31/10/2024
PEMANFAATAN PAGAR TRADISIONAL "ME EDA" SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN DAN PELESTARIAN BUDAYA SUKU MEE DI KABUPATEN DEIYAI
Pagar Tradisional Suku Mee di Perkantoran Pemerintah Deiyai sebagai Upaya Pengembalian Ekonomi Rakyat (Eda Wotataibage) selain melestraikan nilai-nilai budaya yang hampir punah.
Suku Mee di Papua, khususnya di wilayah Deiyai, memiliki kekayaan budaya yang berakar kuat pada tradisi dan alam sekitar. Salah satu warisan budaya yang terus dijaga adalah "Me Eda" yang merupakan bentuk pagar kayu.
"Me Eda" terbuat dari material alami kayu, pago, dan rotan, yang semuanya tersedia secara melimpah di hutan-hutan Deiyai (Tigi dokoo) Pagar ini biasanya dibangun dengan pola dan teknik tradisional yang diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Suku Mee.
Secara fungsional, "Me Eda" berfungsi sebagai pembatas fisik yang menjaga keamanan dan privasi suatu area, namun juga memiliki nilai simbolis sebagai penanda kepemilikan lahan dan ruang sosial.
Me Eda sebagai Upaya Pelestarian Budaya
Integrasi "Me Eda" dalam arsitektur perkantoran di Deiyai merupakan langkah strategis untuk melestarikan budaya lokal yang mulai tergerus oleh modernisasi.
Penggunaan pagar tradisional ini di ruang publik yang formal, seperti perkantoran pemerintah, dapat membantu memperkuat identitas lokal. Ini juga menjadi simbol penting dari keberlanjutan budaya, yang menunjukkan bahwa elemen tradisional masih relevan dan memiliki tempat dalam konteks pembangunan modern.
"Me Eda" dan Pengembangan Ekonomi Lokal (Eda Wotataibage ka edepede)
Salah satu tujuan utama pengembangan "Me Eda" di lingkungan perkantoran pemerintah adalah untuk menghidupkan kembali ekonomi lokal melalui produksi dan distribusi pagar tradisional. Dengan memperbanyak pesanan untuk bahan dan pembuatan pagar, masyarakat lokal dapat terlibat dalam siklus ekonomi yang lebih produktif. Para pengrajin tradisional, yang memiliki keahlian khusus dalam membuat pagar ini, bisa mendapatkan penghasilan tambahan melalui keterampilan mereka ( eda wotaitaibagee ka edepede).
Konsep Eda Wotataibage, yang berarti "pengembalian ekonomi rakyat," sangat relevan dalam konteks ini adlh Dengan mengintegrasikan produk budaya ke dalam proyek infrastruktur formal, masyarakat tidak hanya dilibatkan sebagai tenaga kerja ( eda wagii bagee) , tetapi juga sebagai penyedia barang dan jasa berbasis kearifan lokal ( eda tekitekiteetai bage, koudaigaa megee doutounee tiyakee).
Hal ini bisa membuka peluang baru bagi pengrajin lokal untuk memasarkan produk mereka tidak hanya di lingkungan lokal tetapi juga untuk proyek-proyek di luar daerah.
Dampak Ekonomi dan Sosial
(Edu gootai bagee, eda wotaatai bagee, pago duwaatai bagee, eda wageetai bagee ) semua akan mendapatkan peluang bisnis (edepede wagii) selain membuka lapangan kerja bagi masyrakat lokal.
Dari segi ekonomi, penggunaan "Me Eda" sebagai bagian dari proyek infrastruktur pemerintah memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan pendapatan masyarakat adat.
Para pengrajin kayu, rotan, pago serta para pekerja yang terlibat dalam pembuatan dan pemasangan pagar, akan mendapatkan manfaat langsung. Selain itu, permintaan bahan baku dari alam seperti kayu, rotan dan pago akan memberikan dorongan kepada sektor pertanian lokal yang mendukung keberlanjutan sumber daya alam secara ekonomi.
Mengapa pagar beton dan besi di bongkar lalu ganti dengan pagar tradisional (me eda) suku mee Deiyai ?krn peredaran uang ke rakyat lokal akan meningkat bukan kepada pengusaha spt tokoh dll, jika kita pake pagar beton dan besi maka uang akan berputar kepada pengusaha/tokoh2 bangun, itu sebabnya upaya ne dilakukan dengan maksud memperdayakan ekonomi rakyat kecil untuk meningktkan taraf hidup masyarakat.
Dari sisi sosial, pengenalan kembali "Me Eda" di ruang publik modern seperti perkantoran pemerintah akan memperkuat rasa kebanggaan budaya dan identitas lokal.
Masyarakat akan merasa bahwa budaya mereka tidak hanya dihormati, tetapi juga diakui dan diapresiasi dalam lingkungan yang lebih luas. Ini akan berdampak pada kohesi sosial dan memperkuat solidaritas komunitas.
Tantangan dan Solusi
Meskipun integrasi "Me Eda" dalam lingkungan perkantoran pemerintah deiyai memiliki banyak potensi, ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi. Salah satunya adalah persepsi bahwa elemen tradisional seperti "Me Eda" mungkin dianggap kurang modern atau tidak sesuai dengan citra pembangunan perkotaan (dianggap tikai yamokato/doga kaa wagii).
Untuk mengatasi ini, penting bagi pemerintah daerah dan masyarakat adat untuk bekerja sama dalam merancang pagar yang tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional namun disesuaikan dengan kebutuhan estetika dan fungsional bangunan modern seperti seng plat sebagai bahan estetika supaya pagar tetap kering dan bertahan lama ( analisis pengaruh lembab terhadap kaulitas kayu"eda debii" perlu lakukan)
Selain itu, diperlukan pelatihan berkelanjutan bagi pengrajin lokal untuk meningkatkan kualitas dan standar produksi mereka agar sesuai dengan permintaan pasar yang lebih luas (cara gerjajin mesin sensor) Pendampingan teknis dalam hal pengelolaan bahan baku dan pemasaran juga diperlukan untuk memastikan kelangsungan program ini.
Jangka waktu "Me Eda" hanya 6 bulan, hal ne supaya edawotataibage dari berbagai kampung dan dusun deiyai bisa dapatkan uang sesuai dengan jadwal, misalkan bagian Debei dan tigi timur pemerintah suruh siapkan pagar 500 m3 kemudian 6 bulan berikutnya tigi selatan dan tigi utara siapkan 500 kubik pagar dll.
[ Sebagai contoh Kita hitung berapa uang pemerintah yg bisa beredar ke
Pengrajin pagar "Edawotaataibage" selama1 tahun dalm 2 kali tahapan .. ?
6 bulan pertama dibutuhkan 500 kubik pagar kayu kelas 1 (amo/digi edaa), harga 1 kubik = 2 juta dipasaran.
Nah sekarang 500 kubik pemerintah beli untuk pagar perkantoran
500x 2 juta= 1 milyar. Demikian juga 6 bulan berikutnya
Untuk 1 tahun uang pemerintah bisa beredar kepada masyarakat "eda wotataibage pa" hampir 2 milyar dalam satu tahun, kita tidak hitung kebutuhan pagar lainnya spt (ukaa edaa, daa okogo edaa, bugi edaa, ekina edaa, ema owaa edaa dll). dengan demikian uang pemerintah akan berputar di perekonomian masyarakat lebih dr 5 miliyar 1 tahun tidak hitung dengan usaha lain dari masyarakat lokal.]
Penggunaan "Me Eda" sebagai pagar tradisional di lingkungan perkantoran pemerintah kabupaten Deiyai adalah langkah yang tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat setempat melalui konsep Eda Wotataibage. Dengan memadukan elemen tradisional ke dalam pembangunan modern, pemerintah dapat menciptakan model pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Melalui keterlibatan masyarakat lokal dalam produksi dan pemasangan "Me Eda", ekonomi lokal dapat diperkuat, identitas budaya dilestarikan, dan kohesi sosial semakin diperkuat.
Program pemberdayaan ekonomi masyarakat Deiyai, melestarikan nilai2 budaya suku mee deiyai, dan menciptkan lapangan kerja bagi penganggur dan masyarakat hanya bisa dilakukan oleh Yan Ukago ( Awikaituma jr ) Calon Bupati Deiyai nomor urut 3. Beliau adalah pemimpin yg berkompeten, birokrat, kereatif, inovatif dan karisma.
Deiyai, 29 september 20224
Time: 12 .00 WP