
18/07/2025
Israel Serang Satu Satunya Gereja di Gaza, Benjamin Netanyahu Mengklaim Karena Amunisi Nyasar
GAZA, Halosumut.com - Ketika dunia masih mencari titik terang dari konflik yang tiada henti, kesedihan kembali menyelimuti Jalur Gaza. Sebuah gereja Katolik, Holy Family Catholic Church, yang menjadi tempat perlindungan ratusan pengungsi, justru menjadi sasaran serangan mematikan.
Serangan ini menyebabkan sedikitnya tiga warga sipil tewas, termasuk seorang wanita lansia dan seorang pekerja gereja.
Peristiwa memilukan ini terjadi pada Rabu, 17 Juli 2025, di tengah operasi militer intensif Israel di wilayah padat penduduk tersebut. Gereja yang selama ini dikenal sebagai satu-satunya gereja Katolik di Gaza, mengalami rusak parah. Tidak hanya tempat ibadah, gedung tersebut menjadi tempat terakhir untuk berlindung bagi ratusan warga sipil yang kehilangan rumah akibat perang.
Salah satu yang menjadi korban luka dalam serangan itu adalah Pastor Gabriel Romanelli. Ia mengalami cedera di bagian kaki akibat ledakan. Meski terluka, sang pastor menolak dievakuasi dan memilih tetap bersama umatnya. “Gereja adalah tempat semua manusia mencari perlindungan, bukan menjadi sasaran peluru,” ujar salah satu pengurus gereja dengan nada getir.
Militer Israel mengklaim bahwa serangan itu adalah akibat “amunisi nyasar” saat menyerang sasaran militer di sekitar kawasan gereja. Namun, penjelasan tersebut menuai kemarahan dari banyak pihak, termasuk para pemimpin agama dunia yang menilai insiden ini sebagai pelanggaran serius terhadap nilai kemanusiaan dan hukum perang.
Pernyataan kecaman datang dari berbagai penjuru dunia. Paus Leo XIV menyampaikan duka cita mendalam dan menyerukan gencatan senjata segera. “Tidak ada alasan yang bisa membenarkan penyerangan terhadap tempat ibadah dan warga sipil tak bersenjata,” tegasnya dalam pernyataan resmi Vatikan.
Tekanan politik juga muncul dari Amerika Serikat, terutama setelah Presiden Donald Trump menghubungi PM Israel Benjamin Netanyahu secara langsung. Dalam pertemuan via telepon, Trump menyatakan kemarahan atas serangan ke tempat ibadah dan meminta agar Israel membuka penyelidikan secara transparan serta bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Sementara itu, Patriarkat Latin Yerusalem dalam pernyataan kerasnya menyebut serangan ini sebagai tindakan “tidak beradab” yang mempermalukan nilai-nilai kemanusiaan. Mereka menuntut penyelidikan internasional dan menekankan bahwa tempat-tempat suci harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan.
Serangan ini menambah panjang daftar korban sipil di Gaza yang menurut laporan terkini telah menembus angka 58 ribu jiwa sejak konflik meletus pada Oktober 2023. Banyak dari korban adalah anak-anak, perempuan, dan lansia yang tidak memiliki tempat aman untuk bersembunyi.
Holy Family Church kini menjadi simbol baru dari luka mendalam yang ditinggalkan oleh perang berkepanjangan. Gereja itu berdiri bukan hanya sebagai bangunan rohani, tetapi juga sebagai saksi bisu dari tragedi kemanusiaan yang merenggut nyawa orang-orang tak bersalah.
Di tengah reruntuhan dinding dan nyala lilin yang terus menyala di altar, umat Gaza berdoa dalam diam, berharap dunia mau mendengar jeritan mereka. Dalam sunyi, mereka hanya punya satu harapan: agar rumah Tuhan tidak lagi menjadi medan perang.(Red)