30/11/2024
SYARIF HIDAYATULLAH SEORANG WALISONGO
Sunan Gunung Jati, atau yang lebih dikenal dengan nama Syarif Hidayatullah, adalah salah satu dari Wali Songo - sembilan wali yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Ia dilahirkan pada tahun 1448 Masehi dari pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alam, seorang penguasa Mesir, dan Nyai Rara Santang, putri dari Prabu Siliwangi, penguasa Kerajaan Pajajaran.
Sejak kecil, Syarif Hidayatullah telah menunjukkan kecerdasan dan ketekunannya dalam menuntut ilmu agama. Atas izin ibundanya, ia berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama. Di tanah suci, ia berguru kepada Syekh Tajudin Al-Qurthubi. Kemudian, ia melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Mesir, di mana ia belajar kepada Syekh Muhammad Athaillah Al-Syadzili, seorang ulama bermadzhab Syafi'i dan juga mempelajari tasawuf tarekat Syadziliyah.
Atas arahan dari Syekh Athaillah, Syarif Hidayatullah kemudian pulang ke Nusantara untuk berguru pada Syekh Maulana Ishak di Pasai, Aceh. Selanjutnya, ia mengembara ke Karawang, Kudus, hingga ke Pesantren Ampeldenta Surabaya untuk belajar kepada Sunan Ampel.
Oleh Sunan Ampel, Syarif Hidayatullah diminta untuk berdakwah dan menyebarkan Islam di daerah Cirebon. Di sana, ia menjadi guru agama menggantikan Syekh Datuk Kahfi di Gunung Sembung. Setelah banyak masyarakat Cirebon masuk Islam, Syarif Hidayatullah melanjutkan dakwahnya ke daerah Banten.
Semasa berdakwah di Cirebon, Syarif Hidayatullah menikah dengan Nyi Ratu Pakungwati, putri Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman, penguasa Cirebon kala itu. Atas bantuan mertuanya, Syarif Hidayatullah mendirikan sebuah pondok pesantren dan mengajarkan Islam kepada penduduk sekitar. Oleh para santrinya, Syarif Hidayatullah dipanggil dengan julukan Maulana Jati atau Syekh Jati. Selain itu, karena ia berdakwah di daerah pegunungan, ia digelari sebagai Sunan Gunung Jati.
Setelah Pangeran Cakrabuana meninggal dunia, tampuk Kerajaan Cirebon dilanjutkan oleh menantunya, Sunan Gunung Jati. Duduk di kekuasaan, dakwah Sunan Gunung Jati beriringan di jalur politik. Ajaran Islam berkembang pesat di Cirebon, Sunda Kelapa, Banten, dan banyak daerah di Jawa Barat.
Untuk memperluas syiar Islam, Sunan Gunung Jati menikah dengan Nyai Ratu Kawunganten, putri bupati Kawunganten Banten. Salah seorang anaknya, Maulana Hasanudin, kelak meneruskan dakwah ayahnya sekaligus menjadi Sultan Banten. Cirebon juga menjalin hubungan dengan Tiongkok, di mana Sunan Gunung Jati menikahi putri Kaisar Cina Hong Gie dari Dinasti Ming yang bernama Ong Tien.
Pada 1568 M, Sunan Gunung Jati berpulang. Ketika meninggal, usianya diperkirakan mencapai 118 tahun. Makamnya terletak di Gunung Sembung, Desa Astana, Cirebon Utara.
Sunan Gunung Jati dikenal sebagai seorang pemimpin yang sukses berkat kemampuannya dalam memperluas kekuasaan kerajaan dan ajaran Islam di Cirebon. Banyak peninggalannya yang masih dapat ditemui hingga saat ini, seperti Masjid Agung Sang Cipta Rasa, senjata pusaka, dan berbagai benda bersejarah lainnya.
Sosok Sunan Gunung Jati sangat dihormati dan diteladani, terutama oleh umat Muslim di Indonesia. Ia merupakan salah satu dari Wali Songo yang berperan besar dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Keteladanannya dalam berdakwah dan memimpin kerajaan patut dicontoh oleh generasi-generasi setelahnya.