
09/26/2025
Pagi-pagi sekali Rudi sudah berdiri di depan rumah saudara laki-lakinya dengan wajah kusut, matanya merah karena semalaman tak tidur. Rokok menyala di ujung jarinya, asapnya mengepul berbaur dengan hawa pagi. Di sampingnya, sang ibu, tampak tegang.
Romi yang tengah menyeruput kopi hangat di kursi teras menatap heran. "Lho, Rudi? Ibu? Pagi-pagi sekali ke sini. Ada apa?"
Bu Sari tidak banyak basa-basi. Ia langsung melangkah masuk dan duduk di kursi rotan dengan wajah menegang.
"Istri Rudi ada ke sini tidak?" tanyanya buru-buru.
"Istri? Maksudnya Nadia?" Romi mengernyit.
"Iya, siapa lagi istri adikmu kalau bukan Nadia?"
"Ngapain juga dia ke sini?" suara Romi meninggi sedikit. Ia benar-benar tidak paham.
"Rani bilang, kalau Nadia kabur, pasti ke sini tujuannya. Soalnya ke rumah Ibu juga nggak ada," jelas Bu Sari.
Rudi yang duduk di lantai teras, mengisap rokok dengan kasar, akhirnya ikut menimpali. "Dia kabur tadi malam, Mas."
Romi langsung meletakkan cangkir kopinya. Wajahnya penuh tanda tanya. "Ada masalah apa lagi? Bukannya urusan cicilan panci yang kamu bilang kemarin sudah lunas?"
"Bukan soal apa-apa. Aku cuma minta dia kerja, biar bisa kayak Mbak Mawar, jadi aku bisa terbantu, tahu sendiri gajiku cuma empat juta, mana cukup buat ngidupin dia terus," sahut Rudi cepat, seolah ingin membela diri.
"Empat juta itu sudah banyak. Pasti cukup karena anak kalian baru satu dan masih bayi. Lagian kamu gil4nya tidak ketolong. Masa disuruh kerja? Anak kamu siapa yang rawat kalau Nadia kamu suruh kerja? Mbak jangan diikuti, karena Masmu menggaji orang buat urus rumah dan anak-anak. Lah, kamu? Ngasih duit ke Nadia aja nggak," timpal Mawar, menatap adik iparnya tajam dari arah pintu utama.
Rudi spontan menatap ibunya yang tampak gelisah. Selama ini, uang gajinya tidak pernah diberikan pada Nadia. Selalu ibunya yang memegangnya.
"Tahu dari mana, Ma, kalau Rudi tidak ngasih istrinya uang?" tanya Romi yang menatap adik dan istrinya bergantian.
Mawar menarik napas. "Nadia pernah curhat soal uang. Tiap gajian Rudi cuma ngasih lima ratus ribu untuk sebulan. Uang segitu buat jajan anak kita aja nggak cukup!"
"Ya ampun, Rudi. Benar begitu? Terus sisanya ke mana?" Romi menggeram menatap adiknya yang terpaku.
"Iya. Itu karena Nadia tidak bisa mengatur keuangan, setiap pertengahan bulan uangnya sudah habis," keluh Rudi. "Tapi kalau Ibu yang kelola, uangnya masih sisa sampai aku gajian lagi," lanjut Rudi dengan wajah masam.
"Wajar masih sisa karena--"
"Jangan dibahas lagi. Sekarang gimana? Nadia tidak tahu keberadaannya," potong Bu Sari yang seketika menatap menantunya tajam.
"Awal kejadiannya gimana?" tanya Romi.
"Awalnya terjadi pertengkaran kecil." Rudi tampak gelisah. Tangannya tak berhenti mengetuk-ngetuk lutut. "Aku tinggal dia di jalan, terus aku pergi ke rumah Ibu. Pas balik lagi mau jemput dia, dia sudah nggak ada. Ada yang melihatnya, dia sama laki-laki naik mobil." Rahangnya menegang, rokok di tangannya hampir habis terb4kar.
Romi menatap adiknya dalam-dalam. Ada rasa kesal saat dia melihat adiknya itu. "Kamu tahu Nadia tidak punya keluarga di sini selain kita! Kalau dia kenapa-kenapa gimana? Gil4 kamu!" Romi menunjuk wajah adiknya dengan geram.
"Aku yakin itu selingkuhannya, Mas! Dia kabur sama selingkuhannya!" dengus Rudi, lalu menghembuskan asap rokok sekeras-kerasnya.
Belum sempat Romi menanggapi, kakak iparnya kembali bersuara. "Kabur? Atau kamu yang usir?" ucapnya dengan tersenyum sinis.
"K-kabur, Mbak. Masa iya aku usir?" Rudi terbata.
"Jangan bohong, Rud!" Mawar maju selangkah, suaranya bergetar oleh amarah. "Aku tahu semuanya. Nadia bukan kabur, tapi kamu yang usir, kamu pu-kul, kamu permalukan dia di depan orang banyak! Kalaupun dia pergi, itu wajar. Siapa yang tahan hidup sama laki-laki ringan tangan?"
Romi menghela napas panjang, wajahnya penuh kekecewaan. "Benar begitu, Rud? Keterlaluan kalau kamu sampai main tangan sama perempuan."
"Tidak, Mas! Mbak Mawar ngarang itu!" Rudi bangkit berdiri, wajahnya merah padam. Ia tak percaya iparnya bisa tahu detail kejadian semalam.
"Ngarang?" suara Mawar meninggi. Ia berbalik masuk rumah tanpa memberi kesempatan.
Hening sejenak. Rudi dan Bu Sari saling berpandangan, jantung mereka berpacu lebih cepat.
"Mau ngapain Mawar?" bisik Bu Sari pada Romi, takut kalau masalah semakin melebar.
"Lihat saja," sahut Romi.
Tak lama kemudian, Mawar keluar dengan ponsel di tangan. Wajahnya memerah, matanya berkaca-kaca, jari-jarinya cepat mengusap layar.
"Ada apa, Ma?" tanya Romi, ikut tegang.
Mawar menatap menatap satu per satu dengan sorot marah. "Ibu lihat ini. Kamu juga lihat, Mas. Rudi sekarang lagi viral!"
Ia menyodorkan ponsel. Di layar tampak jelas potongan video semalam di warung nasi goreng: suara bentakan Rudi yang membahana, tangisan bayi yang memilukan, serta wajah Nadia yang ketakutan sambil mendekap anaknya.
"Nadia itu sedang mengasihi anakmu, Rud!" suara Mawar bergetar, penuh amarah dan juga iba. "Dia lapar, cuma makan sesuap nasi goreng, tapi kamu permalukan dia! Suami macam apa kamu?" lanjut Mawar penuh kesal.
"Aku hanya memberinya pelajaran—"
Plak!
Belum sempat Rudi menyelesaikan kalimatnya, telapak tangan Romi sudah lebih dulu mendarat keras di p**inya. Suara tamparan itu menggema di teras, membuat Bu Sari yang duduk di kursi ikut terlonjak kaget.
Rudi terpaku. Rokok yang tadi terselip di jarinya jatuh ke lantai, masih menyala, lalu padam terinjak kakinya sendiri. Pipinya panas berdenyut, matanya melotot tak percaya.
"Memang bagus Nadia kabur!" Romi mendesis, nadanya penuh amarah yang ditahan-tahan. "Kalau dia tetap di rumahmu, bisa-bisa dia m4ti diperlakukan kayak gitu!"
"Jangan salahkan adikmu, Rom. Nadia yang harus kamu salahkan. Seharusnya dia tidak pergi dengan laki-laki lain. Ibu juga curiga kalau dia sudah berselingkuh dan menunggu waktu untuk kabur," ujar Bu Sari dengan nada tegas.
Romi menatap ibunya dengan sorot mata tajam, rahangnya mengeras. "Apa Ibu yakin Nadia selingkuh?"
"Itu iparnya Mawar bukan?"
Semua serentak menoleh ke luar pagar. Beberapa tetangga yang lewat untuk jalan pagi tampak menatap wajah Rudi.
"Iya, itu dia laki-laki biadapnya. Cuma karena sesuap nasi goreng, dia sanggup memu-kul dan mempermalukan istri sendiri. Miris!"
Rudi mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras. "Aku bersumpah akan menemukan perempuan kurang ajar itu. Gara-gara dia aku jadi hilang harga diri!"
Selanjutnya baca di aplikasi KBM App.
Judul: PERKARA SESUAP NASI GORENG
Penulis: anisah1797