27/08/2025
Gereja yang Terjepit
Di lembah nan hijau Papua,
angin membawa kabar duka,
dentuman senjata memecah doa,
jemaat-Mu, Tuhan, terjepit di tengah.
Kami bukan bagian dari prajurit,
kami bukan p**a bagian dari pemberontak,
kami hanyalah kawanan kecil-Mu,
yang ingin hidup damai dalam kasih-Mu.
Namun mata curiga menatap kami,
dari pos-pos bersenjata,
dan bisikan takut mengintai,
dari hutan yang terluka.
Umat-Mu berlari mengungsi,
rumah ditinggalkan, ladang terbakar.
Anak-anak kami terlantar,
tanpa sekolah, tanpa buku, tanpa harapan.
Sayup terdengar,
rumah kami sudah terampas,
kami meratap dalam derai air mata.
Tak ada obat,
tak ada perawat,
hanya luka yang dibiarkan membusuk
di tubuh yang lemah.
Gereja kami sunyi,
bangku-bangku kosong memanggil nama,
pujian tak lagi terdengar,
hanya gema ratap dari balik perbukitan.
Sampai kapan, Tuhan,
air mata ini menetes di altar-Mu?
Sampai kapan doa malam kami
tak bersuara di atas letusan peluru?
Di mana Engkau, Gembala yang baik?
Bukankah Engkau berjanji berjalan
di lembah kelam bersama kami?
Kini kami mencari jejak-Mu
di tanah yang basah oleh darah.
Tuhan, tolonglah!
Selamatkan umat-Mu dari lingkaran curiga.
Jadikan gereja-Mu tanda kasih
di tengah bara kebencian.
Biarlah salib-Mu menjadi jembatan,
mendamaikan yang retak,
menyatukan yang tercerai,
menghapus air mata yang tak bersalah.
Sampai fajar damai itu tiba,
kami tetap berseru:
Tuhan, jangan biarkan kami sendiri.
Kasihanilah Papua, kasihanilah umat-Mu. *DR
*Refleksi dalam persidangan Raker ke-3 Sinode Wilayah 2 Papua, saat mendengarkan laporan pelayanan dari para pimpinan klasis di lapangan baik di Puncak, Puncak Jaya, Intan Jaya, dan Mimika! 😭😭😭
GKII Pusat