
02/04/2025
Perjanjian Tumbang Anoi, yang berlangsung di Tumbang Anoi, Kalimantan Tengah, dari 22 Mei hingga 24 Juli 1894, merupakan sebuah pertemuan bersejarah yang mempertemukan sekitar 1.000 perwakilan dari 152 suku Dayak di seluruh Kalimantan dan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Latar belakang pertemuan ini adalah keinginan kuat untuk mengakhiri konflik berkepanjangan antar suku Dayak, termasuk tradisi "mengayau" (pemenggalan kepala), perang antar desa, praktik balas dendam, dan perbudakan yang meresahkan masyarakat.
Tujuan utama perjanjian ini adalah menciptakan perdamaian dan persatuan di antara suku-suku Dayak. Para pemimpin Dayak berupaya mengakhiri siklus kekerasan dan membangun hubungan yang lebih harmonis. Di sisi lain, Belanda memiliki kepentingan untuk memperluas pengaruh dan menstabilkan wilayah Kalimantan di bawah kekuasaan mereka.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama lebih dari dua bulan, tercapai beberapa kesepakatan penting. Pertama, disepakati penghentian segala bentuk permusuhan antar suku, penghapusan tradisi "mengayau" dan balas dendam, serta pelarangan praktik perbudakan. Kedua, pemerintah kolonial Belanda mengakui keberlakuan Hukum Adat Dayak dan memulihkan kedudukan serta hak-hak tradisional masyarakat Dayak dalam pemerintahan lokal. Ketiga, dilakukan upaya untuk menyeragamkan beberapa aspek hukum adat antar berbagai suku. Keempat, masyarakat Dayak didorong untuk meninggalkan gaya hidup nomaden dan mulai menetap. Terakhir, disepakati mekanisme penyelesaian sengketa secara damai melalui Rapat Adat Besar.
Perjanjian Tumbang Anoi menghasilkan 96 pasal hukum adat yang disepakati bersama dan diakui oleh Belanda. Peristiwa ini menjadi tonggak penting dalam sejarah suku Dayak, menandai berakhirnya era konflik internal dan dimulainya era persatuan dan perdamaian. Meskipun beberapa pihak melihat adanya kepentingan kolonial dalam pertemuan ini, Tumbang Anoi tetap menjadi simbol kuat bagi persatuan, penghormatan terhadap hukum adat, dan kemampuan masyarakat adat dalam menyelesaikan konflik secara damai. Pertemuan ini meletakkan dasar bagi kehidupan sosial dan politik yang lebih stabil di Kalimantan.
-rangkuman dari berbagai sumber