Antinomi Institute

Antinomi Institute Antinomi Institute adalah sebuah komunitas ilmiah interdisipliner (Sains, Filsafat, dan Agama) yang

Ontologi bukan melulu soal inventarisasi daftar apa saja yang “ada” laiknya kerja-kerja sensus, sehingga lebih banyak da...
21/10/2025

Ontologi bukan melulu soal inventarisasi daftar apa saja yang “ada” laiknya kerja-kerja sensus, sehingga lebih banyak daftar yang kita miliki tidak kemudian membuat teori ontologi kita lebih baik.

Tidak hanya klaim etis dan epistemik, klaim ontologis juga harus dipertanggungjawabkan. Setiap klaim ontologis yang kita buat juga membutuhkan penjelasan mengapa kita membutuhkan itu dan untuk apa.

Selengkapnya, sila baca di laman: https://antinomi.org/ontologi-yang-mubazir-dan-akrobatik/

Selamat membaca!

Ditulis oleh: Risalatul Hukmi

Ketika sebuah teori menumpuk entitas yang tidak memiliki peran eksplanatoris yang jelas, maka ia hanya akan menambah beban ontologis, dan itu sebuah kemubaziran.

Object-Oriented Ontology (OOO) mencoba merevisi pandangan bahwa realitas berpusat pada manusia. Setiap objek—dari atom, ...
21/10/2025

Object-Oriented Ontology (OOO) mencoba merevisi pandangan bahwa realitas berpusat pada manusia. Setiap objek—dari atom, hewan, hingga institusi—punya keberadaan otonom yang tidak sepenuhnya dapat direduksi atau dijelaskan.

Dengan konsep *undermining* dan *overmining*, OOO menolak reduksionisme dan mengajak kita melihat objek sebagai entitas yang setara secara ontologis. Tidak ada hierarki: semua objek hadir dengan kedalaman dan misterinya.

Di era Antroposen, OOO mengingatkan bahwa manusia hanyalah satu di antara banyak objek. Perspektif ini membuka cara baru untuk lebih menghargai dunia non-manusia dan merendahkan ego antroposentris.

Selengkapnya, sila baca di laman: https://antinomi.org/object-oriented-ontology-sebuah-pengantar/

Selamat membaca!

Ditulis oleh: Fakhri Afif

Graham Harman, seorang filsuf asal Amerika yang menjadi salah satu penggagas arus realisme spekulatif (speculative realism) di era kontemporer, justru mengajukan pertanyaan yang lebih mendasar: apakah benar bahwa pengetahuan faktual adalah jalan keluar satu-satunya dari masalah tersebut?

Dalam hutan belantara ontologis ala Meinong, dunia bukan semata tempat bagi yang eksis saja, melainkan juga bagi yang ti...
21/10/2025

Dalam hutan belantara ontologis ala Meinong, dunia bukan semata tempat bagi yang eksis saja, melainkan juga bagi yang tidak eksis; entitas yang hanya bisa dipikirkan, tapi tetap punya “makna”.

Dengan gagasan demokratisasi objek, Meinong menghadirkan cara pandang baru: bahwa objek non‐eksis pun layak mendapat tempat dalam pikiran dan pernyataan. Mengintensi makna tak selamanya harus bergantung pada eksistensi aktual.

Selengkapnya, sila baca di laman: https://antinomi.org/meinong-dan-hutan-belantara-ontologis/

Selamat membaca!

Ditulis oleh: Muhammad Rodinal Khair Khasri

Bagaimana suatu pernyataan bermakna, padahal objek yang dirujuk tidak eksis? Kita bisa menjawabnya dengan meminjam kerangka filsafat Meinong.

14/10/2025

Apa tujuan sains? Dalam cuplikan ini Michela Massimi menjelaskan dua pandangan dalam perdebatan filsafat sains.

Apakah agama sungguh ada, atau hanya konstruksi sosial belaka?Sejak Jonathan Z. Smith mempublikasikan "Imagining Religio...
22/09/2025

Apakah agama sungguh ada, atau hanya konstruksi sosial belaka?

Sejak Jonathan Z. Smith mempublikasikan "Imagining Religion" (1982), kategori ‘religion’ digugat status ontologisnya. Apakah ia realitas yang mandiri, atau sekadar produk akademis Barat modern?

Teori konstruksionis menegaskan bahwa ‘agama’ bukanlah kategori netral, melainkan hasil konstruksi sosial-historis. Namun, Kevin Schilbrack menolak kesimpulan ekstrem bahwa istilah itu mesti dihapus. Dengan pendekatan critical realism, ia mengakui konstruksi sosialnya, tetapi tetap menegaskan bahwa agama menunjuk pada pola perilaku dan praktik nyata yang eksis di dunia.

Jadi, apakah agama itu sekadar konsep, atau realitas nyata?

Selengkapnya, sila baca di laman: https://antinomi.org/menyoal-status-ontologis-agama/

Selamat membaca!

Ditulis oleh: Fakhri Afif

Sejak diterbitkannya buku Jonathan Z. Smith, Imagining Religion (1982), status ontologis dari kategori 'religion' mulai dipertanyakan.

Hidup, bagi Schopenhauer, adalah tarian antara hasrat dan kekecewaan. Kita terus mencari, namun jarang menemukan kepuasa...
22/09/2025

Hidup, bagi Schopenhauer, adalah tarian antara hasrat dan kekecewaan. Kita terus mencari, namun jarang menemukan kepuasan yang bertahan lama.

Namun, dari pandangan yang suram inilah, lahir kebijaksanaan untuk menerima hidup apa adanya. Dalam _Petuah dan Pepatah_ ini, Schopenhauer mengajak kita belajar seni untuk hidup dari satu kekecewaan ke kekecewaan lainnya, dari satu penderitaan ke penderitaan lainnya.

Sebab hidup tidak pernah menjanjikan kebahagiaan, maka kita perlu belajar menerima penderitaan.

Sains memang membawa banyak janji, namun bukan berarti ia bebas dari kritik. Justru kelayakannya terletak pada seberapa ...
22/09/2025

Sains memang membawa banyak janji, namun bukan berarti ia bebas dari kritik. Justru kelayakannya terletak pada seberapa terbuka ia terhadap kritik.

Selengkapnya, sila baca di laman: https://antinomi.org/meneropong-ilmu-lewat-jendela-retak/

Selamat membaca!

Ditulis oleh: Roy Martin Simamora

Manusia modern kerapkali memamerkan kemajuan ilmiahnya dengan kebanggaan yang tak jauh berbeda dari cara bangsawan abad pertengahan memamerkan silsilah ...

René Descartes, filsuf besar abad ke-17, meninggal di Stockholm pada 1650. Salah satu penyebab yang sering dikaitkan den...
25/08/2025

René Descartes, filsuf besar abad ke-17, meninggal di Stockholm pada 1650. Salah satu penyebab yang sering dikaitkan dengan kematiannya adalah kebiasaan bangun terlalu pagi.

Demi memenuhi permintaan Ratu Christina dari Swedia untuk memberi pelajaran filsafat pada pukul 5 pagi, Descartes harus mengorbankan rutinitas sehatnya.

Dalam udara dingin Stockholm, hal ini membuatnya terkena peneumonia yang akhirnya merenggut nyawanya.

Ketika manusia berhenti menjadi pusat, apa yang terjadi dengan nilai dan tanggung jawab kita terhadap makhluk lain?Artik...
25/08/2025

Ketika manusia berhenti menjadi pusat, apa yang terjadi dengan nilai dan tanggung jawab kita terhadap makhluk lain?

Artikel “Pasca-Antroposentrisme atau Obskuritas Antroposentris?” membuka pertanyaan ini lebih dalam. Ayo baca dan renungkan bersama!

Selengkapnya, sila baca di laman: https://antinomi.org/pasca-antroposentrisme/

Selamat membaca!

Ditulis oleh: Rangga Kala Mahaswa

Tantangan terbesar bagi pasca-antroposentrisme ialah pertanyaan tentang subjektivitas yang membeku (frozen subjectivity).

Apakah hanya karena kita manusia, lalu segalanya harus tentang manusia?Keniscayaan epistemik tentang keterbatasan perspe...
25/08/2025

Apakah hanya karena kita manusia, lalu segalanya harus tentang manusia?

Keniscayaan epistemik tentang keterbatasan perspektif manusia memang tak terhindarkan: kita tidak bisa keluar dari kerangka bahasa, konsep, dan perangkat kognitif manusia.

Namun, hal ini tidak kemudian mengandaikan bahwa semua nilai moral harus manusia-sentris.

Selengkapnya, sila baca di laman: https://antinomi.org/kerancuan-antroposentrisme/

Selamat membaca!

Ditulis oleh: Risalatul Hukmi

Membedakan antroposentrisme sebagai keniscayaan epistemik dari antroposentrisme sebagai doktrin normatif adalah langkah penting.

Menurut Fajar Nurcahyo, bila bukan manusia yang memikul beban moral, lantas siapa? Dan lebih penting lagi—berani kah kit...
11/08/2025

Menurut Fajar Nurcahyo, bila bukan manusia yang memikul beban moral, lantas siapa? Dan lebih penting lagi—berani kah kita memercayakan dunia pada etika yang tidak berpijak pada diri kita sendiri?

Selengkapnya, sila baca di laman: https://antinomi.org/mempertahankan-antroposentrisme/

Selamat membaca!

Ditulis oleh: Fajar Nurcahyo

Menemukan posisi antroposentrisme sebagai terdakwa utama dalam diskursus etika lingkungan merupakan sebuah hal yang umum. Pada awalnya, ketika menulis artikel ...

Mesin mungkin bisa mengalahkan kita dalam bermain game, menulis puisi memukau, bahkan menyetir tanpa menyebabkan kecelak...
26/07/2025

Mesin mungkin bisa mengalahkan kita dalam bermain game, menulis puisi memukau, bahkan menyetir tanpa menyebabkan kecelakaan—tapi apakah itu berarti mereka mengerti apa yang mereka lakukan?

Selengkapnya, sila baca di laman: https://antinomi.org/bisakah-mesin-punya-agensi/

Selamat membaca!

Ditulis oleh: Fajar Nurcahyo

Murtiningsih mengajukan klaim yang tegas dalam perdebatan mengenai kapasitas mesin dalam memahami dan merepresentasikan nilai.

Address

Jalan Kaliurang Km 5. 2
Yogyakarta City
55281

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Antinomi Institute posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Antinomi Institute:

Share

Category