28/10/2025
KPU kembali disorot setelah terungkap penggunaan jet pribadi senilai Rp90 miliar dari dana APBN untuk masa kampanye Pemilu 2024. Jet Embraer Legacy 650 itu diklaim untuk distribusi logistik ke wilayah 3T, tapi hasil pemeriksaan DKPP menunjukkan tak satu pun penerbangan menuju daerah terpencil — justru ke Bali, Kalimantan, bahkan Kuala Lumpur.
Alasannya, waktu kampanye hanya 75 hari sehingga distribusi logistik harus cepat. Tapi publik bertanya, sejak kapan efisiensi harus semewah ini? Di saat banyak TPS kekurangan fasilitas dan petugas lapangan dibayar pas-pasan, menyewa jet pribadi terasa seperti ironi di tengah jargon “pemilu hemat”.
DKPP memang memberi sanksi peringatan keras bagi Ketua, anggota, dan Sekjen KPU. Tapi sanksi etik tanpa tanggung jawab hukum hanyalah formalitas. Demokrasi bukan hanya soal memilih, tapi soal kejujuran lembaga yang menjalankannya. Kalau uang rakyat bisa diterbangkan begitu saja, di mana letak moral penyelenggara negara?
Kasus ini bukan sekadar soal perjalanan mewah, tapi soal rasa keadilan publik. Bagaimana mungkin lembaga yang mengatur suara rakyat justru bermain di wilayah abu-abu pengadaan? Ketika transparansi tak lagi jadi prinsip, kepercayaan pun runtuh — dan itu jauh lebih berbahaya dari sekadar angka Rp90 miliar.
Rakyat hanya ingin demokrasi yang sederhana, jujur, dan efisien. Tapi kalau suara rakyat dijaga dengan gaya jet pribadi, maka yang sedang terbang tinggi bukan logistik pemilu, melainkan ego kekuasaan.
---