Family Game

Family Game Bisa di mainkan kapan pun dan di manapun

19/06/2025

šŸŒšŸš€ BANGUN KOTA MASA DEPAN YANG LEBIH BERKELANJUTAN & TANGGUH DENGAN DIGITAL TWINS! šŸš€šŸŒ
Ingin kota Anda siap menghadapi tantangan lingkungan dan sosial masa depan?
Teknologi Digital Twins hadir sebagai solusi revolusioner untuk mengoptimalkan perencanaan, efisiensi energi, respons bencana, dan pemeliharaan infrastruktur secara real-time!
Simulasikan berbagai skenario, kurangi emisi karbon hingga 100%, dan libatkan masyarakat dalam pembangunan kota yang transparan dan partisipatif!

🚘 SUV rasa mobil 400 jutaan, tapi harganya cuma 200 JUTAAN? 😱Yes, kamu gak salah baca! CHERY TIGGO CROSS 2025 ini bener-...
17/04/2025

🚘 SUV rasa mobil 400 jutaan, tapi harganya cuma 200 JUTAAN? 😱
Yes, kamu gak salah baca! CHERY TIGGO CROSS 2025 ini bener-bener bikin heboh dunia otomotif.

šŸ”„ Review lengkap bareng Luck365 & Fitra Eri ngebongkar semua fiturnya: āœ… Adaptive Cruise Control
āœ… Kamera 360 derajat
āœ… Internet of Vehicle
āœ… Interior premium & kabin super lega
āœ… Mesin 1500cc paling gede di kelasnya

Dan semuanya… masih di bawah Rp300 juta! Gokil sih ini…

šŸ“² Baca ulasan lengkapnya di sini: šŸ‘‰ https://elevagedebergerallemand.com/review-luck365-chery-tiggo-cross-2025-bersama-fitra-eri/

Cocok buat: āœ… Mobil pertama anak muda
āœ… Keluarga kecil yang butuh ruang lega
āœ… Kamu yang cari mobil gaya & canggih tapi tetap hemat!

CHERY TIGGO CROSS 2025 bersama Luck365 & Fitra Eri! Fitur premium, kabin lega, dan teknologi kelas atas di harga 200 jutaan.

Saat Keponakanku Datang, Aku Belum SiapšŸ’‹ ā˜•šŸ»šŸ§Malam ini ga*rahku memanas, kulihat suamiku sedang sibuk menulis diruang ker...
17/09/2024

Saat Keponakanku Datang, Aku Belum Siap
šŸ’‹ ā˜•šŸ»šŸ§
Malam ini ga*rahku memanas, kulihat suamiku sedang sibuk menulis diruang kerjanya, kuhampiri dia dengan memakai pakaian dan wewangian yang mer*ngs*ng. Suamiku hanya tersenyum saja, kudekati dan kuelus tubuhnya dari belakang dia tidak menampakkan imbangan ga*rahku.

Aku jadi uring-uringan setelah mendengar permohonannya untuk tidak mengganggunya beberapa saat, ga*rahku padam dan aku kecewa. Kuhidupkan televisi dan tak berapa lama suamiku menjemput untuk mengajakku tidur tapi sayang aku telah kecewa. Kulayani suamiku asal-asalan saja dan terus tidur.

Jika pagi tiba aku manusia super sibuk menyiapkan segala keperluan anak dan suami, tetapi begitu suami dan anakku berangkat rumahku menjadi sunyi. Biasanya untuk menghilangkan kejenuhan aku melakukan kegiatan membersihkan rumah dan membuka site internet mencari teman ngobrol dan sesekali membuka site dew*sa.

Suasana pagi ini berbeda jauh, musim liburan sekolah anak-anakku berlibur di rumah neneknya praktis tinggal aku sendiri. Saat kubuka salah satu site p*rno nampak adegan yang cukup membuat kepalaku pusing apalagi tadi malam aku kecewa terhadap suamiku.

Aku keruang televisi setelah mematikan komputer dan menghidupkan film p*rno VCD yang kupinjam tanpa sepengetahuan suamiku, hal ini sering kulakukan untuk menghilangkan kejenuhan. Saat kulihat p*nis besar masuk dalam mulut mungil cewek bule n*fsuku melambung, tanpa terasa tanganku memijit mem*kku yang basah dan berair,

Tiba-tiba aku merasakan ada orang yang mengintipku, saat kutoleh kebelakang jantungku berdebar keras, cepat-cepat kurapikan baju, cepat-cepat kuraih remote televisi dan kumatikan, aku berdiri sambil marah – marah karena malu ,..
ā€ He dik Rio, kenapa masuk rumah tidak mengetuk dulu,..ā€ bentakku

ā€ E,.. maaf tante aku mau menyerahkan undangan karang taruna dan tadi kulihat pintu depan rumah tante tidak tertutup dan kudengar seperti suara orang bertengkar makanya aku masuk perlahan-lahan dan kiranya,..
ā€ Rio tidak meneruskan perkataannya, dia tertunduk dan menyodorkan undangan yang dimaksud.

Aku berfikir keras bagaimana nantinya aku akan jadi bahan omongan dikalangan anak muda jika Rio bercerita pada temannya.
ā€ Eh dik Rio jangan cerita apa-apa yan sama temennya tentang tante saat iniā€

Rio hanya tersenyum penuh arti aku semakin bingung, kupegang tangan Rio dia terkejut, kulemparkan senyumku penuh arti dan Rio tanggap. Direngkuhnya tubuhku dan berbisik,.
ā€ Kenapa tante harus melakukan sendiri, padahal aku sudah dari tadi melihat semuanya,.ā€

Tanyanya penuh n*fsu dan aku akan diam seterusnya.
ā€ Kenapa kamu juga hanya diam saja Rio,? Kalau sudah tahu dari tadi,?ā€ Balasku dan diluar dugaan rio menggend**gku menuju sofa dipojok ruang. Saat aku terlentang rio dengan cekatan mer*ba bib*rku dengan bib*rnya.

Tangannya berusaha menggapai pay*daraku yang sudah mengeras. Aku tak bisa bernafas menerima perlakuan rio yang ganas membuatku merinding seluruh tubuh ini.
ā€ Aku akan melakukan seperti yang sudah tante lihat ditelevisiā€ katanya,

Aku tidak mendengar lagi kelanjutan omongannya karena aku saat ini sudah tidak memakai baju dan merasakan bagaimana lidah rio menjelajah mem*kku. Gelinya seakan-akan sudah diubun-ubun. Kujepit kepala rio diantara dua p*haku untuk menahan geli yang luar biasa.

Tangannya kurasakan berjalan senti demi senti menelusuri tubuhku. Aku jagi semakin g*la merasakan ulah rio yang demikian.
ā€ Riiiiiiooooooo,.. ahhhhhhhhh ā€ aku mengerang panjang,..

ā€ Apa tante,ā€ jawabnya perlahan dan melanjutkan lagi kegiatannya, kurasakan klent*tku dig*git kecil-kecil sehingga aka menjerit keenakan. Kutarik rambut rio untuk menjauh dari mem*kku tapi semakin kutarik, kepala rio semakin kuat terbenam dan kurasakan mem*kku penuh dengan l*dah rio sampai kedalam.

Sambil mengh*sap dan menj*lati mem*kku rio membuka sendiri baju dan celananya. Aku penasaran dan geli, kini aku duduk dan rio kusuruh berdiri, dengan perlahan dan mengelus seluruh tubuhnya rio mulai kuperlakukan maksimal. Mula-mula kulihat rio tersenyum dan mendesak, tetapi saat tanganku mer*ba luar ** nya rio mulai memejamkan mata dan,..

Aaaaaahhhhhhhhh zzzzzzzzzz kudengar suaranya yang aneh saat kutarik keras ** nya dan kulihat batang p*nisnya sudah berdiri tegak manantang. Kuperkirakan ukurannya normal saja 13 CM kaku dan hitam legam, kupegang ujungnya sudah mengeluarkan cairan bening.

Kugosok maju mundur p*nis rio semakin hitam mengkilat, Rio sudah tak tahan dimajukan pant*tnya agar p*nisnya mengarah pada mulutku, tapi kuhindari dan membuat rio semakin bingung. Dipegangnya kepalaku dan b*tang p*nisnya diarahkan sejajar dengan mulutku.

Aku tetap menutup rapat mulutku, sehingga p*nis rio hanya menempel pada luar mulutku saja. Rio memaksakan diri dan akhirnya sambil kupegang b*tang p*nis rio dan kubuka mulutku, perlahan p*nis hitam masuk memenuhi mulutku yang mungil.

Rio menjerit dan mendengus hebat, kulihat rio mulai gemeteran karena posisinya dia berdiri dan aku semakin asik mengh*sap p*nis hitam itu. Kuj*lat seluruh permukaannya serta telurnya kumasukkan dalam mulutku berganti-ganti. Rio memegang kepalaku dan menuntun maju mundur sementara susu dan mem*kku dibiarkan menganggur.

Tangan kananku memegang p*nis dan kini tangan kiriku memegang mem*kku sendiri karena kedua tangan rio sibuk memegang kepala dan menyibakkan rambutku yang awut-awutan. Kurasakan mem*kku kembali basah sementara mulutku sudah puluhan kali maju mundur merasakan p*nis rio,.

Akhirnya rio menarik mundur p*nisnya menjauh dari mulutku, didorongnya tubuhku hingga aku terlentang lagi dan kaki kananku diangkat ditaruh pada pundaknya sedangkan kaki kiriku dibiarkan menggelantung. Rio tersenyum melihat mem*kku terbelah lebar dan dengan tidak sabar rio menggiring kepala p*nisnya menuju lubang mem*kku.

Kurasakan betapa penuhnya mulut mem*kku menerima p*nis dengan perlakuan seperti itu. Setelah seluruh b*tang p*nis mengisi mem*kku rio perlahan=lahan memaju mundurkan p*nisnya meng*c*k mem*kku yang semakin basah. Melihat sus*ku bergoyang-goyang tangan rio menggapai dan mem*ras perlahan.

Ujung sus*ku dipelintir perlahan dan kurasakan geli yang luar biasa. Rio terus bergoyang dan tanpa sadar aku semakin mengimbangi permainannya. Kugoyangkan pinggulku berputar sementara kakiku menjadi sasaran mulut rio. Mulutku terengah engah melihat kelakuan rio yang semakin lama semakin cepat.

Keringatku mulai muncul demikian juga rio. Sus*ku semakin keras dir*mas sementara kaki kiriku tetap bergelantungan. Badanku mulai menegang dan aku menjadi kaku sejenak saat kurasakan kenikmatan yang tiada tara,
ā€ Rio aku sudah nggak tahan,. ā€ Ahhhhhhhhhhhhh aaaaaaaahhhhhhhhhhhhhh enggggghhhhhhhhhhhh, tapi rio tak perduli terus digosokkan p*nisnya maju mundur pada mem*kku,..

ā€ sebentar Tante aku masih belumā€ jawabnya sambil pant*tnya tetap begoyang menuruti irama p*nisnya.
Tak seberapa setelah aku mengalami kenikmatan yang tiada tara, Rio berguman keras
ā€ Aaaaahhhhhhh aku mau kelar tante,,ā€ suaranya parau sambil pant*tnya terus digerakkan.

Mendengar perkataan itu aku menjadi bega*rah dan, kurasakan ada semprotan hangat didinding mem*kku aku menjadi semakin nyaman saranya. Kutahan pant*tku dan kuraih pant*t rio untuk p*nisnya tetap menempel pada mem*kku. Rio berteriak hebat demikian p**a aku.

Setelah itu kukeluarkan p*nis rio dan kulihat masih ada sisa-sisa ketegangan disana, dengan sigap mulutku bekerja membersihkan p*nis rio yang masih basah. Kuh*sap kuat-kuat p*nisnya dan kurasakan sisa-sisa sp*rma masih keluar dari lubang p*nisnya,?. Asin gurih,?..Rio kegelian, tapi tak kuhiraukan mulutku tetap mengelomoh b*tang p*nis yang mulai lembek. Akhirnya setelah bersih kukeluarkan p*nis dari mulutku dan kulihat p*nisnya sudah lemas dan tergeletak menggelantung.

Hidup di Antara Pesona Ibu-Ibu Muda Kosan šŸ’‹ Sebut saja nama saya Robi, saya adalah seorang laki-laki single berumur 21 t...
16/09/2024

Hidup di Antara Pesona Ibu-Ibu Muda Kosan šŸ’‹
Sebut saja nama saya Robi, saya adalah seorang laki-laki single berumur 21 tahun , saya mempunyai tinggi 172 cm dan berat badan 68 kg. Status saya saat itu adalah sebagai mahasiswa yang menuntut ilmu di salah satu PTN di daerah saya.
Saat itu, saya tinggal disebuah rumah kos yang berjumlah 5 kamar. Kebetulan saya berada pada kamar yang pertama. Jika dibandingkan dengan teman-teman saya, saya tergolong lelaki yang bersifat pemalu dan kurang pergaulan. Saya tipe orang yang s**a berada di kos daripada harus nongkrong dan bergaul dengan teman-teman kuliah saya.
Untuk mengibur diri di kosan, terkadang saya sering menonton film P**n* untuk menghilangkan rasa bosan sekaligus untuk memuaskan b*r*hiku. Ketika saya menonton Film P**n8 titik akhir dari kegiatan itu adalah dengan ber*nani.
Okey, sekarang kita lanjutkan pada pengalaman cerita s*x pertama saya yang berawal dari tempat kos dimana saya tinggal saat itu. Kos-kosan yang saya tinggali ditempati oleh beberapa penghuni kos. Disebelah saya adalah kamar no 2, disana ditinggali oleh seorang wanita muda berumur 25 tahun bernama Irma.
Dengan perkiraan saya, tinggi Irma 162 cm, berat bdan 52 kg dan dia telah bersuamikan seorang supir pribadi. Dengan usia Rumah tangga-nya yang sudah 5 tahun, saat itu Irma dan suaminya belum juga mendapat seorang anak. Kamar no 3 ditempati oleh seorang wanita berusia 35 tahun, tinggi 163, berat badan 61 kg yang bernama Intan.
Intan ini juga sudah berumah tangga, dia memiliki 2 orang anak perempuan. Dari sinilah awal dari cerita mes*mku para pembaca. Seperti biasa pada pagi hari semua penghuni kos sibuk dibelakang, mereka rata-rata mempunyai kegiatan mandi, dan mencuci pakaian.
Perlu diketahui bahwa kondisi di rumah ini memiliki 5 kamar mandi terpisah dari rumah dan 2 buah sumur. Saya yang sudah terbiasa mandi paling pagi sedang duduk santai sambil nonton Televisi. Ketika sedang asik menonton Televisi, tiba-tiba saat itu terdengar olehku gemercik air seperti orang sedang mandi.
Semula sih biasa saja, tapi lama kelamaan penasaran juga saya dibuatnya. Ketika itu Saya mencoba melihat dari balik celah kamar belakang rumahku. Beuhhhh… Saat itu saya benar-benar kagum setelah saya melihat Teteh Irma yang sedang mengeringkan tubuhnya dengan handuk.
Saya tidak tahu mengapa dia begitu berani untuk membuka tubuhnya pada tempat terbuka seperti itu. Teteh Irma yang sedikit kurus ternyata memiliki Buah d*d* berukuran sekitar 34 B dan ternyata Teteh Irma sangat s*ksi sekali para pembaca, pokoknya mantap deh.hhe.
Dengan bentuknya yang kecil beserta put*ng warna merah jambu untuk orang yang sudah menikah bentuknya masih sangat kencang. Saya terus mengamati dari balik celah kamar, tanpa kusadari b*tang kej*nt*nanku sudah mulai berdiri. Sudah tak tahan dengan pemandangan tersebut saya langsung melakukan on*ni sambil membayangkan berc*nta dengan Teteh Irma ditempat terbuka tersebut.
Semenjak hal itu, saya jadi ketagihan untuk selalu mengintip jika ada kesempatan. Keesokan harinya, saya masih sangat terbayang-bayang akan bentuk tubuh Teteh Irma. Hari itu adalah hari minggu, dan saya sedikit kesiangan. Ketika saya keluar untuk mandi, saya melihat Teteh Intan sedang mencuci baju.
Dengan posisinya yang menjongkok terlihat jelas olehku. Saat itu bel*han Buah d*d*nya yang terlihat sudah agak kendor tapi berukuran 34 C hampir sama dengan Teh Irma. Setiap kali saya memperhatikan pant*tnya, entah mengapa saya langsung bern*fsu dibuatnya. Kembali b*tang Kej*nt*nanku tegang dan seperti biasa saya melakukan on*ni di kamar mandi.
Singkat cerita 2 hari kemudian terjadilah keributan yang terdengar oleh saya, ternyata setelah saya keluar, keributan itu berasal dari Teteh Intan yang sedang bertengkar hebat dengan suaminya. Saat itu dia menangis dan kulihat suaminya langsung pergi entah kemana.
Saya yang kebetulan berada disitu tidak bisa berbuat apa-apa. Yang ada dipikiranku adalah apa sebenarnya yang sedang terjadi. Pada keesokan harinya Teteh Intan pergi dengan kedua anaknya yang katanya kerumah nenek, dan kembali sorenya.
Sore itu saya baru akan mandi, begitu juga dengan Teteh Intan. Setelah selesai saya langsung buru-buru keluar dari kamar mandi karena kedinginan. Diluar dugaanku ternyata saya menabrak sesuatu yang ternyata adalah Teteh Intan. Keadaan waktu itu sangat gelap (mati lampu) sehingga kami saling bertubrukan.
Menerima tubrukan itu, Teteh Intan hampir jatuh dibuatnya. Secara reflek saya langsung menangkap tubuhnya. AduH! Tenyata saya tanpa sengaja telah menyentuh B*ah d*d*nya.
ā€œ Aduh… maaf… maaf Teh, saya tidak sengaja ā€œ , kata-ku.
ā€œ Nggak, nggak pa pa kok, wong saya yang nggak liat ā€œ , jawab-nya.
Sejenak kami terdiam dikeheningan yang pada saat itu sama-sama merasakan dinginnya angin malam. Tanpa dikomando, tubuh kami kembali saling berdekatan setelah tadi sempat malu karena kecerobohan kami berdua. Saya sangat degdegan dibuatnya dan tidak tahu harus berbuat apa pada posisi seperti ini.
Sepertinya Teteh Intan mengetahui bahwa saya belum pengalaman sama sekali. Dia kemudian mengambil inisiatif dan langsung memegang kej*ntan saya yang berada dibalik handuk,
ā€œ Uhhhh… Ssss… Aghhh… ā€œ , des*h nikmatku.
Belum selesai saya merasakan beladian tangannya, tiba-tiba ujung Kej*nt*nanku terasa disentuh oleh benda lembut dan hangat. Teteh Intan sudah berada dibawahku dengan posisi jongkok sambil meng*lum Kej*nt*nanku.
ā€œ Oouhhh… terus Teh… Ssss… . Aghhh… Enak Teh… Oughhhh… ā€œ , des*hku.
Sekarang saya sudah tel*njang bulat dibuatnya. 5 menit sudah Kej*nt*nanku dik*lum oleh Teteh Intan. Saya yang tadi pemalu sekarang mulai mengambil tindakan. Teteh Intan saya perintahkan untuk berdiri dihadapanku dan langsung k*lumat bibinya dengan lembut.
ā€œ Ssss… Aghhhh… . oughh… ā€, des*h-nya ketika bib*r kami saling berp*gutan satu sama lain.
C*umanku sekarang telah berada pada lehernya, aroma sabun mandi yang masih melekat pada tubuhnya menambah ga*rahku, ā€œ Sss… Aghhh… terussss Rob… Ughhhh… ā€œ , des*h nikmat Teh Intan.
Saat itu kepalanya menghadap keatas karena menahan nikmat. Kini tiba saat yang kutunggu. Handuk yang masih menutupi tubuhnya langsung kubuka tanpa hambatan. Secara samar-samar dapat kulihat bentuk B*ah d*d*nya. Kur*mas dan kukecup dengan lembut dan,
ā€œ Aow… . Sss… uhhhh.. .terusss Rob… . Sss.. aghhh… ā€œ , des*h Teh Intan menahan nikmat.
Sambil terus menc*cipi bagian tubuhnya akhirnya saya sampai juga didaerah Kew*nit*an-nya. Saat itu saya sedikit ragu untuk memcicipi Kew*nit*a-nya yang sudah sedikit basah itu. Seperti difilm P**n* saya mencoba mempraktekkan gaya mel*mat Kej*nt*nan wanita. Kucoba sedikit dengan ujung lidahku, rasanya ternyata sedikit asin dan berbau amis.
Tetapi itu tidak menghentikanku untuk terus menjil*tinya. Semakin lama rasa jijik yang ada berubah menjadi rasa nikmat yang tiada tara,
ā€œ Ssss… . Oughhh… . teruss Rob… auwwww… Enak sekali Rob… Ahhh… ā€œ , Desah The intan semakin menjadi saja.
Saat itu Teh Intan tak mampu menahan nikmat dari jil*tan maut saya yang sesekali kuiringi dengan memasukkan jariku ke Kew*nit*an-nya.
ā€œ Oughhh… Te… Teteh mau keluar Rob… aghhhh… ā€œ, ucap nikmat-nya.
Tanpa kusadari tiba-tiba keluar cairan kental dari v*gin* nya yang belakangan kutau bahwa itu adalah cairan wanita. Saya belum berhenti dan terus menjil*ti Kew*nit*anya sampai bersih. Puas saya menjil*ti Kew*nit*annya kemudian langsung saya angkat dia kedalam rumahnya menuju kamar tidurnya.
Aduh… benar-benar tak habis pikir olehku, wanita segede ini bisa kuangkat dengan mudah. Setelah sampai dikamarnya saya langsung terbaring dengan posisi terlentang. Teteh Intan tanpa diperintah sudah tahu apa yang kumau dan langsung mengambil posisi berada di atas saya.
Saya yang berada dibawah saat itu sengaja tidak berbuat apa-apa dan membdiarkan Teteh Intan mengambil inisiatif untuk memu*skanku. Teteh Intan langsung memegang Kej*nt*nanku dan mencoba memasukkannya kedalam Kew*nit*an-nya.
ā€œ Zlebbbbā€¦ā€, tanpa hambatan saat itu b*tang kej*nt*nanku-pun tenggelam seluruhnya didalam l*ang kenikmatan Teteh Intan.
Saya hanya terpejam merasakan Kej*nt*nanku seperti diperas-peras dan hangat sekali rasanya. Saya tak menyangka bahwa kenikmatan bers*tubuh dengan wanita lebih nikmat dibanding dengan saya beron*ni. Teteh Intan mulai mengg*njot pant*tnya secara perlahan tapi pasti. ā€œ Eughhhh… Ssss… aghhh… oughhhh… ā€, des*hku.
Saat itu Teteh Intan terus melakukan gerakan yang sangat er*tis. Des*han Teteh Intan membuatku semakin bern*fsu ditambah dengan Buah d*d*nya bergoyang kesana-kemari. Rupanya saya tak bisa lagi tinggal ddiam. Saya berusaha mengimbangi genj*tan Teteh Intan sehingga irama genj*tan itu sangat merdu dan konstan.
Tangankupun tidak mau kalah dengan pant*tku. Saya berusaha mencapai kedua Buah d*d* yang ada didepan matsaya itu.Wow, indahnya pemandangan ini , kata-ku dalam hati. Tidak puas dengan hanya menyentuh Buah d*d* Teteh Intan, saya langsung mengambil posisi duduk sehingga Buah d*d* Teteh Intan tepat berada didepan wajahku.
Kembali saya mel*mat put*ngnya dengan lembut kiri dan kanan bergantdian.
ā€œ Aghhh… aghhh… . aghhh… oughhh… Sss… Aghhh… ā€, des*h Teh Intan kelihatannya tak tahan menahan nikmat dengan permainanku ini.
Lama-kelamaan genj*tan Teteh Intan semakin cepat dan saya,
ā€œ Ughhh… Sss… Aghhh… aku kelur… aghhh… oughhh… ā€, deah Teh Intan.
Teh Intan akhirnya mencapai org*sme utnuk kedua kalinya. Sedangkan saya saat itu belum apa-apa, dan saat itu saya sempat merasa kesal karena tidak bisa org*sme secara bersamaan.
Seketika itu saya langsung meminta Teteh Intan untuk kembali meng*lum Kej*nt*nanku. Teteh Intan yang sudah mendapat kepuasan dengan semangat meng*lum dan menjil*ti Kej*nt*nanku,
ā€œ Ssss… Ssss… aghhhh… ouhhh ā€, kata-ku ketika Teteh Intan semakin mempercepat k*luman dan koc*kannya pada Kej*nt*nanku.
Sepertinya dia ingin segera memuaskanku dan menikmati air kej*nt*nanku. Kira-kira sekitar 5 menit Teh Intan mengk*lum, ā€œ Aghhh… ouhhh… Crotttt… Crotttt… Crotttt… Crotttt… ā€
Akhirnya semua sp*rmaku tersembur dimuka dan diseluruh tubuh Teh Intan.
Saat itu Teteh Intan tidak berhenti dengan k*lumannya. Dia menjil*ti seluruh sp*rmaku hampir tak tersisa. Saat itu sebenarnya saya sangat ngilu dibuatnya tapi sungguh masih sangat nikmat sekali. Setelah merasakan kepuasan yag tiada tara kami langsung jatuh terkulai ddiatas kasur.
Teteh Intan tampaknya sangat kelelahan dan langsung tertidur p**as dengan keadaan tel*njang bulat. Saya yang takut jika ketahuan orang, saat itu juga saya langsung keluar dari kamar tersebut lalu mengambil handuk dan kembali ke rumah.
Ketika saya baru akan keluar dari rumah Teteh Intan, alangkah terkejutnya saya ketika dihadapanku ada seorang wanita yang kuduga sudah berdiri disitu dari tadi dan menyaksikan semua permainan S*x kami. Lalu dia, ā€œ Emmmm… Ehemmmā€¦ā€, suara Teh Irma. Setelah aku melihatnya ternyata dia tidak lain adalah Teh Irma.
ā€œ Permisi Teteh, saya mau masuk dulu ā€, kata-ku pura-pura tidak ada apa-apa.
Saat itu dengan berjalan secara teburu-buru saya langsung menuju rumahku untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan dari Teh Irma. Ketika saya akan masuk dengan tiba-tiba Teh Irma, ā€œ Robi !!! Berhenti… !!! ā€œ , ucap Teh Irma.
Mendengar perkataan Teh Irma, saat itu saya langsung panas dingin dibuatnya. Dalam hatiku berkata jangan-jangan dia akan melaporkanku pada Kepala Desa, aku harus bagaimana nih, bisa-bisa aku diarak orang satu kampung. Lalu akupun memberanikan menjawab Teh Irma,
ā€œ I… ii… Iya Teh… a… aa… ada apa ya Teh ā€œ , ucapku dengan terbata-bata.
Teteh Irma langsung mendekat kepadaku dan berkata,
ā€œ Eh kamu Rob, tadi kamu ngapain aja sama Teh Intan, Teteh bakal laporkan kejadian tadi pada suami Teh Intan dan kepala desa ya !!! ā€œ , ancam Teh Irma kepadaku.
ā€œ Ja… Jangan Teh, tolong jangan lakukan itu. Kami melakukan hubungan tadi atas dasar s**a sama s**a Teh… Tolong jangan laporkan kami Teh, kumohon Tehā€¦ā€, ucapku memelas kepada Teh Irma.
Ketika suasana saat itu terasa menegangkan untuk saya, tiba-tiba Teteh Irma,ā€œ Hahahahahhahaā€¦ā€, Tawa Teh Irma.
Seketia itu saya semakin bingung dibuatnya karena mungkin Teteh Irma punya dendam dan sekarang berhasil memjawabkannya. Lalu dia berkata padaku,
ā€œ Udah kamu nggak usah takut Rob, pokoknya sekarang kamu tetap berdiri disitu dan jangan sekali-kali bergerak kemanapun, Okey !!!ā€, ucapnya kepadaku.
ā€œ Sebenarnya mau teteh apa ??? Teteh mau melaporkan saya atau takut kalau saya lari ā€œ , kata-ku dengan perasaan bingung dan takut.
Tanpa menjawabku, Teh Irma saat itu semakin mendeka padaku. Setelah tidak ada lagi jarak diantara kami, tiba-tiba tangan Teteh Irma langsung melepas handuk yang saya kenakan tadi, sehingga sat itu saya kembali tel*njang bulat lagi, lalu,
ā€œ Teteh jangan apa-apakan kej*nt*nanku yaā€¦ā€ , kata-ku.
ā€œ Nggak Rob, kamu tenang aja ā€, jawab-nya.
Tidak kusangka saat itu Teteh Irma langsung berjongkok dan mulai mengocok Kej*nt*nanku begitu saja,
ā€œ Aghhhh… oghhhh… Ssss… Aghhh… ā€, des*hku.
Saya yang tadi-nya lemas, sekarang saya berga*rah lagi karena koc*kan Teteh Irma. Belum lagi saya selesai merasakan nikmatnya koc*kan lembut dari tangan Teteh Irma, saya kembali merasakan ada benda lembut, hangat dan basah menyentuh kepala Kej*nt*nan saya.
Saya langsung tahu bahwa itu adalah k*luman dan jil*tan dari mulut Teteh Irma setelah tadi saya merasakannya dengan Teteh Intan. K*luman dan jil*tan Teteh Irma ternyata lebih nikmat dari Teteh Intan. Saya bertaruh bahwa Teteh Irma telah melakukan berbagai macam gaya dan variasi dengan suaminya untuk memperoleh keturunan.
ā€œ Ssss… aghhhh… oughhhh… aow… aduhh… Ssss… Aghhhh… ā€, des*hku menahan hebatnya k*luman Teteh Irma.
Kira-kira sekitar10 menit saya dik*lum olehnya, sekarang giliran teteh Irma telah berganti posisi dengan men*ngging. Pant*tp-nya yang kecil namun berisi itu sekarang menantangku untuk dit*suk segera dengan rud*lku…
ā€œ Rob.. Ayo cepetan… !!! kamu sudah lama kan menginginkan hal ini. Teteh tahu kamu sering ngintip Teteh dari celah kamar itu
Teteh, ayo buruan masukin kej*nt*nan kamu d**g !!!ā€, katanya dengan mesra sembari men*ngging.
Jujur saja, saat itu saya jadi malu dibuatnya bahwa selama ini dia tahu akan perbuatanku. Tanpa pikir panjang saya langsung mencoba memasukkan b*tang Kej*nt*nanku ke l*ang kenikmatan Teteh Irma itu. Upzzzzzzz…. meleset deh pada tus*kanku pada kew*nit*an Teteh Irma yang pertama. Lalu saya kembali mecoba dan blesssssss… pada akhirnya saya berhasil juga.
Setelah kej*nt*nan saya tertanamam dalam kew*nit*an Teh Intan, Gila nih perempuan, pikirku dalam hati. Ternyata lub*ng sengg*ma-nya masih sempit sekali, kata-ku dalam hati. Lalu deengan perlahan saya mencoba menggoyangkan pant*tku maju-mundur.
ā€œ Aghhh… aghhh… Sss… oughhh… aghhh… ā€, des*h Teteh Irma menahan nikmat.
Ketika itu saya semakin mempercepat goyanganku karena memang ini adalah gaya favoritku,
ā€œ Aghhhh… aghhhh… aghhhh… ooghhhh… ā€, des*h Teteh Irma semakin terdengar kencang.
Melihat Buah d*d*nya yang bergelantung dan bergoyang-goyang membuatku ingin mewujudkan impdianku selama ini. Sambil terus mengg*njot Teteh Irma saya berusaha mencapai Buah d*d*nya. Kur*mas-r*mas dengan garangnya seolah mer*mas santan kelapa,
ā€œ Aowwww… sakitt Rob… aduhhh… Ssss… aghhh… ā€, rintih Teteh Irma tak tahan akan permainanku.
Ketiaka itu saya tidak memperdulikannya dan tetap saja menggenjot kew*nit*anya dengan cepat dan kuat. Kemudian saya mengganti posisi dengan menggend**g Teteh Irma didepanku. Blesssssss… masuklah kembali b*tang kej*nt*nanku kedalam Kew*nit*an-nya., lalu,
ā€œ Ssss… Aghhhhhhhhhh…. ā€, des*h Teteh Irma menahan nikmat lagi.
Saat itu saya mulai mel*mat bib*r, menc*umi seluruh leher dan kukecup kedua put*ng sus*nya yang merah itu,
ā€œ Aghhhh… nikmat sekaali Rob… Oughhh… aghhhh… ā€, ucap Teh Irma.
Karena mendapat perlakuan yang demikian bertubi-tubi dari saya, pada akhirnya Teteh Irma tak sanggup lagi menahan org*smenya, lalu,
ā€œ Aku keluarrrr Rob… Ssss… Aghhhh… ā€, des*h The Irma ketika mendapatkan org*smenya.
Saya yang sedikit lagi juga hampir mendapatkan puncak saya, saat itu saya semakin mengg*njot dengan cepat,
ā€œ Plak… Plak… Plak… Plakā€¦ā€ bunyi hentakan sodokan antara Kej*nt*nanku dan Kew*nit*an Teteh Irma yang sudah sangat becek tersebut.
Tidak lama kemudian saya merasakan ada denyutan-denyutan di ujung b*tang Kej*nt*nanku dan akhirnya,
ā€œ Crottt… Crottt… Crottt… ā€, akhirnya tersembur-lah sp*rma saya kedalam Kew*nit*an Teteh Irma.
Setelah kami sama-sama mendapatkan kl*maks kami, saat itu kami berc*uman sambil merasakan sisa-sisa kenikmatan. Sejenak saat itu kami-pun duduk lemas dan bersandar pada tembok. Setelah itu kamipun bergegas kembali kerumah masing-masing.
Singkat cerita esok harinya ketika bertemu, kami seolah-olah tidak pernah melakukan apapun. Perlu diketahui para pembaca sekalian, Sejak kejadian itu Teh Intan tidak pernah lagi mau lagi berbicara dengan saya lagi. Sedangkan dengan Teh Irma, terkadang masih melakukan hubungan s*x dengan saya ketika dia sedang ingin ataupun sebaliknya ketika saya sedang sangat ingin melakukan hubungan S*x.
Singkat cerita sekarang saya sudah selesai kuliah dan tidak lagi tinggal dikos itu. Walaupun saya tidak tinggal disana lagi, jujur dalam hati yang paling dalam, aku masih sangat merindukan untuk kembali kesana agar aku bisa melakukan hubungan s*x dengan Teh Irma ataupun dengan Teh Intan.

Di Antara Dua Hati: Kesetiaan yang Diuji oleh Kehadiran Tetangga  šŸ’‹Minggu kemarin aku mempunyai tetangga baru yang tingg...
14/09/2024

Di Antara Dua Hati: Kesetiaan yang Diuji oleh Kehadiran Tetangga šŸ’‹

Minggu kemarin aku mempunyai tetangga baru yang tinggal disamping rumahku. Setelah aku tanya-tanya ternyata yang pindah disamping rumahku tersebut adalah pasangan suami istri yang baru saja menikah. Yang laki-laki namanya Nisfi umurnya sekitar 35 tahunan dan yang wanita namanya Diah umurnya sekitar 24 tahunan.

Ketika aku pertama melihat mereka berdua aku sudah mengetahui kalau jarak umur antara mereka berdua sangat jauh, terlihat dari wajah laki-lakinya yang sudah menua. Namun aku sangat tertarik sekali dengan wanitanya yang bernama Diah tersebut.

Dia masih muda, cantik, dan juga memiliki tubuh yang sangat aduhai dengan postur tinggi sekitar 167cm, berat badan 57kg, dan tubuhnya dihiasi dengan buah d*d* yang lumayan besar sekitar 36B dan juga pnt*tnya yang sangat menggoda, tidak terlalu besar namun terlihat sangat padat dan berisi. Sungguh aku sangat n*fsu pada Diah.

Entah mengapa, tiba-tiba saja muncul pertanyaan nakal di otakku. Apakah Istri seperti itu memang memiliki kesetiaan yang benar-benar tulus dan jauh dari pikiran macam-macam terhadap suaminya? Sebutlah misalnya berhayal pada suatu ketika bisa melakukan petualangan s*ks*al dengan lelaki lain?

Apakah seorang istri seperti itu mampu bertahan dari godaan s*ks yang kuat, jika pada suatu ketika, dia terposisikan secara paksa kepada suatu kondisi yang memungkinkannya bermain s*ks dengan pria lain? Apakah dalam situasi seperti itu, dia akan melawan, menolak secara total meski keselamatannya terancam?

Atau apakah dia justru melihatnya sebagai peluang untuk dimanfaatkan, dengan dalih ketidakberdayaan karena berada dibawah ancaman? Pertanyaan-pertanyaan itu, secara kuat menyelimuti otak dudaku yang memang kotor dan s**a berhayal tentang penyimpangan s*ks*al.

Sekaligus juga akhirnya melahirkan sebuah rencana biadab, yang jelas sarat dengan resiko dosa dan hukum yang berat. Aku ingin memp*rk*sa Diah! Wuah! Tapi itulah memang tekad yang terbangun kuat di otak binatangku. Sesuatu yang membuatmu mulai hari itu, secara diam-diam melakukan pengamatan dan penelitian intensif terhadap pasangan suami istri muda tersebut.

Kuamati, kapan keduanya mulai bangun, mulai tidur, makan dan bercengkrama. Kapan saja si Suami bepergian ke luar kota lebih dari satu malam, karena tugas perusahaannya sebuah distributor peralatan elektronik yang cukup besar. Dengan kata lain, kapan Diah, wanita dengan sepasang buah d*d* dan pinggul yang montok sintal itu tidur sendirian di rumahnya.

Untuk diketahui, pasangan ini tidak punya pembantu. Saat itulah yang bakal kupilih untuk momentum memp*rk*sanya. Menikmati bangun dan lekuk-lekuk tubuhnya yang memancing ga*rah, sambil menguji daya tahan kesetiaannya sebagai istri yang bisa kukategorikan lumayan setia.

Sebab setiap suaminya bepergian atau sedang keluar, wanita ini hanya mengunci diri di dalam rumahnya. Selama ini bahkan dia tak pernah kulihat meski hanya untuk duduk-duduk di terasnya yang besar. Itu ciri Ibu Rumah Tangga yang konservatif dan kukuh memegang tradisi sopan-santun budaya wanita timur yang sangat menghormati suami.

Meski mungkin mereka sadar, seorang suami, yang terkesan sesetia apapun, jika punya peluang dan kesempatan untuk bermain g*la, mudah terjebak ke sana. Aku tahu suaminya, si Nisfi selalu bepergian keluar kota satu atau dua malam, setiap hari Rabu.

Apakah benar-benar untuk keperluan kantornya, atau bisa jadi menyambangi wanita simp*nannya yang lain. Dan itu bukan urusanku. Yang penting, pada Rabu malam itulah aku akan melaksanakan aksi biadabku yang mendebarkan. Semua tahapan tindakan yang akan kulakukan terhadap wanita yang di mataku semakin mengga*rahkan itu, kususun dengan cermat.

Aku akan menyelinap ke rumahnya hanya dengan mengenakan celana training minus cel*na d*lam, serta baju kaos ketat yang mengukir bentuk tubuh bidangku. Buat Anda ketahui, aku pria macho dengan penampilan menarik yang gampang memaksa wanita yang berpapasan denganku biasanya melirik.

Momen yang kupilih, adalah pada saat Diah akan tidur. Karena berdasarka hasil pengamatanku, hanya pada saat itu, dia tidak berkebaya, cuma mengenakan daster tipis yang (mungkin) tanpa k*tang. Aku tak terlalu pasti soal ini, karena cuma bisa menyaksikannya sekelebat saja lewat cara mengintip dari balik kaca jendelanya dua hari lalu.

Kalau Diah cuma berdaster, berarti aku tak perlu disibukkan untuk melepaskan stagen, baju, k*tang serta kain yang membalut tubuhnya kalau lagi berkebaya. Sedang mengapa aku cuma mengenakan training spack tanpa cel*na d*lam, tahu sendirilah.

Aku menyelinap masuk ke dalam rumahnya lewat pintu dapur yang terbuka petang itu. Saat Diah pergi mengambil jemuran di kebun belakangnya, aku cepat bersembunyi di balik tumpukan karton kemasan barang-barag elektronik yang terdapat di sudut ruangan dapurnya.

Dari sana, dengan sabar dan terus berusaha untuk mengendalikan diri, wanita itu kuamati sebelum dia masuk ke kamar tidurnya. Dengan mengenakan daster tipis dan ternyata benar tanpa k*tang kecuali cel*na d*lam di baliknya. Si Istri Setia itu memeriksa kunci-kunci jendela dan pintu rumahnya.

Dari dalam kamarnya terdengar suara acara televisi cukup nyaring. Nah, pada saat dia akan masuk ke kamar tidurnya itulah, aku segera memasuki tahapan berikut dari strategi memp*rk*sa wanita bertubuh sintal ini. Dia kusergap dari belakang, sebelah tanganku menutup mulutnya, sedang tangan yang lain secara kuat mengunci kedua tangannya.

Diah terlihat tersentak dengan mata terbeliak lebar karena terkejut sekaligus panik dan ketakutan. Dia berusaha meronta dengan keras. Tapi seperti adegan biasa di film-film yang memperagakan ulah para baj*ngan, aku cepat mengingatkannya untuk tetap diam dan tidak bertindak bodoh melakukan perlawanan. Hanya bedanya, aku juga mengutarakan permintaan maaf.

ā€œMaafkan saya Mbak. Saya tidak tahan untuk tidak memeluk Mbak. Percayalah, saya tidak akan menyakiti Mbak. Dan saya bersumpah hanya melakukan ini sekali. Sekali saja,ā€ bisikku membujuk dengan nafas memburu akibat n*fsu dan rasa tegang luar biasa. Diah tetap tidak peduli. Dia berusaha mengamuk, menendang-nendang saat kakiku menutup pintu kamarnya dan tubuhnya kepepetkan ke dinding.

Kalau Mbak ribut, akan ketahuaan orang. Kita berdua bisa hancur karena malu dan aib. Semua ini tidak akan diketahui orang lain. Saya bersumpah merahasiakannya sampai mati, karena saya tidak mau diketahui orang lain sebagai pem*rk*sa,ā€ bisikku lagi dengan tetap mengunci seluruh gerakan tubuhnya.

Tahapan selanjutnya, adalah menc*umi bagian leher belakang dan telinga wanita beraroma tubuh harum merangs*ng itu. Sedang senj*taku yang keras, tegang, perkasa dan penuh urat-urat besar, kutekankan secara keras ke belahan pant*tnya dengan gerakan memutar, membuat Diah semakin terjepit di dinding.

Dia mencoba semakin kalap melawan dan meronta, namun apalah artinya tenaga seorang wanita, di hadapan pria kekar yang sedang dikuasai n*fsu binatang seperti diriku. Aksi menc*umi dan menekan pant*t Diah terus kulakukan sampai lebih kurang sepuluh menit.

Setelah melihat ada peluang lebih baik, dengan gerakan secepat kilat, dasternya kusingkapkan. Cel*na d*lamnya segera kutarik sampai sobek ke bawah, dan sebelum wanita ini tahu apa yang akan kulakukan, belahan pant*tnya segera kubuka dan lub*ng an*snya kujil*ti secara buas. Diah terpekik.

Sebelah tanganku dengan gesit kemudian menyelinap masuk diantara selangk*ngannya dari belakang dan mer*ba serta mer*mas bagian luar kem*lu*nnya, tapi membiarkan bagian dalamnya tak terj*mah. Strategiku mengingatkan belum waktunya sampai ke sana.

Aksi menjil*t dan mer*mas serta mengusap-usap ini kulakukan selama beberapa menit. Diah terus berusaha melepaskan diri sambil memintaku menghentikan tindakan yang disebutnya jahanam itu. Dia berulang-ulang menyebutku bin*tang dan baj*ngan. Tak soal. Aku memang sudah jadi bin*tang baj*ngan. Dan sekarang sang baj*ngan sudah tanpa celana, tel*nj*ng sebagian.

ā€œAkan kulaporkan ke suamiku,ā€ ancamnya kemudian dengan nafas terengah-engah.
Aku tak menyahut sambil bangkit berdiri serta menc*umi pundaknya. Lalu menempelkan b*tang perk*saku yang besar, tegang dan panas diantara belahan pant*tnya.

Menekan dan memutar-mutarnya dengan kuat di sana. Sedang kedua tanganku menyusup ke depan, mer*ba, mer*mas dan memainkan put*ng buah d*d* besar serta montok wanita yang terus berjuang untuk meloloskan diri dari bencana itu.
ā€œTolong Mas Dartam, lepaskan aku. Kasihani aku,ā€ ratapnya.

Aku segera menc*umi leher dan belakang telinganya sambil berbisik untuk membujuk, sekaligus memprovokasi.
ā€œKita akan sama-sama mendapat kepuasan Mbak. Tidak ada yang rugi, karena juga tidak akan ada yang tahu. Suamimu sedang keluar kota. Mungkin juga dia sedang bergulat dengan wanita lain. Apakah kau percaya dia setia seperti dirimu,ā€ bujukku mesra.

ā€œKau baj*ngan terkutuk,ā€ pekiknya dengan marah.
Sebagai jawabannya, tubuh putih yang montok dan harum itu (ciri yang sangat kusenangi) kali ini kupeluk kuat-kuat, lalu kuseret ke atas ranjang dan menjatuhnya di sana. Kemudian kubalik, kedua tangannya kurentangkan ke atas.

Selanjutnya, ketiak yang berbulu halus dan basah oleh keringat milik wanita itu, mulai kuc*umi. Dari sana, c*umanku meluncur ke sepasang buah d*d*nya. Menjil*t, mengg*git-g*git kecil, serta meny*dot put*ngnya yang terasa mengeras tegang.

ā€œJangan Mas Darta. Jangan.. Tolong lepaskan aku.ā€
Wanita itu mengg*liat-g*liat keras. Masih tetap berusaha untuk melepaskan diri. Tetapi aku terus bertindak semakin jauh. Kali ini yang menjadi sasaranku adalah perutnya.

Kujil*t habis, sebelum pelan-pelan merosot turun lebih ke bawah lalu berputar-putar di bukit kem*lu*nnya yang ternyata menggunung tinggi, mirip roti. Sementara tanganku mer*mas dan mempermainkan buah d*d*nya, kedua b*tang p*ha putih dan mulusnya yang menjepit rapat, berusaha kubuka.

Diah dengan kalap berusaha bangun dan mendorong kepalaku. Kakinya menendang-nendang kasar. Aku cepat menj*nakkannya, sebelum kaki dan dengkul yang l*ar itu secara telak membentur dua b*ji kej*nt*nnanku. Bisa celaka jika itu terjadi.

Kalau aku semaput, wanita ini pasti lolos. Setelah berjuang cukup keras, kedua p*ha Diah akhirnya berhasil kukuakkan. Kemudian dengan keahlian melakukan cunnil*ngus yang kumiliki dari hasil belajar, berteori dan berpraktek selama ini, lub*ng dan bib*r kel*min wanita itu mulai menjadi sasaran l*dah dan bib*rku.

Tanpa sadar Diah terpekik, saat kec*pan dan permainan ujung l*dahku menempel kuat di kl*torisnya yang mengeras tegang. Kulakukan berbagai sapuan dan dorongan l*dah ke bagian-bagian sangat sensitif di dalam liang sengg*manya, sambil tanganku terus mengusap, mer*mas dan memijit-mijit kedua buah d*d*nya.

Diah mengg*liat, terguncang dan tergetar, kadang menggigil, menahan dampak dari semua aksi itu. Kepalanya digeleng-gelengkan secara keras. Entah pernyataan menolak, atau apa. Sambil melakukan hal itu, mataku berusaha memperhatikan permukaan perut si Istri Setia ini.

Dari sana aku bisa mempelajari reaksi otot-otot tubuhnya, terhadap gerakan l*dahku yang terus menyeruak masuk dalam ke dalam l*ang sengg*manya. Dengan sentakan-sentakan dan gelombang di bagian atas perut itu, aku akan tahu, di titik dan bagian mana Diah akan merasa lebih terangs*ng dan nikmat.

Gelombang rangs*ngan yang kuat itu kusadari mulai melanda Diah secara fisik dan emosi, ketika perlawanannya melemah dan kaki serta kepalanya bergerak semakin resah. Tak ada suara yang keluar, karena wanita ini menutup bahkan mengg*git bib*rnya.

G*liat tubuhnya bukan lagi refleksi dari penolakan, tetapi (mungkin) gambaran dari seseorang yang mati-matian sedang menahan kenikmatan. Berulang kali kurasakan kedua p*hanya bergetar. Kem*luannya banjir membasah. Ternyata benar analisa otak kotorku beberapa pekan lalu.

Bahwa sesetia apapun seorang Istri, ada saat di mana benteng kesetiaan itu ambruk, oleh rangs*ngan s*ksual yang dilakukan dalam tempo relatif lama secara paksa, langsung, intensif serta tersembunyi oleh seorang pria ganteng yang ahli dalam masalah s*ks.

Diah telah menjadi contoh dari hal itu. Mungkin juga ketidakberdayaan yang telah membuatnya memilih untuk pasrah. Tetapi rasanya aku yakin lebih oleh gelora n*fsu yang bangkit ingin mencari pelampiasan akibat rangs*ngan yang kulakukan secara intensif dan ahli di seluruh bagian sensitif tubuhnya.

Aksiku selanjutnya adalah dengan memutar tubuh, berada di atas Diah, memposisikan b*tang kej*ntan*nku tepat di atas wajah wanita yang sudah mulai membara dibakar n*fsu b*rahi itu. Aku ingin mengetahui, apa reaksinya jika terus kurangs*ng dengan b*tang perkasaku yang besar dan hangat tepat berada di depan mulutnya.

Wajahku sendiri, masih berada diantara selangk*ngannya dengan l*dah dan bib*r terus menjil*t serta mengh*sap kl*toris dan l*ang kew*nita*nnya. Pah* Diah sendiri, entah secara sadar atau tidak, semakin membuka lebar, sehingga memberikan kemudahan bagiku untuk menikmati kel*minnya yang sudah membanjir basah.

Mulutnya berulangkali melontarkan jeritan kecil tertahan yang bercampur dengan des*san. Aksi itu kulakukan dengan intensif dan penuh n*fsu, sehingga berulang kali kurasakan p*ha serta tubuh wanita cantik itu bergetar dan berkelojotan.

Beberapa menit kemudian mend*d*k kurasa sebuah benda basah yang panas menyapu b*tang kej*ntan*nku, membuatku jadi agak tersentak. Aha, apalagi itu kalau bukan l*dah si Istri Setia ini. Berarti, selesailah sudah seluruh perlawanan yang dibangunnya demikian gigih dan habis-habisan tadi.

Wanita ini telah menyerah. Namun sayang, jil*tan yang dilakukannya tadi tidak diulanginya, meski b*tang kej*ntan*nku sudah kurendahkan sedemikian rupa, sehingga memungkinkan mulutnya untuk menelan bagian kepalanya yang sudah sangat keras, besar dan panas itu.

Boleh jadi wanita ini merasa dia telah menghianati suaminya jika melakukan hal itu, mengh*sap b*tang kej*ntan*n pria yang memp*rk*sanya! Tak apa. Yang penting sekarang, aku tahu dia sudah menyerah. Aku cepat kembali membalikkan tubuh.

Memposisikan b*tang kej*ntan*nku tepat di depan bukit kew*nita*nnya yang sudah merekah dan basah oleh cairan dan air l*dahku. Aku mulai menc*umi p**inya yang basah oleh air mata dan lehernya. Kemudian kedua belah ketiaknya. Diah menggel*njang l*ar sambil membuang wajahnya ke samping. Tak ingin bertatapan denganku.

Buah d*d*nya kujil*ti dengan buas, kemudian berusaha kumas**an sedalam-dalamnya ke dalam mulutku. Tubuh Diah meng*jang menahan nikmat. Tindakan itu kupertahankan selama beberapa menit. kemudian b*tang kej*ntan*nku semakin kudekatkan ke bib*r kem*lu*nnya.

Ah.., wanita ini agaknya sudah mulai tidak sabar menerima b*tang panas yang besar dan akan memenuhi seluruh l*ang sangg*manya itu. Karena kurasa p*hanya membentang semakin lebar, sementara pinggulnya agak diangkat membuat lub*ng sangg*manya semakin menganga merah.

ā€œMbak Mar sangat cantik dan merangs*ng sekali. Hanya lelaki yang beruntung dapat menikmati tubuhmu yang luar biasa ini,ā€ gombalku sambil menc*umi p**i dan lehernya.
ā€œSekarang punyaku akan memasuki punya Mbak. Aku akan memberikan kenikmatan yang luar biasa pada Mbak. Sekarang nikmatilah dan kenanglah peristiwa ini sepanjang hidup Mbak.ā€

Setelah mengatakan hal itu, sambil menarik otot di sekitar an*s dan p*haku agar ketegangan kel*minku semakin meningkat tinggi, l*ang kenikm*tanwanita desa yang bermata bulat jelita itu, mulai kuterobos. Diah terpekik, tubuhnya menggeliat, tapi kutahan. B*tang kej*ntan*nku terus merasuk semakin dalam dan dalam, sampai akhirnya tenggelam penuh di atas bukit kel*min yang montok berbulu itu.

Untuk sesaat, tubuhku juga ikut bergetar menahan kenikmatan luar biasa pada saat l*ang kew*nita*n wanita ini berdenyut-deyut menjepitnya. Tubuhku kudorongkan ke depan, dengan pant*t semakin ditekan ke bawah, membuat pangkal atas b*tang kej*ntan*nku menempel dengan kuat di kl*torisnya. Diah melenguh gelisah.

Tangannya tanpa sadar memeluk tubuhku dengan punggung melengkung. Kudiamkan dia sampai agak lebih tenang, kemudian mulailah gerakan alamiah untuk coitus yang membara itu kulakukan. Diah kembali terpekik sambil meronta dengan mulut mendesis dan melengguh.

Temb*kan b*tang kej*ntan*nku kulakukan semakin cepat, dengan gerakan berubah-ubah baik dalam hal sudut temb*kannya, maupun bentuknya dalam melakukan pen*trasi. Kadang lurus, miring, juga memutar, membuat Diah benar-benar seperti orang kesurupan.

Wanita ini kelihatanya sudah total lupa diri. Tangannya mencengkram pundakku, lalu mend*d*k kepalanya terangkat ke atas, matanyaterbeliak, giginya dengan kuat mengg*git pundakku. Dia org*sme! Gerakan keluar-masuk b*tang kej*ntan*nku kutahan dan hanya memutar-mutarnya, mengaduk seluruh l*ang sangg*ma Diah, agar bisa menyentuh dan mengg*las bagian-bagian sens*tif di sana.

Wanita berpinggul besar ini meregang dan berkelonjotan berulang kali, dalam tempo waktu sekitar dua puluh detik. Semuanya kemudian berakhir. Mata dan hidungnya segera kuc*umi. Pipinya yang basah oleh air mata, kusapu dengan hidungku. Tubuhnya kupeluk semakin erat, sambil mengatakan permintaan maaf atas kebiadabanku. Diah cuma membisu.

Kami berdua saling berdiaman. Kemudian aku mulai beraksi kembali dengan terlebih dahulu menc*um dan menjil*ti leher, telinga, pundak, ketiak serta buah d*d*nya. K*c*kan kej*ntan*nku kumulai secara perlahan. Kepalanya kuarahkan ke bagian-bagian yang sens*tif atau G-Sp*t wanita ini. Hanya beberapa detik kemudian, Diah kembali gelisah.

Kali ini aku bangkit, mengangkat kedua p*hanya ke atas dan membentangkannya dengan lebar, lalu mengh*jamkan b*tang perkasaku sedalam-dalamnya. Diah terpekik dengan mata terbeliak, menyaksikan b*tang kej*ntan*nku yang mungkin jauh lebih besar dari milik suaminya itu, berulang-ulang keluar masuk diantara lub*ng berbulu basah miliknya.

Matanya tak mau lepas dari sana. Kupikir, wanita ini terbiasa untuk berlaku seperti itu, jika bers*tubuh. Wajahnya kemudian menatap wajahku.
ā€œMasā€¦ā€ bisiknya.

Aku mengangguk dengan perasaan lebih terangs*ng oleh pangg*lan itu, k*c*kanb*tang kej*ntan*nku kutingkatkan semakin cepat dan cepat, sehingga tubuh Diah terguncang-guncang dahsyat. Pada puncaknya kemudian, wanita ini menjatuhkan tubuhnya di tilam, lalu mengg*liat, meregang sambil mer*mas sprei. Aku tahu dia akan kembali memasuki saat org*sme keduanya.

Dan itu terjadi saat mulutnya melontarkan pekikan nyaring, mengatasi suara Krisdayanti yang sedang menyanyi di pesawat televisi di samping ranjang. Pertarungan seru itu kembali usai. Aku terengah dengan tubuh bermandi keringat, di atas tubuh Diah yang juga basah kuyup.

Matanya kuc*umi dan hidungnya kuk*cup dengan lembut. Detak jantungku terasa memacu demikian kuat. Kurasakan b*tang kej*ntan*nku berdenyut-denyut semakin kuat. Aku tahu, ini saat yang baik untuk mempersiapkan org*smeku sendiri.

Tubuh Diah kemudian kubalikkan, lalu punggungnya mulai kujil*ti. Dia mengeluh. Setelah itu, pant*tnya kubuka dan kunaikkan ke atas, sehingga lub*ng an*snya ikut terbuka. Jilatan intensifku segera kuarahkan ke sana, sementara jariku memilin dan mengusap-usap kl*torisnya dari belakang.

Diah berulang kali menyentakkan badannya, menahan rasa ngilu itu. Namun beberapa menit kemudian, keinginan bers*tubuhnya bangkit kembali. tubuhnya segera kuangkat dan kuletakkan di depan toilet tepat menghadap cermin besar yang ada di depannya. Dia kuminta jongkok di sana, dengan membuka kakinya agak lebar.

Setelah itu dengan agak tidak sabar, b*tang kej*ntan*nku yang terus membesar keras, kuarahkan ke kel*minnya, lalu kusorong masuk sampai ke pangkalnya. Diah kembali terpekik. Dan pekik itu semakin kerap terdengar ketika b*tang kej*ntan*nku keluar masuk dengan cepat di l*ang sangg*manya.

Bahkan wanita itu benar-benar menjerit berulangkali dengan mata terbeliak, sehingga aku khawatir suaranya bisa didengar orang di luar. Wanita ini kelihatannya sangat terangs*ng dengan style bers*tubuh seperti itu. Selain b*tang kej*ntan*nku terasa lebih dahsyat menerobos dan menggesek bagian-bagian sens*tifnya, dia juga bisa menyaksikan wajahku yang t*gang dalam memompanya dari belakang.

Dan tidak seperti sebelumnya, Diah kali ini dengan suara gemetar mengatakan dia akan keluar. Aku cepat mengangkat tubuhnya kembali ke ranjang. menelentangkannya di sana, kemudian meny*tubuh*nya habis-habisan, karena aku juga sedang mempersiapkan saat org*smeku.

Aku akan melepas bendungan sp*rma di kepala kej*ntan*nku, pada saat wanita ini memasuki org*smenya. Dan itu terjadi, sekitar lima menit kemudian. Diah meregang keras dengan tubuh bergetar. Matanya yang cantik terbeliak. Maka org*smeku segera kulepas dengan hujaman b*tang kejantanan yang lebih lambat namun lebih kuat serta merasuk sedalam-dalamnya ke l*ang kew*nita*n Diah.

Kedua mata wanita itu kulihat terbalik, Diah meneriakkan namaku saat sp*rmaku menyembur berulang kali dalam tenggang waktu sekitar delapan detik ke dalam l*ang sangg*manya. Tangannya dengan kuat merangkul tubuhku dan tangisnya segera muncul. Kenikmatan luar biasa itu telah memaksa wanita ini menangis.

Aku memejamkan mata sambil memeluknya dengan kuat, merasakan nikmatnya org*sme yang bergelombang itu. Ini adalah org*smeku yang pertama dan penghabisanku dengan wanita ini. Aku segera berpikir untuk berangkat besok ke Kalimantan, ke tempat pamanku. Mungkin seminggu, sebulan atau lebih menginap di sana. Aku tidak boleh lagi mengulangi perbuatan ini. Tidak bo leh, meski misalnya Diah memintanya.

Baca juga :

https://web.facebook.com/share/p/15BRu1QDXX/

Address

Tangerang
Tangerang
11150

Telephone

+6282128386486

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Family Game posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share