Tonny Weya

Tonny Weya Terimakasih Sudah Mampir ��

Kita tidak bisa kembali ke masa lalu,Tapi kita bisa mengenang. Melalui setiap momen berharga, yang telah kita abadikan d...
21/07/2025

Kita tidak bisa kembali ke masa lalu,
Tapi kita bisa mengenang.
Melalui setiap momen berharga, yang telah kita abadikan dengan 📷.
⛰️👣🚶🙏.



11/06/2025

Dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik UGM ini suaranya terdengar bergetar dan matanya berkaca-kaca saat membacakan pidato pengukuhan.

Beberapa kali ia harus berhenti sejenak membacakan teks pidato untuk menyeka air matanya yang mengalir deras.

Pria kelahiran Kulon Progo 51 tahun silam terlahir dari keluarga sederhana di Lendah, Kulonprogo. Ayahnya, Pujidiyono, sehari-hari bekerja sebagai buruh tobong labor atau pengrajin gamping.

Sedangkan sang ibu, Sumirah, pedagang gula jawa yang setiap harinya berkeliling menyusuri jalan di kota Yogyakarta untuk menjajakan dagangannya.

“Bapak dan Ibu waktu itu berani membuat keputusan untuk mengizinkan dan membiayai saya melanjutkan sekolah,” katanya.

Sarjiya menceritakan kedua orang tuanya tidak memiliki kemampuan baca dan tulis karena tidak pernah merasakan duduk di bangku sekolah.

Meski begitu, keduanya tetap gigih menyekolahkan dirinya meski keputusan itu harus mengorbankan pendidikan adik perempuannya.

“Secara khusus saya mohon maaf kepada adikku, Suparsih, yang waktu itu terpaksa tidak bisa melanjutkan ke bangku SMA, meskipun dengan nilai ujian SMP yang sangat baik, karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan untuk membiayai sekolah kita berdua secara bersamaan. Semoga pengorbanan kakak-kakak dan adikku mendapatkan imbalan kebaikan yang lebih banyak dari Tuhan Yang Maha Esa,” kata anak keempat dari lima bersaudara ini.

Usai menyampaikan pidato, Sarjiya langsung mendatangi sang ibunda sambil bersujud. Ia memeluk ibundanya dengan erat.

Selanjutnya ia menyalami empat saudari perempuannya. Sayang, sang Ayah tidak hadir di momen pengukuhan dirinya karena sudah berpulang. “Maturnuwun Bu,” kata Sarjiya terbata-bata.

Judul: "Cantik, Tapi Luka: Cerita dari Entrop"Entrop, 19 Maret 2025, Pukul 21:09 WITMalam itu, sa lagi duduk santai di d...
26/05/2025

Judul: "Cantik, Tapi Luka: Cerita dari Entrop"
Entrop, 19 Maret 2025, Pukul 21:09 WIT

Malam itu, sa lagi duduk santai di depan rumah, main hape sambil buka aplikasi Michat. Sa iseng-iseng cari kenalan, dan muncullah satu profil. Foto hitam manis, rambut keriting, senyum dia itu… manis sekali. Nama dia Maya.tapi Sa tdk tau kalo de asal dari mana

Sa klik, kirim pesan. Akhirnya janjian ketemu, di sekitar Entrop. Dalam hati sa bilang: “Biasa lah, cuma ketemu, siapa tahu bisa jalan.”

Waktu dia datang… sa jujur terdiam. Dia beda dari yang lain. Perempuan papua, tapi tra tau kalo de asal dari mana, rambut keriting alami, kulit halus, wajah bersih dan bersinar. Cantik betul. Tapi, matanya penuh dengan Kekosongan.

Sebelum sa buat apa-apa, sa tanya, “Adik, ko cantik sekali. Tapi kenapa bisa ada di jalan begini?”

Dia kaget, kayak belum pernah ditanya begitu.

Maya duduk pelan di sisi ranjang, lalu cerita. “Sa ni stres skali, sa pu Rumah rusak. Paba de kasar, trus mama de lari. Sa tinggal dengan nene d**g, tapi susah juga. Sa capek hidup begini. Sa Cari kerja susah, orang d**g lihat kita dari tampang saja. Akhirnya Sa ikut teman. Teman d**g truss Sa pakai Michat karena cepat dapat uang. Sa tahu ini salah, tapi sa pikir, Tuhan su jauh dari Sa.

Sa cuma dengar. Hati ini pilu. Sa tahu rasa itu… rasa marah dengan hidup, rasa seperti ditinggalkan.

Maya lanjut bicara, “Kadang sa nangis sendiri malam-malam. Sa takut mati dalam dosa, tapi sa juga bingung mau mulai dari mana.”

Waktu itu sa sadar… sa tidak bisa sentuh dia. Sa tidak datang malam itu untuk pakai tubuh orang. Mungkin Tuhan suruh sa datang supaya kasih dia dengar sesuatu yang lain dari biasa.

Sa bilang pelan, “Maya… ko masih bisa pulang. Tuhan itu bukan Tuhan yang tinggal di gereja saja. Dia ada juga di Entrop, malam ini. Sa cuma orang biasa, tapi sa percaya Tuhan sayang ko.”

Dia diam. Air mata jatuh pelan. Sa kasih dia uang 300 ribu. Sa bilang, “Ini bukan bayar ko. Ini supaya ko bisa pulang dulu malam ini tanpa harus jual diri. Sa harap lain kali ko pikir ulang jalan ini.”

Sa berdiri, keluar, dan pake motor balik ke kota raja Angin malam dingin, tapi hati ini hangat. Bukan karena sudah buat sesuatu hebat. Tapi karena malam itu, mungkin satu jiwa sudah dengar suara Tuhan yang lembut.

Kesimpulan untuk Para Hamba Tuhan, Orang Tua, dan Pemerintah:

Kisah Maya ini adalah panggilan nyata bagi para hamba Tuhan untuk lebih peka dan peduli dengan keadaan anak-anak muda yang terluka di sekitar kita. Penginjilan bukan hanya soal kata-kata di mimbar, tapi juga tentang mendekat, mendengar, dan membawa kasih Tuhan ke dalam kehidupan mereka yang terpinggirkan.

Untuk para orang tua, cerita ini menjadi peringatan keras agar memberikan kasih, perhatian, dan kebahagiaan yang nyata kepada anak-anaknya. Jangan sampai anak-anak merasa kehilangan arah dan mencari pelarian di jalan yang salah hanya karena merasa tak dicintai atau diabaikan.

Sementara itu, peran pemerintah sangat penting dalam menyediakan program-program sosial dan ekonomi yang konkret, agar anak muda seperti Maya memiliki pilihan hidup yang lebih baik dan layak. Pendidikan, pelatihan kerja, serta perlindungan sosial harus diperkuat agar tidak ada lagi yang terjerumus dalam kehidupan berbahaya demi sekedar bertahan hidup.

Mari kita semua bersama-sama membangun lingkungan yang sehat, penuh kasih, dan aman bagi generasi muda, supaya mereka tidak lagi merasa harus menjual diri demi sepotong harapan.

"Aku Pergi untuk Tanah Ini"Anakku,kau belum tahu arti peluru,kau belum mengerti mengapa pelukan ini terasa lebih lama da...
26/05/2025

"Aku Pergi untuk Tanah Ini"

Anakku,
kau belum tahu arti peluru,
kau belum mengerti mengapa pelukan ini terasa lebih lama dari biasa.
Namun di mata mungilmu,
aku melihat pertanyaan yang kelak akan tumbuh jadi keberanian.

Aku adalah ayahmu,
juga anak dari tanah Papua yang telah lama menangis.
Hutan ini adalah rumah kita,
tapi juga medan juang—
di mana kebenaran sering berdarah,
dan keadilan dibungkam oleh senjata.

Istriku,
di genggamanmu kini ada dua nyawa—
dirimu dan anak kita—
yang menjadi alas dari tiap langkah kakiku menuju perlawanan.

Maafkan aku jika nanti
aku tak sempat melihat ia berjalan untuk pertama kali,
tak sempat mengangkatnya tinggi-tinggi sambil tertawa.
Tapi percayalah,
setiap peluru yang kuhadapi,
adalah agar ia kelak bisa tertawa tanpa takut.

Aku tidak pergi karena benci,
aku pergi karena cinta—
cinta pada kalian,
cinta pada tanah yang telah memberi kita nama,
bahasa, dan langit yang masih biru meski dilukai.

Jika aku tak pulang,
ajarkan ia tentang pelangi di atas Wamena,
tentang suara burung cenderawasih yang tak ingin dikurung,
dan tentang ayahnya yang memilih mati dalam kejujuran,
daripada hidup dalam diam yang dipaksakan.

Anakku,
jika kelak kau besar dan membaca puisi ini,
ingatlah:
ayahmu pernah berdiri di tepi hutan,
menggenggam harapan,
meninggalkan dunia kecil yang ia cintai,
demi dunia besar yang layak kau warisi.

🙏
10/04/2025

🙏

👣
06/04/2025

👣

Welcome April.Bersyukur atas segala kebaikan Tuhan dalam hidup ini. 🛖⛰️👣🙏.
01/04/2025

Welcome April.

Bersyukur atas segala kebaikan Tuhan dalam hidup ini.
🛖⛰️👣🙏.

25/03/2025
24/03/2025

Yesaya Nickhanor Desnam, lahir pada 25 Juni 1985 di Merauke, Papua, adalah seorang mantan pemain sepak bola Indonesia yang berposisi sebagai bek tengah. Ia dikenal sebagai pemain pertama dari suku Asmat yang berhasil menembus tim nasional Indonesia.

Karier Klub

1. PS Merauke (2005–2006)

Yesaya memulai karier profesionalnya bersama PS Merauke, di mana ia mencatat 20 penampilan tanpa gol.

2. Persiwa Wamena (2006–2015)

Kariernya berlanjut di Persiwa Wamena, di mana ia menjadi andalan lini belakang dengan total 180 penampilan dan mencetak 5 gol.

3. Bhayangkara FC (2015–2016)

Pada periode ini, Yesaya bergabung dengan Bhayangkara FC dan tampil dalam 19 pertandingan, menyumbang 3 gol.

4. Perseru Serui (2016)

Ia kemudian memperkuat Perseru Serui dengan mencatat 10 penampilan tanpa gol.

5. Kembali ke Persiwa Wamena (2017)

Yesaya kembali ke klub lamanya, Persiwa Wamena, dan bermain dalam 12 pertandingan sebelum memutuskan pensiun pada 1 Desember 2017.

Karier Internasional

Yesaya Desnam mendapatkan kesempatan membela tim nasional Indonesia pada tahun 2010, dengan mencatat satu penampilan internasional.

Gaya Bermain

Sebagai bek tengah, Yesaya dikenal memiliki postur tubuh yang tinggi (1,84 m) dan kemampuan bertahan yang solid. Kehadirannya di lini belakang memberikan keamanan bagi tim yang dibelanya.

Prestasi dan Warisan

Meskipun tidak banyak informasi mengenai gelar yang diraih selama kariernya, pencapaian Yesaya sebagai pemain pertama dari suku Asmat yang bermain untuk tim nasional Indonesia merupakan inspirasi bagi generasi muda Papua untuk berkarier di dunia sepak bola.

Setelah pensiun, kontribusi dan dedikasi Yesaya Desnam dalam sepak bola Indonesia tetap dikenang sebagai bagian penting dari perkembangan olahraga ini di tanah air.

Address

Karteng Wamena
Wamena

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Tonny Weya posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share