15/07/2020
Bila kita perhatikan urutan bab tashrif tsulasi mujarod yaitu dari nashoro hingga hasiba, maka kita akan menemukan nilai filosofis berkaitan dengan proses seorang santri dalam menuntut ilmu.
Dimana setiap santri pada awalnya akan melalui tahap pertama, yaitu melaui tahap nashoro yakni sebuah tahap pertolongan. Karena seorang santri yang baru memulai perjalanan mengaji akan sangat membutuhkan pertolongan. Ia mesti dibantu dan dibimbing agar menemukan kemudahan serta mendapatkan keringanan dalam memahami garis besar proses menuntut ilmu. Selain itu, pertolongan dalam membiasakan diri untuk hidup di pondok pun akan sangat ia butuhkan.
Setelah santri tersebut cukup mandiri dalam proses menuntut ilmu, serta tidak lagi terlalu tergantung pada pertolongan, selanjutnya seorang santri biasanya akan dihadapkan pada proses dloroba, artinya pukulan. Dimana santri akan menemui banyak godaan dan cobaan. Ia akan dihadapkan pada masa-masa sulit bagaikan pukulan. Masa ini akan sangat genting karena kesabaran dan keistiqomahan diuji. Apabila seorang santri menyerah dalam tahap ini, maka bisa jadi ia akan memilih tamat mengaji dan keluar dari pondok.
Namun apabila ia mampu melalui segala cobaan serta mampu melewatinya dengan baik dan sabar, maka ia akan masuk pada tahap ketiga, yakni fataha, yang artinya terbuka. Ia akan dibukakan semua pintu keilmuan. Hingga kemudian ia akan mendapat berbagai kemudahan untuk mencapai tujuan.
Selanjutnya setelah ia dibukakan pintu-pintu keilmuan, maka ia akan masuk ke tahap โalima, yaitu tahap berpengetahuan. Semua itu adalah hasil dari kerja kerasnya. Hasil dari proses-proses yang tidak mudah dan begitu rumit. Namun begitulah, apabila seseorang sudah bersungguh-sungguh maka ia akan mendapatkan apa yang telah ia cita-citakan.
Namun, berilmu bukan berarti akhir dari proses mengaji. Justru seorang santri yang sudah berilmu harus bisa masuk ketahap hasuna, yakni tahap memperbaiki keilmuan. Adapun caranya yaitu dengan mengamalkan apa yang telah ia pelajari. Dan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila sudah berilmu dan terbiasa mengamalkannya, maka tidak boleh besar kepala dan tidak boleh menjadi orang yang angkuh. Sebab ilmu dan amal adalah sebuah kolerasi yang suci yang hanya bisa nampak kesuciannya apabila dimiliki oleh orang-orang yang memiliki akhlak mulia. Oleh karena itu seorang santri mesti masuk pada tahap hasiba, yakni tahap dimana seorang santri harus melakukan banyak perhitungan akan dirinya sendiri. Bermuhasabah dan menginstropeksi diri agar ilmu dan amalnya menjadi kemanfaatan. Selain itu, hal ini juga perlu agar seorang santri tidak terjerumus pada jurang kesombongan.
&shorop