
07/07/2025
Kamera jadul tahun 1920an 😱
Dalam sejarah fotografi di Indonesia dicatat bahwa bangsa Eropa yang memperkenalkan fotografi di Indonesia pada abad kesembilan belas.
Deretan nama seperti Jurrien Munnich, Adolph Schaefer, Walter Bentley Woodbury, James Page, Isidore Van Kinsbergen, HR Ollandt Jr, PH Van der Burght, CK Kleingrothe, AW Nieuwenhuis, Jean Demmeni dikenal sebagai para fotografer masa awal di Indonesia.
Namun, dalam perkembangan fotografi di Indonesia ternyata tak hanya bangsa Eropa yang berkiprah. Di antara nama-nama Eropa terselip nama Kassian Cephas, fotografer Jawa. Selain fotografer bumiputra, ada p**a para fotografer dari bangsa lain, yaitu Tionghoa.
Thomas Stamford Raffles dalam History of Java (1817) mencatat bahwa orang Tionghoa di Nusantara adalah the life and soul of the commerce of the country. Pandangan tersebut tidak keliru karena pada masa sebelumnya, Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen pada 1623 memuji etos kerja orang Tionghoa yang rajin.
”Daer is geen volck in de wereld, die ons beter dan Chinezen” (Tak ada bangsa di dunia yang melayani kita dengan lebih baik daripada bangsa Tionghoa), puji Coen. Kelak pujian ini menjadi ironi setelah peristiwa pembantaian oleh serdadu VOC atau ”Geger Pacinan” pada 1740.
Berbagai bidang pekerjaan dilakoni oleh orang Tionghoa di Nusantara.
Salah satunya adalah fotografi. Rob Nieuwenhuys dalam Met vreemde ogen.
Tempo Doeloe- een Verzonken wereld, Fotografische documenten uit het oude Indië (1988) menyebutkan semakin banyaknya orang Tionghoa yang datang ke Hindia mencoba peruntungan di bidang fotografi. Mereka menawarkan harga jasa yang lebih murah dibandingkan dengan para fotografer Eropa.
Dekor dan aksesori di studio mereka tak kalah dengan studio milik para fotografer Eropa.
Salah satu faktor murahnya harga jasa studio foto Tionghoa adalah kemampuan orang Tionghoa dalam membuat peralatan fotografi.
J Radersma, pejabat Staatsspoorwegen, dalam artikel ”De camera in Indië” yang dimuat di Lux, Geillustreerd Tijdschrift voor Fotografie (1901) menceritakan pengalamannya memesan sebuah kamera dan sebuah alat pembesar terbuat dari kayu jati pada seorang tukang kayu Tionghoa. Setelah tujuh tahun, peralatan itu menurut Radersma: ”nog goed in orde zijn” (masih baik-baik saja).