GSA DAILY

GSA DAILY بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)

Abu Qamaruddin Lailon Teunom, Ulama Kharismatik Ahli TarekatTeungku Syekh Qamaruddin Lailon adalah murid Abuya Syekh Mud...
03/12/2025

Abu Qamaruddin Lailon Teunom, Ulama Kharismatik Ahli Tarekat

Teungku Syekh Qamaruddin Lailon adalah murid Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy angkatan pertama seleting dengan Teungku Syekh Adnan Mahmud Bakongan dan Teungku Syekh Jailani Kota Fajar.

Beliau merupakan salah satu murid Syekh Muda Waly yang dikenal ahli dalam kajian tasawuf dan tarekat. Bahkan beliau dan Abu Bakongan dua ulama yang mendapat pengangkatan langsung sebagai mursyid oleh Abuya Syekh Muda Waly, sehingga beliau disebut dengan ‘Qamaruddin Sang Purnama’.

Abu Qamaruddin Lailon lahir di Labuhan Haji pada tahun 1915 dari keluarga yang sangat mencintai ilmu agama. Beliau dan saudara-saudaranya adalah ulama lulusan Dayah Darussalam Labuhan Haji.

Diantara saudaranya yang juga alim dan ulama adalah Abuya Jakfar Lailon dan Abu Dasyah Lailon. Namun setelah menyelesaikan pendidikan di kelas Bustanul Muhaqiqin Darussalam Labuhan Haji yang dibimbing langsung oleh Abuya Syekh Muda Waly, beliau kemudian memilih berkiprah dan menyebarkan ilmunya di Tanoh Anoe Teunom, sehingga masyarakat setempat menyebut beliau dengan sebutan Abu Tanoh Anoe, Abu K**a atau Abu K**a Teunom.

Mengenai rekam jejak pendidikan beliau ketika kecil, tidak diketahui secara persis masa awal pendidikan beliau, namun yang pasti beliau belajar dasar-dasar keislaman kepada orang tuanya sendiri yang dikenal taat dan mencintai ilmu agama.

Selain itu di daerah Labuhan Haji tempat lahirnya Abu Qamaruddin Lailon merupakan wilayah yang memiliki banyak lembaga pendidikan dayah yang bertebaran di beberapa tempat dalam kawasan Labuhan Haji, walaupun yang terbesar ketika itu adalah Madrasah Khairiyah yang didirikan oleh ulama yang berasal dari Siem Aceh Besar yang dikenal dengan Abu Muhammad Ali Lampisang dengan santrinya mencapai lima ratus orang, termasuk Abuya Syekh Muda Waly juga murid Abu Lampisang tersebut.

Kedatangan Abu lampisang ke Aceh Selatan tepatnya di Labuhan Haji dengan Madrasah Khairiyah merupakan kelanjutan program para ulama Aceh yang diketuai oleh Tuwanku Raja Keumala, dimana di antara program utamanya adalah mencerdaskan masyarakat dengan mengirim para ulama ke berbagai wilayah.

Sehingga diutuslah dua orang ulama besar ke Aceh Selatan dan Blangpidie. Adapun yang dikirim ke Aceh Selatan adalah Abu Muhammad Ali Lampisang yang dikenal dengan Abu Lampisang sekitar tahun 1921, dan Madrasah Khairiyah ditutup pada 1930 ketika suhu perlawanan para pejuang Bakongan semakin meningkat.

Belanda khawatir dayah akan mengambil peran untuk peperangan tersebut. Adapun ulama yang dikirim ke Blangpidie adalah Abu Syekh T. Mahmud Lhoknga sekitar tahun 1927. Abu Syekh Mahmud membangun sebuah dayah yang dinamakan Dayah Bustanul Huda Blangpidie.

Beliau memimpin Dayah Bustanul Huda hingga wafatnya pada tahun 1966. Dari Abu Syekh Mahmud banyak ulama generasi berikutnya hasil didikan beliau.

Umumnya para ulama dari Labuhan Haji sebelum merantau ke tempat yang lain, mereka pasti belajar di dua dayah besar itu. Contohnya Abuya Syekh Muda Waly, beliau belajar pertama kali pada Dayah Abu Lampisang di Labuhan Haji selama empat tahun, dan selanjutnya belajar pada Abu Syekh Mahmud di Dayah Bustanul Huda Blangpidie.
Selain Syekh Muda Waly, Abu Adnan Bakongan juga demikian, belajar pada Abu Lampisang kemudian melanjutkan ke Abu Syech Mud Blangpidie. Adapun Abu Qamaruddin Lailon yang sedang dibahas merupakan salah satu ulama yang lama belajar pada Abuya Syekh Muda Waly.

Abu Qamaruddin Lailon adalah ulama yang belajar kepada Abuya Muda Waly pada periode awal, beliau satu angkatan dengan para ulama kharismatik lulusan Labuhan Haji periode awal seperti: Abuya Adnan Bakongan, Abuya Jailani Kota Fajar, Abuya Yusuf ‘Alamy, Abuya Aidarus Kampar, Abuya Imam Syamsuddin Sangkalan, Abuya Jakfar Lailon, Abu Syekh Marhaban Kruengkalee dan para ulama lain yang segenerasi mereka.

Abu Qamaruddin Lailon belajar berbagai ilmu pada Abuya Syekh Muda Waly, dan yang paling identik dari kepakaran Abu Qamaruddin Lailon adalah tarekat dan tasawuf.

Sehingga masyarakat mengenal beliau sebagai ulama yang sangat mendalam dalam kajian tasawuf dan tarekat. Beliau juga salah satu mursyid yang diangkat langsung oleh Abuya Haji Muda Waly al-Khalidy.

Beliau membangun sebuah dayah yang bernama Dayah Darun Nizam.Dayah Darun Nizam kemudian menjadi sebuah dayah besar pada masa kepemimpinan beliau, karena ilmu yang dimilikinya tinggi dan pengamalan tarekat yang kuat.
Bahkan setiap bulan Ramadhan para santri dari berbagai wilayah Aceh datang untuk bersuluk dan mengambil tarekat kepada Abu Qamaruddin Lailon.

Selain ahli dalam bidang tarekat dan tasawuf, Abu Qamaruddin juga seorang pendidik yang handal, hal ini ditandai dengan banyaknya murid-murid beliau yang berhasil menjadi ulama dan mendirikan lembaga pendidikan setelah selesai belajar kepada Abu Qamaruddin Lailon.

Dalam kehidupan sehari-harinya Abu Qamaruddin senantiasa menampilkan sikap yang mulia, baik dari tutur kata maupun sifatnya yang simpatik dan menghormati orang lain. Sehingga masyarakat merasa hormat dan kagum kepada beliau.

Abu Qamaruddin Lailon tidak hanya mendidik para santrinya dengan pengajian, nasehat dan ceramah, beliau juga menuangkan keilmuannya dalam tulisan yang bisa dipelajari dan dibaca oleh generasi selanjutnya.

Beliau merupakan ulama yang memiliki banyak keahlian dan keutamaan, sehingga masyarakat Tanoh Anoe, Teunom secara lebih umum, sangat memperhatikan arahan dan pandangan dari sang ulama tersebut.

Banyak persoalan yang dihadapi oleh masyarakat yang dihadapkan kepada beliau untuk dimintai solusi dan penyelesaian dari masalah, karena beliau memiliki kejernihan hati dan fikiran.

Abu Qamaruddin Lailon telah banyak mencurahkan daya upayanya untuk mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah secara luas, dan bahkan banyak pengikut setianya yang terus melanjutkan estafet dari Abu Qamaruddin Lailon.

Setelah perjuangan yang panjang dalam dunia tarekat dan tasawuf dan berhasil membina masyarakatnya, wafatlah ulama besar tersebut pada tahun 1993 dalam usia 78, dengan meninggalkan banyak murid dan pengikut setianya.

Setelah wafatnya Abu Qamaruddin, maka Dayah tersebut dipimpin oleh salah satu anaknya yang bernama Teungku Abati Muslim yang juga termasuk salah satu ulama lulusan Dayah Budi Lamno dan Dayah Ulee T**i, murid dari Abu Ishaq al-Amiry Ulee T**i. Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan.

Ditulis Oleh:
Dr. Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary, Lc

Tempuh Jalan Puluhan Kilo, Warga Aceh Terobos Pegunungan demi MakanGayo Lues, Beritasatucom - Banjir bandang dan tanah l...
03/12/2025

Tempuh Jalan Puluhan Kilo, Warga Aceh Terobos Pegunungan demi Makan

Gayo Lues, Beritasatucom - Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda tiga provinsi, Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatra Barat masih menyisakan duka mendalam, termasuk bagi warga di Kabupaten Gayo Lues, Aceh.

Akses jalan yang terputus membuat pasokan sembako, bahan bakar minyak (BBM), dan kebutuhan penting lainnya sulit masuk ke wilayah tersebut. Kondisi ini membuat warga di beberapa kecamatan semakin terisolasi.

Camat Puti Betung Kabupaten Gayo Lues Sopian, harus menempuh puluhan kilometer melewati jalur ekstrem dengan jurang dalam menganga di sisi jalan demi memastikan bantuan dapat segera masuk.

“Saya diperintahkan bupati untuk meninjau akses jalan menuju Kabupaten Aceh Tenggara, agar bantuan dan BBM bisa lebih mudah disalurkan,” ujar Sopian kepada Beritasatu.com, Rabu (3/12/2025).
Ia mengungkapkan bahwa medan terjal tetap harus dilalui demi memenuhi kebutuhan keluarga serta warga yang menunggu kabar baik dari pemerintah.
“Sembako yang semakin menipis memaksa kami menempuh jalur pegunungan untuk mendapatkan BBM dan bahan pangan,” tuturnya.

Warga kini hanya bisa berharap bantuan dari pemerintah provinsi dan pusat untuk memenuhi kebutuhan dasar yang semakin mendesak.
“Kami sangat berharap akses jalan antar kabupaten yang menghubungkan Aceh Tenggara dan Gayo Lues segera dapat dilalui kendaraan roda empat,” kata Sopian penuh harap.

Harga Beras di Daerah Bencana Aceh Tengah Tembus Rp500 Ribu per SakHarga beras di Kabupaten Aceh Tengah dilaporkan melam...
03/12/2025

Harga Beras di Daerah Bencana Aceh Tengah Tembus Rp500 Ribu per Sak

Harga beras di Kabupaten Aceh Tengah dilaporkan melambung ekstrem hingga Rp500 ribu per sak berukuran 15 kilogram, atau setara lebih dari Rp33 ribu per kilogram.
Lonjakan harga ini terjadi di tengah krisis pasokan akibat bencana banjir bandang dan longsor yang masih mengisolasi sejumlah wilayah.

Kondisi tersebut mendapat perhatian langsung Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, yang turun tangan setelah menerima laporan kenaikan harga beras yang disebut “tidak masuk akal”.

Dalam keterangannya di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Rabu (3/12), Amran menegaskan pemerintah segera mengirimkan pasokan beras untuk meredam lonjakan harga dan memastikan warga terdampak tidak kekurangan pangan.
“(Nanti) aku telepon, langsung kirim beras pasok ke sana. Tapi menurut saya tidak mungkin sebesar itu (harga berasnya). Tapi kami pasok karena ada beras di lokasi,” ujarnya.

Amran memastikan pemerintah telah berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk menjaga ketersediaan dan kelancaran distribusi pangan di wilayah terdampak.
“Oh iya, kami koordinasi Pak Mendagri langsung dan tidak akan ada kekurangan pangan. Kami jamin itu,” tegasnya.
100 Ton Beras Dicairkan Tanpa Tunggu Administrasi

Amran menjelaskan beras yang disalurkan berasal dari cadangan bencana yang dapat dikeluarkan secara cepat tanpa menunggu proses administrasi formal.

“Ini beras cadangan untuk bencana. Kami kemarin ada minta 100 ton, ada minta 50 ton. Kami langsung keluarkan sekarang. Kami telepon, suratnya menyusul. Karena ini darurat,” ujarnya.
Koordinasi penyaluran dilakukan bersama Mendagri Tito Karnavian, Menko PMK, BNPB, Perum Bulog dan pemerintah daerah di tiga provinsi terdampak.

Total Bantuan Capai Rp73,57 Miliar
Pada kesempatan itu, Amran memaparkan total bantuan yang dihimpun Kementan bersama mitra strategis dan pegawai untuk korban banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Jumlah totalnya mencapai Rp73,57 miliar, terdiri dari: Bantuan barang: Rp21,44 miliar, Bantuan dana: Rp52,12 miliar.

Bantuan barang mencakup beras, minyak goreng, gula, obat-obatan, susu, mi instan, pampers, air mineral, biskuit, dan kebutuhan pokok lainnya.
Minyak goreng menjadi komponen terbesar dengan nilai lebih dari Rp9,3 miliar, disusul beras sekitar Rp1,3 miliar.

Amran menambahkan bantuan tersebut mulai dikirim bertahap mulai Kamis (4/12), terutama barang-barang kebutuhan pokok yang paling dibutuhkan di titik pengungsian.
Ia menyoroti keterlibatan pegawai Kementan yang turut menyumbang, bahkan beberapa mendonasikan sebagian gajinya untuk mempercepat misi kemanusiaan ini.

Sejak fase awal bencana, Kementan bersama Bulog telah menyalurkan 40 ribu ton beras serta ribuan ton minyak goreng ke tiga provinsi terdampak melalui jalur reguler maupun non-reguler.

Amran memastikan cadangan pangan tersedia cukup di gudang Bulog wilayah Sumatra, Aceh, dan Padang sehingga kabupaten/kota yang membutuhkan bisa segera mendapatkan pasokan.
Ia menegaskan koordinasi dengan kepala daerah berlangsung 24 jam, termasuk permintaan mendesak dari Wali Kota Lhokseumawe Sayuti Abubakar, yang langsung ditindaklanjuti agar distribusi tidak terhambat. “Beras tidak boleh kosong. Beras kita banyak,” pungkasnya.

Sumber : infoaceh.co

Abu Meunasah Mee, Ulama Panutan Pidie Jaya Ahli Ilmu FaraidhBeliau merupakan ulama panutan masyarakat Pidie dan Pidie Ja...
03/12/2025

Abu Meunasah Mee, Ulama Panutan Pidie Jaya Ahli Ilmu Faraidh

Beliau merupakan ulama panutan masyarakat Pidie dan Pidie Jaya. Lahir di tahun 1935 di Kiran Desa Meunasah Mee, beliau bernama Teungku Sulaiman bin Teungku Hasballah bin Abdullah.
Ayah dan kakeknya merupakan ulama dan pengayom agama masyarakat setempat. Sejak kecil Teungku Sulaiman Hasballah telah dibekali oleh orang tuanya dengan berbagai ilmu-ilmu dasar untuk menjadi bekal bagi seorang ulama yang dinantikan.

Mengawali pendidikannya, Abu Meunasah Mee belajar langsung kepada ayahnya yang juga seorang yang mendalam ilmunya, sambil beliau bersekolah di sekolah umum masyarakat.

Setelah dibekali dengan ilmu yang memadai oleh ayahnya, Teungku Sulaiman Hasballah atau Abu Meunasah Mee kemudian melanjutkan pengajiannya kepada Teungku Usman Meunasah Raya, kepada ulama ini Teungku Sulaiman Hasballah belajar selama tiga kali secara terpisah-pisah.

Periode pertama beliau belajar kepada Teungku Usman Meunasah Raya selama lima tahun, belajar berbagai cabang keilmuan Islam. Setelah melewati lima tahu, tiga tahun berikutnya Abu Meunasah Mee belajar ke salah satu Dayah di Keude Aceh Samalanga, belajar kepada Teungku Burhanuddin dan Teungku Maun.

Di dayah ini sistem yang digunakan telah lebih bagus dari tempat lainnya karena telah menggunakan sistem secara rapi. Melewati s**a duka selama tiga tahun, Abu Meunasah Mee kemudian kembali belajar ke Teungku Usman Meunasah Raya, pada periode ini beliau hanya belajar selama satu tahun.

Menggenapkan sepuluh tahun masa belajarnya di dayah, beliau kemudian belajar di Beureunuen, belajar ke dayah yang dibangun oleh Teungku Muhammad Daud Bereueh, dan disini beliau belajar kepada salah seorang teungku yang berasal dari Meukek yang bernama Teungku Nurdin Meukek.

Tidak lama beliau di dayah ini, kemudian meletuslah peristiwa DI TII di tahun 1953, dan beliau pun harus kembali ke kampung halamannya. Dan pada periode ketiga ini beliau kembali belajar kepada gurunya Teungku Usman Meunasah Raya.

Pada periode ini selain belajar dan mengajar, beliau juga mengikuti pengajian di luar dayah kepada salah seorang ulama ternama di Kuta Krueng yaitu Teungku Haji Abdullah Kuta Krueng yang juga merupakan guru awal dari Abu Kuta Krueng sebelum belajar ke Abon Samalanga.

Setelah keadaan mereda, maka Abu Meunasah Mee kemudian memohon izin dari dua orang gurunya untuk melanjutkan pengajiannya kepada ulama tekenal di Darussalam Labuhan Haji.

Berangkatlah Abu Meunasah Mee ke Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan diperkirakan sekitar tahun 1958. Ada beberapa ulama lainnya yang juga berangkat ke Labuhan Haji di tahun 1958 seperti Abu Haji Mohd Syam Marfaly Blangpidie, Abon Kota Fajar, dan umumnya mereka yang tidak belajar di kelas Bustanul Muhaqqiqin, belajar di kelas di bawahnya yang diajar oleh Abuya Muhibbuddin Waly dan kelas dibawahnya diajarkan oleh Abu Tu Min Blang Blahdeh.

Maka dengan segenap kesungguhan, Abu Meunasah Mee belajar di Darussalam selama lebih kurang tiga tahun. Setelah wafatnya Abuya Syekh Muda Waly, di tahun 1962 p**anglah Abu Meunasah Mee ke kampung halamannya.

Kep**angan Abu Meunasah Mee sangat dinatikan oleh gurunya Teungku Usman Meunasah Raya, mengingat beliau telah sepuh, sehingga tanggungjawabnya sebagai Imam Chik diserahkan ke Abu Meunasah Mee.

Selain diangkat sebagai imam chik, beliau juga diminta oleh masyarakat Jangka Buya untuk mendirikan lembaga pendidikan agar masyarakat Jangka Buya bisa tercerahkan, maka di tahun 1963 beliau membangun sebuah dayah yang berada dalam kawasan komplek mesjid Jamik tersebut dengan nama Dayah Darul Muta’alimin.

Namun pada tahun 1980 jabatan beliau sebagai imam chik dikembalikan kembali ke masyarakat Jangka Buya, mengingat kondisi kesehatan beliau yang tidak memungkinkan.

Demikian halnya juga dengan Dayah Darul Muta’alimin yang telah dibangunnya dipindahkan ke kampung halamannya ke Meunasah Mee. Sejak itu beliau fokus mengembangkan keilmuannya di Dayah Darul Muta’alimin Meunasah Mee.

Disebutkan, sebagai seorang ulama beliau memiliki memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni, walaupun demikian, dalam kajian ilmu faraidh, beliau merupakan ahli yang menjadi rujukan masyarakat di daerah Meunasah Mee dan sekitarnya.

Selain sebagai seorang ulama yang menjadi pengayom masyarakat, beliau juga seorang ulama yang dituakan, sehingga berbagai persoalan masyarakat banyak melibatkan beliau untuk menyelesaikannya.

Selain itu beliau juga ulama yang setia dengan salah satu partai yang identik lambang Ka’bah ketika itu, dan tidak berpindah ke partai yang lain, walaupun banyak ulama bahkan keluarga dekatnya yang beralih ke partai yang lain, maka bagi beliau adalah hal yang lumrah dan tidak perlu dipertentangkan.

Dalam hidupnya, Abu Meunasah Mee senantiasa hadir dengan solusi dan petuah-petuah bijak yang dibutuhkan oleh masyarakat dan umat Islam secara menyeluruh.

Setelah menghabiskan masa mudanya dengan menuntut ilmu, maka pada masa tuanya beliau adalah seorang guru yang senantiasa mengayomi masyarakatnya. Setelah kiprah yang besar bagi masyarakatnya, wafatlah Abu Meunasah Mee pada tahun 2008. Rahimahullah rahmatan Wasi’atan.

Ditulis Oleh:
Dr. Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary, Lc

Abuya Syekh Bahauddin, Ulama Besar Mursyid Tarekat NaqsyabandiyahBeliau lahir di Seping salah satu desa dalam kawasan Ac...
03/12/2025

Abuya Syekh Bahauddin, Ulama Besar Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah

Beliau lahir di Seping salah satu desa dalam kawasan Aceh Singkil. Kehadiran Abuya Syekh Bahauddin memiliki arti penting bagi masyarakat Aceh Singkil dan Subulussalam, mengingat Abuya Bahauddin merupakan ulama besar pendiri Pesantren Darul Muta’alimin yang kemudian menjadi sentral bagi pesantren-pasantren lain seputaran Singkil dan Subulussalam. Bahkan disebutkan cabangnya mencapai seratus lembaga pendidikan lainnya.Abuya Bahauddin berasal dari keluarga yang taat beragama dan mencintai ilmu pengetahuan.

Pada usianya tujuh tahun mulailah Abuya Bahauddin belajar di Sekolah Rakyat atau SR selama tiga tahun sambil belajar kepada kedua orang tuanya dasar-dasar ilmu keislaman. Dan pada tahun 1947 tepatnya usia Abuya Bahauddin 10 tahun, mulailah beliau merantau ke sebuah dayah terkenal yang mengorbit banyak ulama yaitu Dayah Darussalam Labuhan Haji yang dipimpin oleh Abuya Syech Haji Muhammad Waly al-Khalidy.

Pada masa kedatangan Abuya Bahauddin di tahun 1947 merupakan awal berdatangan banyak para santri yang tiba di Darussalam yang kemudian menjadi para ulama. Walaupun umumnya mereka tiba di Darussalam Labuhan Haji di atas tahun 1950.
Para ulama yang datang di bawah tahun 1950 diantaranya Abu Yusuf ‘Alamy menantu Abuya Muda Waly, Abuya Aidarus Padang anak Syech Abdul Ghani Kampari, Abu Adnan Mahmud Bakongan.

Abu Jailani Kota Fajar, Abu Qamaruddin Teunom, Abu Jakfar Lailon, Abu Imam Syamsuddin Sangkalan, Syech Marhaban Kruengkalee, Abuya Bahauddin Tanah Merah, Abuya Baihaqi Batu Korong, Abu Zamzami Syam, dan para ulama lainnya. Ada diantara para ulama yang belajar lima tahun dan ada yang sepuluh tahun.

Umumnya para ulama yang tiba sesudah 1950, mereka p**ang mendekati tahun 1960, sebab tahun 1961 Abuya Syekh Muda Waly Wafat. Mereka para ulama yang tiba di atas 1950 seperti Abu Lueng Ie, Abu Abdullah Hanafi Tanoh Mirah, Abu Keumala, Abu Abdul Aziz Samalanga, Abu Muhammad Zamzami Lam Ateuk, Abu Muhammad Amin Blang Blahdeh, Abu Daud Zamzami Ateuk Anggok, dan mereka umumnya p**ang sebelum Abuya Muda Waly wafat.

Sedangkan sebagian ulama lainnya datang di atas 1955 dan 1958 seperti Abu Syam Marfaly Blangpidie, Abon Kota Fajar, Abu Adnan Haitami Pulo, dan mereka berpindah ke dayah lainnya setelah wafatnya Abuya kecuali beberapa orang ulama yang terus bertahan belajar dan mengajar di Darussalam hingga lebih dari lima belas tahun seperti Abu Muhammad Zamzami dan Abu Muhammad Syam Marfaly.

Para ulama-ulama yang datang sebelum tahun 1950, dan yang tiba di Darussalam di atas tahun 1950 serta yang sampai ke Darussalam di atas 1958 semuanya bertemu langsung dengan Abuya Muda Waly dan pernah mengaji kepada beliau, namun tidak semuanya belajar di kelas Bustanul Muhaqqiqin ‘kelas doktoral dayah’.

Seperti salah seorang ulama di Blang Pidie yang berasal dari Guhang dan menjadi Imam Chik di Mesjid Ladang Neubok selama puluhan tahun, beliau menyebutkan sempat belajar di Dayah Darussalam selama sembilan tahun, namun belum sempat memasuki kelas Bustanul Muhaqqiqin kelas Tuhfah, namun hanya sempat mengaji Kitab Fathul Wahab.
Walaupun demikian penulis melihat seluruh ulama lulusan Dayah Darussalam Labuhan Haji memiliki tempat khusus dalam masyarakat Aceh secara umum, termasuk Teungku Sulaiman Nur Guhang yang penulis sebutkan. Mereka umumnya orang yang shaleh dan tawakkal kepada Allah SWT.

Abuya Bahauddin memiliki keistimewaan, dimana Tsanawiyah, Aliyah bahkan beliau termasuk santri khusus di kelas Bustanul Muhaqqiqin yang langsung belajar kepada Abuya mengkaji Kitab Tuhfah dan kitab-kitab besar lainnya dalam Mazhab Syafi’i.
Setelah lebih kurang sebelas tahun Abuya Bahauddin berada di Dayah Darussalam Labuhan Haji belajar secara sungguh-sungguh, pada tahun 1958 selesailah masa belajar beliau di Dayah Darussalam Labuhan Haji di kelas Bustanul Muhaqqiqin.

Ada yang menyebutkan bahwa beliau pernah p**a di tahun 1952 belajar kepada Syekh Zakaria Labaisati Malalo Pimpinan Madrasah Tarbiyah Islamiyah Malalo yang merupakan murid dari Syekh Muhammad Jamil Jaho, dan juga membuka lembaga pendidikan di Malalo dan membuka p**a kelas Bustanul Muhaqqiqin.

Sep**angnya dari Labuhan Haji, Abuya Bahauddin telah menjadi seorang ulama muda yang mendalam ilmunya. Maka di tahun 1958 dalam usia 21 tahun mulailah beliau merintis pembangunan lembaga pendidikan yang dinamakan Pesantren Darul Muta’alimin di kampung halamanya.

Terhitung mulai dari 1958 beliau mulai membina masyarakat setempat dengan ilmu, pengajian, dakwah dan berbagai kegiatan keislaman.
Walaupun dalam perkembangan pesantren tersebut menghadapi berbagai rintangan namun tidak pernah menyurutkan langkah beliau sebagai seorang ulama muda yang memiliki tekad baja.
Bagi Abuya Bahauddin, tantangan yang dihadapi merupakan ujian yang harus dilewati dengan segenap kesabaran dan keteguhan dan pantang menyerah.

Pada tahun 1962 karena keadaan tempat pesantren yang sering dilanda banjir maka beliau pindahkan ke daerah lain yang lebih tinggi.
Sejak itu mulailah pembangunan di pesantren tersebut sedikit demi sedikit sehingga di tahun 1985 telah ada sebuah yayasan yang disebut dengan Yayayan al-Mukhlisin Pesantren Darul Muta’alimin. Tidak terhitung banyak lulusannya yang kemudian membuka lembaga pesantren lain, disebutkan sampai seratus titik antara Subulussalam dan Singkil.

Selain sebagai ulama besar, Abuya Syekh Bahauddin juga seorang Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah dari jalur Syekh Zakaria Labaisati, yang kemudian beliau dianggap sebagai ulama kharismatik yang disegani, dicintai dan dihormati.
Setelah pengabdian yang panjang wafatlah Abuya Syekh Bahauddin Tawar pada tahun 2008. Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan.

Ditulis Oleh:
Dr. Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary, Lc

Abu Jakfar Lailon, Ulama dan Guru Masyarakat Kuala BateeBeliau lahir di Labuhan Haji Aceh Selatan pada tahun 1912. Abu J...
03/12/2025

Abu Jakfar Lailon, Ulama dan Guru Masyarakat Kuala Batee

Beliau lahir di Labuhan Haji Aceh Selatan pada tahun 1912. Abu Jakfar Lailon merupakan ulama dan guru masyarakat Desa Lama Inong Kuala Batee dan sekitarnya, terutama dengan kehadiran lembaga Dayah yang beliau bangun di tahun 1970.
Sebagaimana kebiasaan para ulama umumnya, beliau belajar langsung kepada orang tuanya yang juga sangat mencintai ilmu pengetahuan terutama ilmu agama. Abu Jakfar Lailon adalah anak tertua dari adik beradik yang semuanya menjadi ulama dan pimpinan dayah.

Adiknya Abu Qamaruddin Lailon lahir pada tahun 1915 dan mendirikan Dayah di Tanoh Anoe serta menjadi ulama kenamaan di Teunom Aceh Barat.

Sedangkan adiknya yang lain adalah Abu Dasyah Lailon juga ulama dan pendiri dayah, dan ketiga-tiganya merupakan ulama lulusan Dayah Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan dan Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah jalur Syekh Muda Waly al-Khalidy.

Setelah belajar kepada orangtuanya, Abu Jakfar Lailon kemudian mulai belajar kepada para ulama yang berada di daerah Labuhan Haji. Karena dalam rentang waktu 1921 sampai 1930, di Labuhan Haji berdiri lembaga pendidikan yang dikenal dengan Madrasah Khairiyah yang dipimpin oleh ulama Aceh Abu Muhammad Ali Lampisang yang juga guru utama dari Syekh Muda Waly al-Khalidy.

Selain di Labuhan Haji, masih dalam kawasan yang sama, di Peulumat Aceh Selatan juga ada ulama yang berasal dari Padang masih memiliki kaitan dengan Syekh Salim bin Malin Palito ayahnya Syekh Muda Waly al-Khalidy. Ulama Padang tersebut bernama Syekh Abdul Qadir yang dikenal dengan Tuangku Peulimat seorang ulama lagi waliyullah.
Abu Jakfar Lailon sendiri merupakan ulama Lulusan Bustanul Muhaqiqin Dayah Darussalam Labuhan Haji. Tentunya beliau juga termasuk generasi pertama dari murid Abuya Syech Muda Waly segenerasi dengan Abu Adnan Mahmud Bakongan, Abuya Jailani Kota Fajar, Abuya Aidarus Kampari, Abu Qamaruddin Teunom, Abu Dasyah Lailon, Syech Marhaban Kruengkalee, Abu Imam Syamsuddin, Abuya Tanah Merah Singkil dan para ulama kharismatik lainnya.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Bustanul Muhaqqiqin Darussalam Labuhan Haji, Abu Jakfar kemudian p**ang kampung dan mengajarkan masyarakat sekitar tempat tinggalnya di Labuhan Haji barat.

Pada tahun 1970 tibalah permintaan kepada beliau untuk menjadi guru bagi masyarakat Kuta Batee Blangpidie. Tepatnya di Desa Lama Inong Kecamatan Kuala Bate beliau membangun sebuah dayah yang bernama Dayah Darul Halim yang mulai berdiri pada tahun 1970.

Dayah Darul Halim yang beliau bangun selain mengajarkan ilmu kitab kuning, juga membuka suluk, khusus bulan Suci Ramadhan maka banyak yang suluk ke tempat beliau karena Abu Jakfar Lailon juga seorang Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah dari jalur Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy dari Abuya Syekh Abdul Ghani Kampari Riau.

Selain mendidik dan mengayomi masyarakat, Abu Jakfar Lailon juga menempa para santrinya dengan berbagai keilmuan hingga mereka menjadi Teungku di wilayahnya masing-masing.
Salah satu murid Abu Jakfar Lailon yang menjadi ulama dan meneruskan estafet Dayah Darul Halim adalah Abu Sulaiman Assammani.
Abu Sulaiman Assammani berasal dari Labuhan Haji dan belajar kepada beberapa ulama termasuk Abu Tumin Blang Blahdeh adalah guru Abu Sulaiman Assammani.

Namun permulaan belajar beliau kepada Abuya Haji Jakfar Lailon yang sedang dibahas. Terhitung sekitar 15 tahun Abuya Jakfar Lailon memimpin Dayah Darul Halim sampai beliau wafat pada tahun 1985 dalam usia 73 tahun.

Dengan penuh pengabdian dan ketulusan beliau telah menjadi guru yang baik untuk masyarakat Lama Inong Kuala Batee dan sekitarnya.
Setelah wafatnya ulama kharismatik yang Mursyid itu, dayah dilanjutkan oleh salah satu anak Abuya Jakfar Lailon selama lima tahun, kemudian di tahun 1991 Dayah Darul Halim dipimpin oleh Abu Sulaiman Assammani dan pada periode Abu Sulaiman dayah ini berkembang pesat dan maju.

Setelah berkiprah melanjutkan estafet keilmuan Abuya Jakfar Lailon, wafat p**a Abu Sulaiman Assammani. Abuya Jakfar Lailon dan Abu Sulaiman Assammani adalah dua ulama kharismatik yang telah mengabdikan ilmu dan mengajarkan masyarakatnya dengan baik dan tulus. Rahimahumallahu Rahmatan Wasi’atan. Alfaatihah.

Ditulis Oleh:
Dr. Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary, Lc

Situasi Lapangan Sangat Sulit, Ulama Aceh Desak Presiden Prabowo Segera Tetapkan Bencana NasionalPengurus Besar Himpunan...
03/12/2025

Situasi Lapangan Sangat Sulit, Ulama Aceh Desak Presiden Prabowo Segera Tetapkan Bencana Nasional

Pengurus Besar Himpunan Ulama Dayah Aceh (PB HUDA) mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menetapkan status banjir Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat sebagai bencana nasional.

Ketua PB HUDA, Dr Tgk H Anwar Usman yang akrab disapa Abiya Kuta Krueng mengatakan saat ini sudah sangat jelas laporan di lapangan menunjukkan parahnya kerusakan akibat banjir dan banyaknya warga Aceh yang meninggal dunia.

“Banyak warga meninggal akibat banjir dan begitu juga kerugian material yang tak terhitung banyaknya. Rumah-rumah banyak yang terendam lumpur sampai dua meter. Sementara warga yang meninggal juga banyak yang belum terjangkau. Di sisi lain, banyak warga dan desa-desa di Aceh yang masih terisolir akibat banjir,” ujar Abiya Kuta Krueng.

Data sementara dari Pemerintah Aceh bahwa korban bencana banjir dan longsor di Aceh terus bertambah dimana yang meninggal berdasarkan data sementara mencapai 173 jiwa dan terluka mencapai 1.838 jiwa dan 181 lainnya dinyatakan hilang. Ini belum lagi korban yang belum terlacak.

Sementara jumlah pengungsi mencapai 478.847 jiwa dan tersebar di 828 lokasi titik pengungsian.

Di sisi lain, tambah Abiya Kuta Krueng, warga Aceh secara umum juga diliputi kegelisah dan ketakutan karena BBM kian langka, kerusakan yang dihadapi PLN, gas/elpiji yang tidak bisa dijumpai lagi hingga harga Sembako yang semakin mahal.

Berdasarkan situasi dan keadaan krusial ini, Abiya Kuta Krueng mewakili ulama dayah di Aceh mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menetapkan status “bencana nasional” untuk Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat karena akan sangat penting agar bisa membuka akses bantuan yang lebih terstruktur, seperti dukungan logistik, tenaga kesehatan, relawan nasional, hingga percepatan perbaikan sarana publik.

“Kami sangat berharap Presiden memperhatikan kondisi ini secara langsung. Banyak santri, guru, dan masyarakat kehilangan tempat tinggal, alat belajar, serta sumber kehidupan mereka,” ujar Pimpinan Dayah Darul Munawwarah Kuta Krueng ini.

Abiya Kuta Krueng menegaskan bahwa kerusakan-kerusakan yang menimpa institusi pendidikan Islam di Aceh seperti dayah juga bukan hanya kerugian fisik, tetapi juga mengancam keberlanjutan pendidikan Islam di Aceh. Sistem pendidikan Islam tradisional berbasis dayah yang menjadi identitas Aceh sangat bergantung pada fasilitas yang kini rusak berat.

“Situasi darurat juga terlihat di sejumlah titik pengungsian. Laporan tim kemanusiaan menyebutkan situasi krusial dimana pengungsi kekurangan bahan pokok seperti beras, susu bayi, selimut, obat-obatan, pakaian layak pakai, dan fasilitas sanitasi. Lansia, anak-anak, disabilitas, dan ibu menyusui menjadi kelompok paling rentan,” terang Abiya Kuta Krueng.

Melihat kondisi tersebut, tambah Abiya, para ulama Aceh menyerukan langkah penting yaitu pentingnya tindakan strategis negara sesegera mungkin dan perwujudan solidaritas sosial rakyat Indonesia.

Dalam konteks Aceh yang pernah menghadapi bencana besar seperti tsunami 2004, Abiya menegaskan bahwa pemerintah pusat tidak boleh menunda keputusan strategis ketika situasi sudah mendesak.

“Musibah ini merupakan ujian, tetapi penanganannya adalah amanah negara,” ujar Abiya Kuta Krueng lagi.

Abiya Kuta Krueng berharap keputusan cepat pemerintah dapat menyelamatkan warga terdampak sekaligus mempercepat pemulihan dari bencana ini.

Korban Banjir Aceh 1,45 Juta Jiwa, 249 MeninggalKBRN Banda Aceh: Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Hidrometeorologi Ac...
03/12/2025

Korban Banjir Aceh 1,45 Juta Jiwa, 249 Meninggal

KBRN Banda Aceh: Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Hidrometeorologi Aceh merilis data terbaru jumlah korban terdampak banjir besar yang melanda provinsi Aceh. Data terkini diperoleh RRI, jumlah korban banjir Aceh yang terdampak total 229.767 kepala keluarga atau 1.452.185 jiwa.

Selain itu, tercatat 249 orang meninggal dunia, 403 orang luka berat, serta 4.435 orang mengalami luka ringan. Posko juga mencatat 227 warga masih hilang, dan proses pencarian terus dilakukan oleh tim gabungan.

Jumlah titik lokasi pengungsian juga bertambah menjadi 828 titik, dengan total 157.321 kepala keluarga atau 660.642 jiwa yang kini mengungsi akibat rumah mereka terendam banjir atau berada di wilayah berisiko tinggi.

Juru Bicara Posko, Murthalamuddin, dalam wawancara bersama RRI, menyampaikan skala bencana ini menjadi salah satu yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah terus melakukan upaya percepatan evakuasi, distribusi logistik, dan penanganan korban melalui koordinasi lintas instansi.

“Kita terus memperbarui data setiap hari. Fokus utama masih pada evakuasi, perlindungan warga, serta pemenuhan kebutuhan dasar di pos-pos pengungsian. Koordinasi dengan pemerintah daerah dan seluruh unsur terkait terus berjalan untuk memastikan penanganan berjalan optimal,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa proses pendataan masih berlangsung seiring akses ke sejumlah wilayah yang baru dapat dijangkau tim penyelamat.



Address

Beureunun
24173

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when GSA DAILY posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share