengaruh dari luar).
Didasari oleh hal tersebut, kami Tim Pilih Arah melakukan wawancara kepada masyarakat atau pemilih di Jawa Barat guna melihat seberapa kritis mereka dalam menentukan pilihannya saat Pilkada 2024 berlangsung. Narasumber yang kami wawancarai pun berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa hingga ibu rumah tangga.
Bagi mahasiswa dan generasi Z seperti Maul dan Elga, Pilkada 2024 sangatlah penting karena bersinggungan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Mereka berdua mencari informasi lebih lanjut terkait para kandidat dan visi misinya. Dengan kemajuan teknologi yang ada, bagi mereka mencari informasi atau melakukan internet trail bukanlah suatu hal yang sulit.
“Biasanya saya cari dari sumber lain sih. Karena di Instagram itu kan biasanya satu feed satu calon yah, jadi saya harus searching lebih lanjut lagi di Google soal calon tersebut. Dan di Instagram memang gak lengkap kan, disediakan kolom caption tapi kan terbatas juga jumlah katanya. Jadi saya cari lebih lanjut di Google,” ucap Elga.
Tidak hanya sekedar mencari-cari informasi saja, Maul dan Elga juga cenderung untuk membandingkan dan skeptis terhadap ‘janji’ atau visi misi para paslon Pilkada daerah masing-masing, dengan pertimbangan yang realistis mereka berdua sering bertanya-tanya apakah janji yang diberikan sekiranya dapat dijalankan dengan keadaan dan ekonomi daerah tersebut.
“Kalo evaluasi belum pernah nyoba, cuma kalo buat membandingkan dari pejabat sebelumnya dan kandidat lainnya pasti s**a membandingkan,” ucap Maul, mahasiswa asal Unpad tersebut.
Berbeda lagi dengan masyarakat, contohnya Ibu Rumah Tangga seperti Sumarni dan Wien Ristiwianti. Sebagai Ibu Rumah Tangga, mereka berdua sudah sibuk dan tidak sempat untuk mencari tahu secara lanjut terkait para paslon di Pilkada Jabar tahun ini. Informasi yang diterima pun sebatas pada yang diberikan dan mereka akses di waktu luang, seperti media sosial atau televisi, walaupun terkadang searching, tapi hal tersebut tidak dilakukan secara mendalam.
“Nggak, namanya ibu rumah tangga ya, kita taunya di rumah aja, gak tau apa-apa,” ucap Sumarni saat ditanya di kediamannya di Depok.
Evaluasi janji atau program pun hanya dilakukan di lingkungan sekitar, seperti diantara kalangan ibu-ibu lain atau bersama sanak saudara saat berkumpul. Walaupun begitu mereka berdua cenderung tidak mempercayai ‘janji-janji manis’ para paslon ini dan sekedar berharap kedepannya akan lebih baik.
“Kalo saya biasanya kalo ngumpul sama temen-temen atau sodara kadang membahas tentang visi misi calon. Tapi klo saya, sudah dipilih (calonnya) yaudah lah. Mungkin saya ibu rumah tangga jadi gak begitu ini gimana ya, kalau udah milih yaudah aja,” ujar Wien.
Pendapat sebelumnya berasal dari para Ibu Rumah Tangga yang cenderung pasif dalam Pilkada 2024, dikarenakan tidak mempunyai waktu untuk mengurus politik yang ada di sekitar mereka. Namun, bagi Agus dan Mukhsin selaku ketua RW daerah setempat, mengevaluasi dan mencari informasi terkait Pilkada tahun ini merupakan hal yang penting dan terbilang wajib karena akan mempengaruhi kegiatan di daerah mereka secara langsung.
“Untuk tingkatan Walikota kami optimis (telah melakukan evaluasi) dengan janji para paslon, terutama untuk pembangunan lingkungan agar lebih bagus, lebih maju, dan lebih tertata rapih. Intinya dari lingkungan, apa yang diharapkan oleh warga dan masyarakat dapat terpenuhi dan terlaksana . Sesuai dengan janji yang dilontarkan,” ujar Mukhsin
Tidak terbatas pada evaluasi dan membandingkan janji juga visi misi para paslon, kedua Ketua RW dari daerah yang berbeda ini sependapat bahwa saat memilih calon pemimpin diperlukan pertimbangan situasi atau masalah yang sedang terjadi saat ini (dalam konteks ekonomi, kesejahteraan dan kesehatan). Karena adanya perbedaan keadaan di setiap daerah, mereka harus menyesuaikan keadaan yang ada di daerahnya dengan janji atau visi misi yang dilontarkan para paslon saat kampanye atau lewat media massa.
“Kalau pertimbangan banyak, apa yang mereka janjikan sesuai gak dengan kondisi yang ada di wilayah kita. Karena mungkin saja mereka menjanjikan ini tapi gak mungkin terealisasi. Itu juga hal yang menjadi pertimbangan bagi kami (dalam memilih). Jadi kami melihat janji mereka itu yang mungkin itu bisa dilaksanakan (dengan kondisi saat ini), bukan hanya awang-awang. Yang nanti bisa bermanfaat untuk masyarakat,” jelas Agus.
Dalam kontestasi kali ini, yang sangat diperlukan ialah independensi pemilih dalam memilih calon pemimpin mereka. Terlepas dari bagaimana bentuk kampanye nya, atau adanya pembahasan dari pihak luar, kita perlu untuk menetapkan siapa pilihan kita sesuai dengan asas luber jurdil. Kesamaan dari semua narasumber adalah mereka mampu untuk memilih secara independen tanpa hasutan maupun ajakan dari orang lain, walaupun beberapa terkesan cuek dan pasif, mereka tetap menetapkan siapa calon pemimpin mereka, sesuai dengan kata hati mereka sendiri.
_____________________________
Penulis: Naura Zahrani Purti
Editor: Ammara Nayla F. P.
Konten ini diproduksi oleh Tim Pilih Arah