
26/06/2025
ISTRI YANG KUUSIR TERNYATA ANAK KONGLOMERAT (10)
"Sedikit lagi, Kak Natasya. Setelah ini, aku rapikan alisnya ya," suara lembut make-up artist mengalun di tengah ruangan spa pribadi keluarga Mahesa yang luas dan wangi.
Rini atau Natasya Arini Mahesa, duduk diam, menatap pantulan dirinya di cermin raksasa. Lampu-lampu di sekeliling cermin memancarkan cahaya hangat yang menyinari kulit wajahnya yang mulai tampak segar.
Matanya menatap riasan tipis di p**inya, yang bersemu lembut dengan blush coral. Alisnya dirapikan, bibirnya diberi warna mawar yang tenang. Tapi bukan kecantikan yang membuat matanya berkaca-kaca.
Melainkan rasa asing. Bahkan terhadap dirinya sendiri.
“Dulu aku bahkan gak boleh nyentuh bedak,” gumamnya lirih.
Sang perias berhenti sejenak. “Maaf, Kak? Tadi Kakak bilang?”
Rini menggeleng pelan. “Gak apa-apa. Terusin aja. Ini pertama kalinya aku pakai make-up lagi setelah lama.”
Pikiran Rini terbang ke beberapa waktu silam. Ketika dia akhirnya mengerti, bahwa keputusan yang telah dia ambil, itu salah.
---
Suara ceceran air membangunkan Rini pukul lima pagi. Rini tidak bisa tidur semalaman, karena suaminya sedang lesta dengan teman-temannya di rumah, sehingga baru bisa sekarang dia mengepel lantai.
“Tumpahan minyak gak dilap? Kamu itu di rumah ini ngapain aja sih, Rin?” bentak Ibu mertuanya, sambil menyapu lantai dengan kasar.
“Maaf Bu, saya baru mau bersihin. Mas Danu tadi malam kan—”
“Alasan! Jangan pernah jadiin suami kamu sendiri alasan!"
Rini diam. Matanya menatap wajah bayi mungilnya yang menangis di atas tikar. Tidak ada yang menenangkan si kecil. Tidak ada yang peduli.
Malamnya, saat hendak mengantar pesanan ikan bakar, Rini mengambil bedak bayi dan mengoleskan sedikit ke p**inya. Ia hanya ingin wajahnya tidak terlihat kusam.
Danu langsung melihatnya dari ruang tamu.
“Itu kamu ngapain dandan? Pake bedak segala?”
Rini gelagapan. “Cuma biar keliatan seger aja, Dan. Gak enak ke rumah orang keliatan kumel.”
Danu mendekat. Wajahnya datar, dingin.
“Kamu tau diri dikit, Rin. Kamu tinggal di rumah saya. Kamu bukan siapa-siapa di sini. Kamu cuma istri yang numpang hidup. Jangan gaya!”
Bedak itu dilempar ke lantai.
---
Rini tersentak. Sekarang, dia bahkan bisa memakai bedak dengan merk apapun, tidak akan ada orang yang melarangnya.
Suara sang perias memanggil Rini pelan. “Kak Natasya? Sudah selesai. Kalau boleh jujur, Kakak cantik sekali.”
Rini tersenyum tipis. Bibirnya sedikit bergetar.
“Terima kasih,” bisiknya. Tapi dalam hatinya, ia ingin menangis.
Saat ia melangkah keluar dari ruang spa, gaun satin berwarna moka mengalun lembut mengikuti langkahnya. Rambutnya disanggul manis, menyisakan beberapa helai ikal yang membingkai wajahnya.
Baru melewati koridor, ia berpapasan dengan Key, yang sedang duduk di sofa tengah sambil memegang ponsel.
"Rin!" seru Key. "Sini sebentar! Kak Galaksi pengin lihat kamu!"
Rini terdiam. Nama itu menghentak memorinya. Kak Galaksi. Kakak tertua mereka, pelindungnya. Orang yang dulu selalu ia kejar-kejar ketika masih kecil, yang selalu bawain oleh-oleh setiap pulang dari luar kota.
Rini melangkah pelan ke arah Kak Key, yang langsung mengarahkan layar ponsel ke wajahnya.
“Kak Galaksi?” bisiknya nyaris tak terdengar.
Di layar, tampak wajah pria gagah berbalut mantel cokelat dengan latar belakang gedung tinggi dan salju lembut.
“Rin? Ya Tuhan, itu kamu?” suara Kak Galaksi parau, seolah menahan emosi.
“Iya ini aku, Kak.” Rini menahan air mata.
“Ya Allah, akhirnya kamu pulang juga,” suara Galaksi makin berat. “Kamu gak tau betapa, betapa Kakak nyesel waktu itu gak bisa cegah kamu pergi. Gak bisa lindungin kamu.”
Rini menggeleng. “Itu bukan salah Kakak, itu aku yang keras kepala.”
“Dan sekarang, lihat kamu. Cantik banget. Udah kayak Princess Mahesa.”
Key tertawa pelan, “Dia bahkan lebih cantik dari kita semua, Kak.”
Rini menunduk. “Aku gak sekuat itu, Kak. Aku lagi belajar berdiri. Lagi belajar, jadi Natasya Arini Mahesa lagi.”
“Kamu gak perlu belajar jadi siapa pun, Rin. Kamu itu tetap adek kita. Nggak peduli kamu tinggal di mana, pakai baju apa, tidur di kasur apapun. Kamu tetap Natasya Arini Mahesa. Anak Papa dan Mama. Adekku.”
Air mata mengalir di p**i Rini. “Kak Galaksi, pulang, ya.”
“Sebentar lagi. Tiket udah aku pesen. Kakak mau peluk kamu langsung.”
---
“Ayo ganti bajumu. Jangan tanya kenapa. Pokoknya kita pergi sekarang,” kata Key sambil menarik-narik tangan Rini.
Rini terbelalak. “Lho? Kita mau ke mana?”
Key hanya tersenyum misterius. “Ke tempat spesial. Restoran paling mewah milik keluarga kita. Aku booking ruangan VIP.”
Rini mengerutkan dahi. “Kak Key, aku belum siap tampil di publik. Aku baru balik, aku belum bisa hadapi orang luar.”
“Tapi ini bukan orang sembarangan,” potong Kak Key sambil memutar tubuh Rini ke arah lemari pakaian. “Kamu harus ketemu seseorang dari masa lalu.”
Rini membeku. “Masa lalu?”
“Ganti baju dulu. Pakai dress yang warna navy itu. Biar kamu keliatan dewasa, elegan, dan siap.”
Langit malam berkilau saat mobil berhenti di depan Le Mahesa, restoran bintang lima milik keluarga Mahesa yang terletak di puncak gedung tertinggi kota.
Rini turun dengan langkah pelan, gaun panjang berpotongan simpel melambai anggun. Rambutnya digerai, hanya disemat jepit mutiara di satu sisi.
Senyum pelayan mengiringi langkahnya. “Selamat datang kembali, Nona Mahesa.”
Langkah Rini berhenti. Ia belum terbiasa mendengar itu.
“Di ruang utama. Ada yang menunggu, Kak,” ujar Key, menggandeng tangan adiknya.
“Siapa?” bisik Rini.
Key hanya menjawab dengan senyuman penuh teka-teki. “Tunggu aja sebentar lagi.”
---
Di masa lalu, Rini duduk di teras rumah besar keluarga Mahesa. Di hadapannya, duduk seorang pemuda tampan, mengenakan kemeja putih dan senyum tenang.
“Kalau kamu bersedia, aku ingin melamarmu, Rin,” ucap pemuda itu dengan suara dalam yang tenang.
Rini tersenyum kaku. “Maaf, Samudra. Aku gak bisa.”
“Boleh aku tahu kenapa?” tanyanya, tetap tenang.
Rini menunduk, “Aku udah cinta sama orang lain.”
“Danu?”
Rini mengangguk.
Wajah Samudra tak berubah. Ia hanya mengangguk, menghela napas.
“Kalau itu keputusanmu, aku cuma bisa menghargainya.”
Namun, saat Rini masuk ke rumah, ia sempat menoleh dan mendapati Samudra masih duduk di tempat yang sama, memandangi langit senja sendiri.
---
Key membuka pintu ruangan VIP dan mengisyaratkan Rini masuk lebih dulu.
Rini melangkah masuk pelan. Ruangan itu temaram, elegan, penuh aroma wine dan kayu mahal. Di tengahnya, satu meja dengan dua kursi. Dan satu pria, duduk membelakangi pintu, berbalut jas hitam dan kemeja abu lembut. Rini berhenti. Hatinya berdegup cepat, jari-jarinya mencengkeram clutch kecil yang ia bawa.
Pria itu berdiri perlahan. Tubuhnya tinggi, tegap, dan saat ia berbalik, mata mereka bertemu.
Waktu seperti membeku.
Samudra Yudhistira. Dengan sorot mata yang masih sama. Penuh ketenangan. Dan cinta yang belum pernah usang.
Rini menahan napas. “Samudra.”
Samudra tersenyum tipis. “Hai, Putri kecil Mahesa.”
Langkah Rini tersendat. Ada ratusan kata ingin ia ucapkan. Tapi tak ada yang keluar.
Samudra melangkah pelan ke arahnya. “Kamu berubah. Tapi matamu tetap sama. Masih punya dunia yang cuma kamu sendiri yang pahami.”
Rini menunduk. “Aku gak menyangka akan ketemu kamu di sini.”
“Aku juga gak pernah berharap pertemuan ini akan menyakitkan untukmu.”
“Kenapa kamu masih peduli?”
Samudra diam sejenak, lalu mendekat. Wajahnya hanya sejengkal dari wajah Rini. Ia berkata pelan, hangat, dan penuh makna:
“Aku masih sama seperti dulu, Rin. Masih mencintaimu.”
---
Baca selengkapnya di KBM App.
Judul : Istri yang Kuusir Ternyata Anak Konglomerat
Penulis : rahmalaa