Fenni Amelia

Fenni Amelia Semua berita terbaru ada disini

Kubuat pela kor caper kena mental.🤣🤣Aku segera memarkirkan motorku dengan asal di ba+dan jalan, dengan langkah mantap me...
07/08/2025

Kubuat pela kor caper kena mental.🤣🤣

Aku segera memarkirkan motorku dengan asal di ba+dan jalan, dengan langkah mantap menuju rumah warga tersebut. Memperhatikan dengan seksama motor tersebut, dan benar saja itu motor yang sama yang dipakai mas Azzam ketika berangkat bekerja tadi.

“Tidak salah lagi, ini benar motorku.” Li+rih, lalu aku berniat akan menge+tuk pintu, tetapi dari dalam terdengar suara der+ap kaki dan orang sedang meng+obrol.

“Dadah, ayah berangkat kerja dulu ya, nanti ayah datang lagi. Janji, besok ayah akan menginap di sini,” suara pria yang sangat aku kenal. Dengan cepat aku berlari menuju motorku, menyembunyikan di balik rumah wa+rga yang lain, lalu memperhatikan rumah tersebut. Jantung rasanya seperti akan melo+mpat, ketika mendengar suara mas Azzam, apalagi dia menyebut dir+inya dengan sebu+tan ayah, itu berarti…, ahk, ota+kku rasanya agak ngeblank sedikit

Tidak lama pintu terbuka, hampir saja tubu+hku lim+bung, tangan segera berpegangan pada motor dan tub+uh bersandar ke din+ding rumah warga.

“Mas Azzam,”

“Ya sudah, aku berangkat kerja dulu. Nanti aku akan datang lagi pas makan siang, masak yang en+ak,” masih terdengar obrolan mereka di telingaku, da+da berge+muruh he+bat.

“Iya, tapi janji loh. Besok ngi+nap di sini, Azka juga kan mau ti+dur sama ayahnya. Bukan hanya Melisa dan Azkira saja, lagian, istrimu itukan si+buk ngu+rusin dagangannya,” ucap perempuan berdaster merah muda itu sambil mencium dengan takzim tangan mas Azzam.

“Iya, nanti aku akan cari alasannya agar bisa nginap di sini.” Jawab mas Azzam mengec+up kening wanita tersebut lalu mencium wajah boc+ah imut, mungkin usianya sekitar satu tahun lebih.

“Terus saja seperti itu, lalu kapan kita bisa seperti orang-orang. Aku juga mau jalan-jalan bareng kamu, mas. Tanpa harus sembunyi-sembunyi seperti ini. Lagian kamu itu punya hak untuk memiliki istri lebih dari satu,” omel wanita tersebut sambil bers+ungut.

“Sstt, jangan ke+ras-ke+ras. Nanti bisa didengar orang lain, kamu tahu sendirikan, saat ini semua yang aku punya milik Clarisa, jadi jangan ba+wel. Yang penting 60 persen ga+jiku sudah untukmu,” sahut mas Azzam dengan nada penuh dengan penek+anan.

“Iya sih, tapi kan…”

“Sudahlah jangan cere+wet. Kau paham kalau aku itu tidak s**a dibantah. Aku berangkat kerja dulu, tenang-tenang saja dirumah, paham?!” Sen+tak mas Azzam lalu ia menyalakan motornya dan pergi dari rumah itu. Aku masih sempat melihatnya semakin menjauh dan wanita itu dengan mim+ik wajah kes+al masuk kembali ke rumahnya.

Tubuhku mer+osot ketika melihat pemandangan tersebut, membe+kap mulut agar tan+gisku tidak terdengar oleh siapapun.

“Mas Azzam memiliki anak dan istri lagi? Dia bermain serong di belakangku, setelah apa yang telah aku berikan padanya.” Membati+n, aku mena+ngis tanpa nada. Entah sampai berapa lama aku menan+gis, setelah pua+s aku bela+nja dan bertanya tentang wanita itu, setelah mendapatkan info aku langsung pulang.

“Aku akan mengu+mpulkan bukti perseli+ngkuhan mas Azzam. Setelah itu aku akan mengu+rus percer+aian kami,” aku sudah mempersiapkan segalanya untuk mengge+rebek mas Azzam nanti malam. Aku sudah mencari informasi dari tetangga wanita tadi, bahwa disana kampung itu ia terkenal sebagai wanita pengg+oda suami orang. Memiliki 3 orang anak dengan bapak yang tidak jelas.

***

Mas Azzam pulang agak cepat, mungkin dia akan mempersiapkan segalanya untuk mengi+nap di rumah gundiknya. Aku membuatkan teh han+gat untuknya, berusa+ha bersikap biasa saja seperti tidak terjadi apapun.

“Tumben pulang cepat, mas?” Tanyaku sambil meletakkan gelas berisi teh di dekatnya.

“Iya, ini pak Masrial ngajak keluar kota. Ada kerjaan, mau survei masalah lah+an sengketa. Ada war+ga yang min+ta tolong ur+uskan. Mungkin mas akan mengin+ap semalam nanti, dek.” Jawabnya jelas berbohong, karena aku sudah tahu apa renc+ananya, itu hanya alasan saja.

“Oo, cuma berdua aja?” Bertanya, beru+saha tidak memperlihatkan gelagat mencu+rigakan.

“Iya, cuma berdua. Kalau kau gak berani dirumah sama an+ak-an+ak, aku bisa minta tolo+ng ibu tidur di sini,” ucap mas Azzam lagi.

Wah, ide bagus. Karena nanti malam aku juga akan bera+ksi, kalau membawa Melisa dan Azkira itu pasti akan pay+ah.

“Boleh. Apa yang harus aku persiapkan, baju atau apa?” tanyaku lagi berusaha mena+han ama+rah yang sudah mengge+legak ini, padahal rasanya sudah ingin menca+bik-ca+bik dag+ing Mas Azzam, tetapi harus dita+han.

“Tidak usah, semalam doang juga,” Mas Azzam bera+njak ban+gkit, ia menuju ka+mar ma+ndi.

“Lihat saja nanti, mas. Aku akan buat kau juga han+cur, sama seperti perasaanku saat ini,” bergum+am dalam hati, mengep+alkan kedua tinj+u geram.

***

“Loh, Ayah mau kemana? Bukannya sudah janji sama aku dan Meli kalau mau jalan ke taman malam kota malam ini?” Te+gur Azkira ketika melihat Mas Azzam sudah bersiap.

“Ayah harus kerja malam ini, tidak bisa menemani kalian. Lagian, kalian itu bukan an+ak kecil lagi, sebentar lagi juga akan ujian, lebih baik kalian berdua belajar,” pu+ngkas mas Azzam terlihat tidak senang. Aku masih bisa menah+an tidak mengucapkan apapun.

KUHAN CURKAN RUMAHKU KETIKA MAD UKU INGIN MENGU ASAINYA #3

Penulis : Angga Pratama

Aplikasi : KBM App

Pecinta telor asin mana suaranyaaaa
07/08/2025

Pecinta telor asin mana suaranyaaaa

Simpan dulu barangkali butuh🙏🏻
07/08/2025

Simpan dulu barangkali butuh🙏🏻

Bisa bisanya wkwk
07/08/2025

Bisa bisanya wkwk

Wkwkwk
07/08/2025

Wkwkwk

Body shaming😭😭
07/08/2025

Body shaming😭😭

Mau nikah lagi kok pake ua ng istri, giliran uan gnya dit arik sekarang kebingungan kan?🤣Bab 6"Ya ampun... Pengelu+aran ...
06/08/2025

Mau nikah lagi kok pake ua ng istri, giliran uan gnya dit arik sekarang kebingungan kan?🤣

Bab 6

"Ya ampun... Pengelu+aran dan pemas+ukan perusa+haan benar-benar nggak seimbang. Kalau kayak gini terus, neraca keua+ngan bakal je+bol — rug-i jalan terus, profit nggak jelas ke mana," gumam Liana.

Tangannya mengetik cepat, membuka folder hidden yang sengaja dulu ia tana+mkan di server cad+angan.

Folder ini menyimpan backup master password yang hanya dia dan mendiang ayahnya yang tahu.

Klik.

Di layar muncul jalur akses ke rekening penge+luaran perus+ahaan — biay+a oper+asional, ga+ji peg+awai, sampai dan+a proyek. Liana menemukan pulu+han tra+nsfer ile+gal ke reke+ning Rusmi, bahkan ke reke+ning Anita.

"Si+al! Kamu bahkan menaf-kahi selingku+hanmu dengan ua+ngku, Mas. Cih! Dasar laki-laki pecu+ndang!"

Liana langsung membuka jalur administrator override yang dulu juga dia pasang sendiri. Dengan sekali execute, ia mulai mengunci beberapa jalur pengel+uaran yang tidak sah — tanpa memba+talkan, tapi membek-ukan akses supaya dana tak bisa lagi meng+alir ke sembar+angan reke+ning.

Di sudut layar, status akses beru+bah:
FUND LOCKED — ACCESS DENIED.

"Selesai." Liana tersenyum, menatap laptop itu sejenak.

Liana menutup satu file, membuka laporan pajak dan arus kas tahun berjalan.

"Bahkan pajak tahun ini pun belum diba+yar! Mas Raka bener-bener gak becus mimpin perus+ahaan," ucap Liana sendiri.

Tangannya merapikan data, menyal+urkan beberapa pul+uh ju+ta untuk pajak agar perusahaan ini tetap aman. Lalu ia menyalin beberapa bukti ke folder terenkripsi.

"Ok, cukup sampe sini dulu!" Liana menghela napas, dan bersandar di kursi dire+ktur.

Bibirnya tersenyum miring, seraya membayangkan apa yang akan terjadi nantinya.

"Nikmati dulu kekac+auan kecil ini, Mas Raka. Sisanya... Kita jalan pelan-pelan..."

Namun tiba-tiba...

Liana melihat sesuatu yang me+wah di atas meja. "Apa nih?" gumamnya.

Liana membaca kertas itu, dan ternyata itu adalah sebuah undangan. Kertasnya te+bal premium, dengan aksen em+as di sisi kanan dan kirinya.

"Undangan pertunangan? Raka dan Anita?" bi+sik Liana terce+kat.

Tapi beberapa detik kemudian, su+dut bi+birnya terangkat lagi. Sebuah rencana briliant tiba-tiba tersusun dalam ota+k cerd+asnya yang sudah kembali.

"Wah... Wah... Mas Raka... Bahakan kamu mau ngadain pesta pertuna+ngan mew+ah dengan ua+ngku. Di hot+el Nirwana? Cih... Hotel paling mah+al di kota ini," de+sis Liana.

"Ok... Aku akan buat pertunjukan kecil di hot+el itu nanti! Kalian... Siap-siap aja! Aku bakal tunju+kin, siapa bosnya..."

_____

Baca selanjutnya di KBM yah!

Judul : Aku yang Kaya, Mas

Penulis: Mr. Bo'al

Aku yang Kaya, Mas - Mr. Bo'al

Menjadi budak di istananya sendiri, itulah yang di alami Liana.

Wanita itu kehilangan ingatannya,...

Iseng-iseng buka ponsel suamiku, malah Nemu yg beginian 😭***Lebih Baik Berpisah (2)Tub-vh ini begitu lelah, apalagi sete...
06/08/2025

Iseng-iseng buka ponsel suamiku, malah Nemu yg beginian 😭

***

Lebih Baik Berpisah (2)

Tub-vh ini begitu lelah, apalagi setelah seharian menangisi keb*suk*n Mas Randi. Beban di pundak terasa berat untuk kupikul. Rasa itu masih teramat sakit, sungguh tak percaya jika suamiku melakukan pers3-lingkuha*n dan men0-dai janji suci pernikahan kami.

Luka itu memang tak berd*rah, tapi menorehkan sakit teramat dalam. Aku mengintip dari jendela kamar saat terdengar suara mobil Mas Randi memasuki halaman rumah. Apa yang akan dia lakukan lagi? Masih berani dia menampakkan batang hidung di depan wajahku.

Beberapa teman ari-san banyak yang bernasib sama. Padahal, mereka selalu bilang aku adalah orang yang paling beruntung karena usia pernikahan kami panjang. Mas Randi suami , dan tak pernah banyak menuntutku. Akan tetapi, hal itu kini menimpa diri ini. Nasib pernikahan kami di ujung t*nduk.

Suara ketukan pintu membuat aku tersadar dari lamunan. Pria itu sudah berada di hadapan, dia tahu kalau aku tidak pernah mengunci kamar ini.

“Yas,” ucap Mas Randi.

“Jangan mendekat. Menjauh dariku, Mas.”

Walau aku menolak, Mas Randi tetap mendekat dan memeluk erat. Aku benci saat hati ini kembali luluh dengan pelukan hangat darinya. Doro-ngan kuat membuat dia terhuyung hingga tersudut di tembok.

“Maafkan, aku.”

“Aku benci kamu, Mas.”

“Aku tidak bermaksud menutupi hal itu dari kamu, Yas. Citra anak dari Pramono, sahabat lamaku yang meninggal satu tahun lalu dan dia menitipkan Citra untuk aku sekolahkan.”

“Juga untuk kamu nikahkan?”

Mas Randi bergeming. Aku sudah tahu jawabannya, sunggu hati ini begitu te-ri-ris.

“Bukan begitu, awalnya memang hanya ingin membantu karena aku kasihan. Namun, maafkan aku, Yas. Aku khilaf.”

Tub-vh kekarnya merosot ke lantai sembari memohon maaf padaku. Netra Mas Randi memerah, tapi hal itu tak akan bisa menggantikan rasa sakit di hati.

“Pergilah, Mas. Aku tidak sudi berm*dukan gadis belia. Aku mu*k padamu!”

Andai saja kamu tahu rasa sakit ini menggerogoti seluruh tub-uhku. Semua hal tentang indah pernikahan akan kuhapus permanen dari hidup ini.

“Yas, aku tidak bisa hidup tanpa kamu dan Raka. Maafkan aku,” tuturnya.

“Ck! Kamu pikir aku bisa hidup dengan pria seperti kamu? Mebayangkan kamu bersama gadis seumuran Raka saja membuat aku mu*k!”

“Sekali ini, beri aku kesempatan, Yas.”

Aku memalingkan wajah menghindari mata teduh Mas Randi. Aku yang terluka kali ini, kenapa perasaan ini tak karuan.

“Jawab jujur, Mas. Apa kamu sudah menikahi wanita itu?”

Lagi-lagi Mas Randi bergeming. “Jawab, Mas?!”

“Aku tidak menikahinya.”

“Lalu, untuk apa kalian di hotel kemarin?”

J*ntung ini berdetak tak karuan memikirkan apa yang mereka lakukan di sana.

“Astagfirullah, Mas. Dia masih sekolah, mau kamu apa, Mas?”

“Aku hanya bertanggungjawab memberikannya u*ng untuk sekolah, Yas. Karena kesalahanku, dan dia harus tetap bersekolah selayaknya anak seumuran dia.”

“Gil* kamu, Mas! Zaman sekarang bisa lewat a-t-m, jangan kira aku bo-doh.”

Maki*n demi maki*n aku lontarkan pada Mas Randi. Akan tetapi dia tetap diam mematung di hadapanku. Kepalaku terasa berat hingga semuanya terasa kabur dan gelap.

--GaluhArum---

“Mama udah sadar?”

Sebuah pertanyaan terdengar saat mata ini mulai terbuka. Raka anakku kini berada di kamar ini. Ke mana Mas Randi?

“Papa kamu ke mana?”

“Papa di luar bersama Dokter Aldo. Apa yang dia perbuat sampai Mama seperti ini?”

Aku bisa melihat netra Raka memerah, kebencian begitu terlihat dari sudut mata itu. Anak itu sudah dewasa hingga dia bisa tahu mana yang baik dan tidak. Perasaan Raka mungkin sama hancurnya seperti diri ini. Namun, dia tak banyak bicara hanya terus mengusap punggung tanganku.

Mas Randi terpaku di ambang pintu. Seperti ragu ingin masuk dan menghampiri. Walau jauh, aku bisa melihat wajahnya penuh luka. Siapa yang membuat dia seperti itu? Apa Raka anakku? Tapi, itu tidak mungkin karena Raka adalah anak yang sopan dan tidak akan melukai orang tua. Kini, Mas Randi menghilang di balik pintu.

“Mama jangan banyak pikiran. Raka nggak mau mama sakit, pel*kor itu akan mendapatkan balasannya.”

“Apa yang mau kamu lakukan?”

“Entah.” Raka menaikka bahu.

“Jangan gegabah. Mama tidak ingin masa depan kamu rusak.”

“Tenang, Ma.”

Mendengar Raka berbicara, membuat aku tenang. Anak kesayanganku dan h*rta paling berh*rga saat ini. Dendam itu masih teramat sulit terlupakan mengingat tanggungjawab Mas Randi pada temannya.

Namun, pertanggungjawaban seperti apa yang mengharuskan dia membi*yai semua kebutuhan gadis itu? Aku harus mencari tahu semuanya.

Badai itu datang terlalu tiba-tiba membuat aku tak siap menyambutnya. Tempat mengadu dan bermanja kini sudah tak nyaman untukku. Mas Randi mengambil keputusan tanpa meminta persetujan dari aku. Padahal jika dia mau menceritakan masalahnya, mungkin keadaannya akan berbeda.

“Raka mau pergi ekskul, Mama istirahat, ya?”

“Iya.”

Sebelum pergi Raka menc-ium kening dan punggung tanganku. Dulu aku sangat berunting memiliki dua pria setia di sampingku. Akan tetapi, kini hanya tinggal satu pria yang menemani hari-hariku.

--GaluhArum—

Aku bergegas keluar rumah setelah mendapat informasi dari orang suruhan tentang Citra. Walaupun tu-buh ini masih terasa berat, tapi demi mengetahui semua kebohongan suamiku, kini aku sudah berada di depan rumah Citra.

Benar saja, belum lama aku menapakkan kaki di halaman. Terdengar deru mobil menghampiri rumah ini. Secepat kilat aku bersembunyi di samping pohon mangga agar tak terlihat.

Itu mobil Mas Randi. Dia turun bersama Citra masuk ke rumah itu. Jantung ini berpacu sangat cepat. Baru saja dia memohon maaf, tapi kini pria itu sudah bersama seli-ngkuhannya lagi. Ada apa ini? Apa benar dia sudah tak mencintaiku lagi?

Perlahan diri ini melangkah maju ke rumah itu. Memindik demi mendengarkan apa yang terjadi sebenarnya. Dari jendela aku bisa melihat jelas wanita tua duduk sembari tersenyum menerima kedatangan Mas Randi. Sementara, Citra datang membawakan teh hangat untuk suamiku. Manis sekali seperti keluarga bahagia, tapi mereka lupa ada aku yang terluka.

“Terima kasih banyak bantuan Pak Randi. Citra bisa sekolah dan kami bisa hidup layak.”

Jelas sekali terdengar suara wanita itu berbicara. Memang jarak ini begitu dekat dan hanya tertutup hordeng lusuh.

“Tidak apa-apa, Mba. Saya juga diwasi*tkan Pak Pram untuk menjaga kalian.”

“Saya tidak bisa memberikan apa- apa. Hanya mendoakan semoga Pak Randi bisa mendapatkan pasangan hidup lebih baik setelah perc3raian. Sudah cukup lama bukan, ya? Pak Randi bilang satu tahun lalu?”

“Iya.”

Apa? Perc3raian? Siapa yang berc3rai dan siapa yang akan mendapatkan jodoh? Apa aku tak salah mendengar? Aku meremas ujung hijab, napas ini naik turun hingga terasa sesak. Demi Allah, aku benci mendengarnya. Allah ....

--Galuh Arum—

Baca selengkapnya di KBM App

Judul : Lebih baik berpisah

Penulis : Galuh Arum

🥰🥰🥰

Hehehe
05/08/2025

Hehehe

03/08/2025
Ibu mertua sera kah akhirnya kena batu.🤭5“Iya, pergi dari sini! Dan kalau kamu keluar dari rumah ini, jangan pernah piki...
02/08/2025

Ibu mertua sera kah akhirnya kena batu.🤭

5

“Iya, pergi dari sini! Dan kalau kamu keluar dari rumah ini, jangan pernah pikir bisa balik lagi, kamu ngerti, Mira!”

Suara Risma membe+lah ruang tamu seperti pe tir menya+ mbar. Nada suaranya penuh ama+rah dan ej+ekan. Mira berdiri mematung di hadapannya, wajahnya pu+ cat, matanya sudah sem+bab. Tapi dia tidak mena+ngis lagi. Tidak di hadapan ibu mertuanya yang tega.

“Pergi aja kalau kamu merasa udah nggak tahan! Tapi jangan bawa apa-apa ya! Semuanya di rumah ini milik Fandy!” lanjut Risma, men+uding ke segala arah.

Mira menghela napas panjang, lalu berbalik masuk ke ka+mar. Tangannya gem+etar ketika membuka lemari. Aira sedang duduk di pojok kas+vr, meme+lvk bonekanya, menatap ibunya dengan pand+angan bingung.

“Bu... kita mau ke mana?” b+isik Aira.

Mira menatap ana+knya dengan senyum ge+tir. Ia tak mampu menjawab. Ia hanya memb+elai kep+ala an+knya, lalu mulai membe+reskan beberapa pakaian ke dalam koper kecil.

Ketika ia mena+rik laci di meja rias, pandangannya tertvm+buk pada sebuah map biru. Mata Mira membe+lalak. Map itu berisi dokumen-dokumen lama milik Fandy. Tangannya berge+rak cepat, membuka satu per satu berkas yang ada di sana, hingga akhirnya ia menemukan apa yang dicarinya.

Sebuah surat perjanjian se+wa Safe Dep+osit Box (SDB) dari salah satu ba+nk besar.

“Ini dia…,” gumam Mira, jantun+gnya berde+gup ke+ras.

Mata Mira tertuju pada bagian yang ditulis tangan oleh Fandy beberapa tahun lalu. Ada kolom ahli wa+ris yang jelas-jelas meny+ebut namanya.
“Jika saya meni+nggal dunia, h+ak pengelolaan dan pembu+kaan bran+kas ini akan menjadi milik istri saya, Mira Andini.”

Ingatannya langsung mela+yang pada malam-malam sunyi saat Fandy pernah berbis+ik, “Kalau nanti ada apa-apa sama aku, kamu cari di lemari map biru ya. Aku taruh surat soal tabu+ngan em+as di ba+nk. Jaga Aira baik-baik…”

Saat itu Mira tidak pernah berpikir kalau pesan itu akan menjadi begitu penting. Tapi sekarang, itu seperti sinar harapan kecil di tengah gela+pnya teka+nan hidup.

Ia segera memasukkan surat itu ke dalam tas selempangnya. Kemudian, ia menyat+ukan beberapa dokumen penting, KTP, KK, surat kem+atian Fandy, dan buku nikah mereka. Semuanya dibun+del rapi.

Ia tahu, dengan semua itu, dia bisa mendatangi ba+nk dan mengur+us akses ke bra+nkas itu.

Ua+ ng tuna+inya sekarang ny+aris ha+bis. Tapi jika benar di dalam SDB itu ada tabu+ngan em+as yang Fandy kump+ulkan selama bertahun-tahun sebagai PNS, maka dia dan Aira masih punya pelu+ang untuk memulai hidup dari awal.

Perlahan, ia kembali menga+ngkat koper kecil, menyel+ipkan tas selem+pang ke pundaknya, dan menggan+deng Aira.

Ketika keluar dari kam+ ar, Risma yang duduk di ruang tengah menatapnya taj+am, lalu tertawa kecil dengan nada menghi+na.

“Heh… kamu beneran mau pergi, Mira? Kamu kira hidup di luar sana gampang? Kamu itu bukan siapa-siapa. Ya+tim pia+tu, nggak punya saudara, nggak punya rumah. Kamu pikir kamu bisa bertahan hidup dengan ana+k kecil begitu?”

Mira diam, tetap berjalan perlahan ke pintu.

“Kamu pikir bisa hidup dari belas kasihan orang? Atau kamu mau jv+al diri demi makan?! Jangan sok ku+at, Mira. Dunia nggak semu+rah itu!” ci+bir Risma ker+as, sambil tertawa pen+uh eje+kan.

Nita berdiri tak jauh dari ibunya, terlihat ce+mas. “Mira... yakin mau pergi?” tanyanya ra+gu. “Mungkin... kita bisa bicarakan lagi…”

Tapi Risma menoleh cepat. “Nita! Jangan ikut campur! Biarkan saja kalau dia mau pergi. Biar dia tahu dunia nggak segam+pang hidup enak di rumah ini. Lagian, dia nggak akan lama di luar sana. Sebentar lagi juga pasti balik, mere+ngek kayak an+jing kelap+aran!”

Mira berhenti sejenak di depan pintu. Lalu ia menoleh ke belakang. Tatapannya ta j+am, bukan mar+ah, tapi penuh lv+ka.

“Saya mungkin tidak punya siapa-siapa, Bu,” ucap Mira dengan suara tenang. “Tapi saya masih punya ha+rga di+ri. Dan saya nggak akan hidup di tempat di mana saya terus di in+jak-I+njak.”

Dengan satu tar+ikan napas, ia membuka pintu. Udara pagi menya+mbutnya, memberi keseg+aran yang lama tak ia rasakan. Mira menggen+ggam tangan Aira lebih erat.

“Bu, kita ke mana?” tanya Aira lagi.

“Kita cari tempat baru, Nak,” ucap Mira sambil memb+lai p**i putrinya. “Tempat yang bisa bikin kita tenang.”

Ia melangkah pergi, mening+galkan rumah yang dulu dibangun bersama cinta, kini hanya menyis+akan dinding-dinding dingin dan eje+kan. Koper kecil berg+ulir di ta+nah, pelan tapi mantap. Dari balik jendela, Risma menatap kepergian mereka sambil tersenyum sin+is.

“Percuma aja. Lihat aja, dia pasti balik. Nggak lama lagi.”

Namun, Risma tidak tahu, dengan surat SDB itu, Mira membawa lebih dari sekadar koper kecil dan an+knya. Dia membawa harapan baru. Titipan cinta terakhir dari suaminya yang akan jadi pon+dasi hidup mereka ke depan.

Dan untuk pertama kalinya sejak Fandy meni+nggal, langkah Mira terasa ring+an. Meski masih ada tan+gis yang ia tahan, tapi hari ini, dia tidak kalah. Hari ini, dia memilih untuk berdiri tegak melindungi buah cinta mereka.



Judul : Membalas Mertua dan Ipar Tamak
Penulis : putri_arhea1
Selengkapnya tamat di KBM

Ditemukan ular seperti ini di sungai amazone. Kayak mirip apa gitu ya
02/08/2025

Ditemukan ular seperti ini di sungai amazone. Kayak mirip apa gitu ya

Address

Jatinegara
Tegal
52473

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Fenni Amelia posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share