Dunia Hamster Tasikmalaya

Dunia Hamster Tasikmalaya Tips dan Trik Memainkan Permainan Mesin Capit Boneka

07/12/2025

Hamster Murah nya nih Guyss lokasi Tasikmalaya Yaww WA : 085794547428

01/12/2025

Di Obral Hamster Borongan Siap kawin harga mulai dari 5000, lokasi tasikmalaya Cisayong

WA 085794547428

01/12/2025

Hamster Murah Lokasi Tasikmalaya

CINTA DI BAWAH BAYONET JEPANGPenulis Senja BeradaBab 5 Hening diantara dua zamanNyi Ratna, kini sudah berusia 76 tahun, ...
30/11/2025

CINTA DI BAWAH BAYONET JEPANG
Penulis Senja Berada

Bab 5 Hening diantara dua zaman

Nyi Ratna, kini sudah berusia 76 tahun, masih terlihat cantik. Parasnya teduh, rambutnya memutih bersih disanggul rapi. Banyak orang bilang, kalau Ratna lewat, masih terasa wibawa dan aura lembut yang sama seperti saat muda dulu.
Kursi goyangnya berderit pelan, seirama dengan desau angin sore. Di pangkuannya ada foto hitam putih dirinya dan Rasyid Baharuddin, suaminya yang sudah meninggal hampir dua pekan lalu.

Ratna menatap foto itu lama. Senyum di bibirnya gemetar, air mata menetes perlahan tanpa suara.
“Rasyid…” bisiknya. "Dosa mu padaku terlalu banyak.”

Matanya menerawang jauh ke langit yang perlahan berwarna oranye lembut. Ia merasa ada sesuatu yang memanggil, bukan dari langit, tapi dari masa lalu.

Langkah lembut terdengar dari balik pintu. Seseorang mendekat dan menepuk pundaknya pelan.
“Mak… kenapa?” suara itu tenang tapi penuh khawatir.

Ratna menoleh. Ramli Baharuddin, anak sulungnya, berdiri di sana, rambutnya mulai beruban, tapi masih tegap dengan seragam kantoran rapi.

Ratna menghapus air mata pelan. “Li…” ucapnya, “panggilkan adikmu, Anton, ke sini sekarang juga.”

Ramli mengernyit. “Anton? Sekarang, Mak?”

Ratna mengangguk. “Sekarang.”
Suara itu lembut tapi tegas, tak memberi ruang untuk bertanya.

Ramli menatap wajah ibunya. Meski menangis, sorot matanya tajam dan penuh tekad. Ada sesuatu yang serius.

“Iya, Mak,” jawabnya singkat, lalu segera mengambil kunci mobil.

Perjalanan ke rumah Anton cukup lama, hampir satu jam, melewati kebun karet dan sawah yang baru dipanen. Ramli menyetir dengan cepat, sementara pikirannya sibuk menebak-nebak apa yang membuat ibunya memanggil Anton dengan nada seaneh itu.

“Anak satu itu…” gumamnya sambil menghela napas. “Pasti lagi santai di beranda, minum kopi.”

Dugaannya tak meleset.

Begitu sampai di rumah panggung sederhana milik Anton, Ramli langsung melihat adiknya duduk di depan rumah sambil menyeruput kopi dan menabur pakan bebek. Bajunya kaus lusuh, celana pendek, rambut sedikit berantakan, tapi wajahnya tenang, penuh senyum.

“Ton!” panggil Ramli keras.

Anton menoleh pelan, senyum lebar menghiasi wajahnya. “Weh, abang datang! Masuk dulu, minum kopi dulu!” katanya riang.

Ramli mendengus. “Bukan waktunya ngopi. Mamak nyuruh aku ke sini. Cepat pulang sekarang juga.”

Anton masih tenang, bahkan sempat meneguk kopi lagi sebelum menjawab, “Kenapa mamak? Ada apa?”

“Aku gak tahu,” sahut Ramli cepat. “Tapi tadi aku lihat mamak menangis. Kau harus ikut sekarang juga.”

Anton malah tertawa kecil. “Menangis? Halah. Mamak paling kangen sama ayah. Kalau rindu, biasanya dia pengen lihat aku. Kan aku paling mirip Rasyid Baharuddin yang tampan itu.”

Ramli memutar bola matanya. “Ton, ini serius.”

Anton mengangkat bahu. “Santai, Bang. Dunia gak bakal lari.”

Ramli menarik napas panjang, menahan kesal. “Kalau bukan mamak yang nyuruh, aku udah biarin kau di sini sampai bebek-bebekmu itu botak!”

Anton tergelak. “Abang jangan tegang gitu, nanti cepat tua.”

“TON!”

Anton masih tertawa sambil berdiri, mengambil jaketnya. “Baiklah, baiklah, aku ikut. Tapi kopi terakhir dulu, boleh kan?”

Ramli menatapnya tajam. Anton menyerah sambil mengangkat tangan. “Ya udah, ya udah! Abang ini kayak polisi Jepang di masa perang, galak amat.”

Setelah satu jam perjalanan, mereka sampai di rumah Ratna.
Namun bukannya langsung menemui ibunya, Anton malah berjalan ke dapur.

“Bang, haus. Buatin jus jambu satu, ya?” katanya seenaknya.

Ramli menatapnya tajam. “Ada Mbak Siti di dapur!”

“Tapi aku maunya abang yang buat,” kata Anton santai, dengan senyum nakal. “Rasa buatan abang tuh spesial. Ada campuran cinta dan emosi.”

Ramli mendecak keras, tapi tetap juga mengambil blender. “Kau ini memang bikin dosa sabar aku naik, Ton.”

Anton duduk dengan kaki disilangkan, pura-pura menikmati suasana. Begitu jus selesai, ia meneguknya pelan sambil menatap Ramli.
“Hmm, segar. Abang, jangan marah terus, nanti keriput nambah.”

Ramli menggeleng, “Cepat temui mamak, dasar pengganggu!”

Anton berdiri sambil tertawa. “Baiklah, komandan!”

Ratna masih duduk di kursi goyangnya. Tapi kali ini wajahnya lebih lembut, seolah menunggu sesuatu. Saat Anton masuk, langkahnya pelan, tapi senyumnya tak hilang.

“Mamak…” panggilnya.

Ratna menatap, lalu berdiri dan langsung memeluk Anton erat. Pelukan itu lama, hangat, dan membuat Anton kehilangan kata-kata.

“Eh, mamak kenapa? Rindu Rasyid Baharuddin yang ganteng itu kah?” godanya, setengah malu.

Ratna tersenyum tipis, tapi suaranya bergetar. “Anton… mamak tak ingin bercanda hari ini. Mamak ingin pulang.”

Anton menatap bingung. “Pulang? Kita udah di rumah, Mak.”

Ratna menggeleng pelan. “Bukan ke rumah ini, Nak. Bukan rumah si Ramli, atau anak mamak yang lain. Mamak ingin pulang ke Tasik.”

Anton diam beberapa detik. “Tasik?” ulangnya pelan. “Mamak orang Padang, kan mak? Inilah rumah mamak. ”

Ratna menghela napas panjang, seolah beban puluhan tahun keluar dari dadanya.
“Mamak orang Tasik, Ton. Dulu, sebelum mamak bertemu dengan ayahmu, mamak tinggal di sana.”

Anton menatap ibunya lama. Selama ini, ia tumbuh besar dengan cerita bahwa Ratna asli Padang, perempuan kuat yang ikut berjuang di masa Jepang, lalu menikah dengan Rasyid Baharuddin, seorang tentara PETA yang berani. Tak pernah sedikit pun terlintas bahwa ibunya menyimpan rahasia sebesar ini.

“Kenapa baru sekarang mamak bilang?” suaranya melemah.

Ratna menatap keluar jendela, ke arah langit sore yang mulai berwarna ungu. “Karena dulu mamak berjanji pada seseorang… kalau mamak tak akan kembali lagi ke sana.”

Anton duduk di lantai di depan ibunya. “Seseorang itu siapa, Mak?”

Ratna diam lama. Bibirnya bergetar sebelum akhirnya berkata, lirih tapi jelas,
“Rasyid.”

Anton langsung menegakkan badan. “Kenapa…?”

Ratna menatapnya, air mata mulai mengalir lagi. “Mamak punya anak perempuan, Ton. Dulu… sebelum mamak menikah dengan ayahmu.”

Anton terdiam, menatap ibunya tanpa suara. Suara jam dinding terdengar begitu keras di ruang itu.

“Namanya Nyimas Ajeng,” lanjut Ratna, suaranya pecah. “Dia masih kecil waktu itu. Saat Jepang datang… mamak kehilangan dia.”

Anton menatap ibunya dengan campuran kaget dan iba. “Mamak… jadi selama ini, mamak—”

Ratna menunduk. “Mamak pikir dia sudah tiada. Tapi semalam… mamak bermimpi. Mamak melihat wajah anak kecil itu, tersenyum, memanggil mamak… dan berkata dia masih menunggu di Tasik.”

Anton menelan ludah. “Mimpi?”

Ratna mengangguk, matanya berkilat. “Mamak tahu, mungkin orang lain tak percaya. Tapi hati mamak bilang… Nyimas masih hidup. Atau setidaknya… masih ada sesuatu di sana yang menunggu mamak.”

Anton memegang tangan ibunya erat-erat.
“Mamak ingin ke sana, ya?”

Ratna mengangguk pelan. “Iya, Nak. Sebelum waktu mamak habis. Mamak ingin pulang.”

Anton menarik napas panjang, lalu menatap wajah ibunya dalam-dalam. Wajah yang meski berusia 76 tahun masih memancarkan kecantikan dan ketenangan luar biasa. Mamaknya bukan perempuan biasa. Ia tahu betul, makanya ketika dia mengatakan mimpi Anton tak ragu dengan perkataan nya.

“Kalau begitu,” kata Anton lirih tapi mantap, “Anton yang antar. Kita ke Tasik sama-sama.”

Ratna terdiam, lalu tersenyum haru. Tangannya menyentuh p**i Anton.
“Kau memang paling mirip ayahmu, tapi hatimu… sama seperti mamak.”

Anton tertawa kecil menahan air mata. “Jadi, kapan berangkatnya? Biar aku siapin bebek dulu. Kasihan nanti kelaparan.”

Ratna terkekeh di sela air matanya. “Kau ini, dari muda sampai tua, lidahmu tak pernah kehilangan candanya.”

Anton menatap ibunya lembut. “Kalau aku diam, mamak pasti nangis lagi. Mending dengar aku bercanda, kan?”

Ratna mengangguk. “Iya, Nak.”

Hening beberapa saat kemudian. Hujan turun pelan di luar, menimpa daun jambu di halaman.
Ratna kembali menatap foto tua di pangkuannya, foto dirinya dan Rasyid, tersenyum dalam seragam sederhana.
Ratna menatap foto itu lama, penuh tanya bila orang lain melihatnya.

“Rasyid,” bisiknya pelan. “Maafkan aku, aku masih merindukan Tasik. Rindu anakku…”

Lalu Ia berhenti sejenak.
Dari arah jendela, angin berembus pelan, membawa samar suara anak kecil memanggil,
“Mak…”

Anton menoleh cepat. “Mak, tadi Mam—”
Ratna menatap kosong ke luar jendela. “Kau dengar juga suara itu, Ton?”

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/c524faff-7110-495b-ac93-09d553062275?af=d289c061-c438-ad8e-953c-25228939adc3

28/11/2025

Yuk gaskeun buat yang butuh Hamster Lokasi Tasikmalaya no HP 085794547428

Khusus borongan harga 5000/hamster

27/11/2025

Keluarga Cemara banget nih Novelnya Guys

23/11/2025

Penasaran kelanjutan cerita ini gimana? Lanjut di aplikasi KBM APP ya guys

12/11/2025

rekomendasi botol minum. Hamster

12/11/2025

Makanan Hamster untuk bapak ibu hamster

Address

Tasikmalaya

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Dunia Hamster Tasikmalaya posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share